13 - Janji dan Maaf

572 137 242
                                    


•••••

Jangan janji sama gue, percuma.

-Danum Senja

•••••


"Buset, nih, orang tumben banget."

Adit mematikan lampu kamar Abi. Laki-laki yang jarang sekali dan hampir tidak pernah bangun sesiang ini.

"Bangun, Bi." kata cowok itu sembari membuka jendela, membuat sinar matahari langsung menubruk kornea matanya. Adit menyipit. Menatap Abi yang meringkuk dengan baju koko dan sarung sebagai piyama.

"Tidur abis subuhan mana boleh. Bangun---" kalimatnya menggantung, Adit bahkan menarik kembali tangannya dari laki-laki itu. "Lo sakit?"

Panik, jelas sekali dia panik kala tak sengaja menyentuh tubuh Abi yang terbalut sarung. Keringat dingin bahkan jelas mengucur di keningnya. "Gila! Lo beneran sakit, anjir!"

Rintihan kecil lolos dari bibir laki-laki itu. Abi membuka mata, hanya sedikit sangat sedikit bahkan. "D-danum...,"

"Abi?" cowok berambut ikal itu menepuk pelan pipi temannya, berusaha memastikan kesadaran Abi.

"Ma-maaf... Maaf... "

•••••

Hari itu masih terlalu pagi sebenarnya untuk berangkat ke sekolah. Langit masih agak gelap, tapi jalanan sudah penuh dengan kendaraan.

Senja membawa motornya di kecepatan sedang, menyapa laki-laki paruh baya yang terlihat makin tua saja. "Pagi, Pak Jeje."

Satpam sekolahnya itu tersenyum, meletakan segelas kopi hitam yang tinggal separuh. "Nggak kepagian ini berangkatnya?" dia tersenyum lantas menggeleng pelan. "Nggak, dong. Habis ini juga mau tiduran lagi dikelas."

"Enak dirumah, atuh, kalau mau tiduran." Senja tak langsung menjawab, "Tapi tiduran dikursi lebih nyaman, Pak."

"Senja... Senja... Aneh kamu."

Gadis itu tertawa, mengangguk sekilas sebagai tanda bahwa dia pamit masuk lebih dulu.

Sepi, suasana sekolah kali ini benar-benar berhasil menggambarkan bagaimana hidupnya berjalan dua tahun belakangan. Setelah meletakan tasnya, Senja memilih taman belakang sebagai tempat menyendiri. Membawa beberapa barang di sebuah kotak pensil yang terlihat mirip dompet besar itu.

"Gue harus apa, ya, biar mereka pulang?" gumam Senja sambil mencoret sebuah buku catatan yang sudah lama dia tinggalkan. Buku yang seringnya dia gunakan untuk menulis puisi puisi, dulu. Sekarang dia kehilangan minatnya.

Tidak ada waktu untuk menuliskan apa yang dia rasa lewat diksi dan rima. Dia terlalu sibuk untuk bertahan hidup.

Gadis itu mengeluarkan ponselnya. Membaca satu pesan yang sempat Abi kirimkan, kemarin.

Kak Abi.
Kasih aku waktu sebentar lagi,
kakak janji bakal pulang.

Sudah dibaca. Tak ada keinginan baginya membalas kebohongan Abi yang sudah dilakukan untuk kesekian kalinya. Senja menutup roomchat-nya dengan sang kakak, beralih membuka fitur kamera.

Danum SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang