21 - Janji Lagi

378 78 19
                                    

•••••

Laki-laki kalau berani bawa, harus sanggup pulangin. Gimana dan apa pun caranya.

-Satria Buana

•••••


Tak ada yang pernah menduga jika Nathan, akan kembali mengalami hal itu. Dua tahun berlalu, semua orang pikir dia sudah sembuh. Bahkan Nathan sendiri pun berpikir demikian. Merasa bahwa hidupnya cukup disebut bahagia, dia sudah berjanji untuk hidup lebih baik, tapi sekarang apa?

"Istirahat, lo itu kecapean." tegur Arka dengan kebiasaan bicara ketus jika sudah tentang sang sahabat. Nathan masih terdiam dengan pandangan yang nampak kosong. Reaksi obat penenang yang dia minum.

Karena kehilangan, Nathan harus merelakan hidupnya untuk terus mengkonsumsi obat dari psikiater. Tahun pertamanya terasa sangat menyiksa, dia bergantung, tidak bisa melewatkan sehari pun tanpa obat.

Namun tahun kedua semua membaik, sangat membaik. Terlebih setelah dia menemukan Senja. Gadis yang memberikan segala sembuh meski  sementara dan terlalu beresiko.

Sebuah foto yang sejak tadi dia pegang tanpa sadar kini menarik perhatiannya, Nathan memandang gadis didalam sana. "Tuan putri gue selalu cantik." cowok itu bergumam pelan, sesaat setelah kantuk yang teramat  menyerangnya.

•••••

Jika logikanya berguna dengan baik, gadis itu jelas akan marah kali ini. Tapi faktanya tidak, mengherankan saat Senja masih memikirkan Nathan dalam setiap langkah jalannya menuju pulang.

Dia tak punya cukup uang untuk menghentikan taksi. Sialnya, siang itu matahari bersinar dengan terik. Beberapa kali pandangannya menghitam dan nyaris tak bisa menyeimbangkan tubuh. Rasanya dia sudah terlalu lelah berjalan, tapi jika tidak diteruskan, bagaimana caranya pulang?

Senja berhenti sejenak, menatap 'foto keluarga' miliknya dengan sebuah senyum yang tak bisa disebut bahagia. Dia berdecak, kesal dengan dirinya sendiri saat cairan merah menetes mengotori bingkai foto yang tengah dia pegang. "Kenapa sekarang, sih?" Senja menggerutu. Dia tak punya apapun saat ini, bahkan selembar tisu.

Dari belakang, dia mendengar suara derum motor bersahutan. Gadis itu mendekap figura foto ditangannya dengan terburu.

Senja berjingkat ketika satu dari beberapa pemotor itu berhenti, membunyikan klakson tepat disampingnya. "Sendirian aja mba?" gadis itu tak menyahut. Meneruskan langkah sembari menutup bagian bawah wajahnya.

Dia kalah jumlah, meski tak menatap langsung ekor matanya melihat dan bisa memperkirakan berapa banyak manusia disekelilingnya. "Mau kemana? Dianterin mau, nggak?" lagi, laki-laki diatas motor besar itu menebar pesona.

"Jangan gitu," seseorang menegur, masih bagian dari mereka. Dia yang mengganggunya tertawa dibalik helm. "Bercanda doang, mba." kata si cowok yang masih bergerak mengikuti ritme jalan Senja.

BBRUUMM...

Mereka semua menoleh, tak terkecuali Senja yang sejak tadi menunduk. "Sopan kalian kayak gitu?"

Berhenti didepan teman-temannya, satu dari mereka menegur dengan lantang. "Kampungan tau, nggak?"

Sepasang mata elang itu berkelana, hingga berakhir pada gadis berambut pendek yang juga tengah menatapnya. "What the hell--"

Dengan terburu cowok itu melepas helm, semua orang kebingungan. Hingga saat dia berlari kearah gadis yang masih terdiam diatas trotoar, mereka semua memekik kesetanan.

Danum SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang