18 - Kita Nanti

591 100 164
                                    


•••••

Terima kasih karena udah terlahir sebagai Senja yang gue suka.

-Nathan Immanuel

•••••


"Lo marah sama gue?"

Pertanyaan itu mengganggu. Satria nampak melirik gadis yang duduk dengan posisi bersandar tak jauh darinya.

"Nggak," sahut cowok itu sembari menyiapkan obat yang harus Senja minum. Dia menyibukan diri, mengabaikan Senja yang terus menatapnya. "Lo berubah, Kak." Satria mengernyit, menghentikan kegiatannya dengan wajah datar.

"Berubah?" ulangnya memastikan. Senja mengangguk sekali, membenarkan posisi duduknya tanpa melepaskan mata dari Satria. "Dulu lo nggak pernah peduli sama gue. Lo nggak pernah mau tau, tapi belakangan ini lo berubah. Kenapa?"

Bukan tanpa alasan. Sudah sejak dulu mereka saling mengenal satu sama lain, tak pernah sekalipun Satria peduli atau ikut campur dalam urusan pribadinya selain karena pekerjaan, ya balapan.

Bahkan pernah suatu malam Satria meninggalkannya setelah bertanding, meski dia sudah merengek minta diantar pulang. "Emang gue senggak peduli itu?"

Gadis itu menggeleng samar, "Nggak juga. Cuma sekarang gue ngerasa lo jauh terang-terangan nunjukin kalau lo peduli sama gue."

Tidak ada yang salah bukan? Dia hanya bertanya, karena semua perubahan memiliki alasan. Seharusnya begitu.

"Karena jadi lo nggak enak." jawab Satria cepat. "Kasihan?" gadis itu menyatukan alisnya dengan sudut bibir yang sedikit terangkat.

"Nggak juga,"

"Jadi lo kayak gini karena kasihan? Bukan karena lo sayang sama gue?"

Satria mulai menunjukkan ekspresi tidak suka terhadap pertanyaan gadis itu. "Kalau cuma kasihan gue nggak akan pernah anggap lo adek gue. Otak lo sekali-kali dipakai yang bener, bisa?"

"Gue diem bukan berarti gue nggak merhatiin lo." imbuhnya sinis.

"Alasan lo mau anggap gue adek karena kasihan, kan? Karena gue selalu ngomongin kak Abi sama lo, gue selalu ngeluh kangen dia, jadinya lo berusaha ngasih peran kak Abi buat gue?"

"Kenapa, sih. Selalu aja mempertanyakan alasan orang-orang yang sayang sama lo? Lo selalu menyudutkan kita yang peduli, seakan-akan kita punya maksud dan tujuan lain."

Bibir gadis itu mencebik, "Gue cuma mau menyakinkan diri sendiri."

"Buat apa?" seperti biasa, Satria selalu bertanya dengan nada tegas. Sama seperti sang kakak. Senja terdiam, menghindari kontak mata dengan cowok disampingnya. Demi apapun, ini adalah dejavu yang menyiksa.

"Gue kadang ngerasa takut ditinggalin. Gue takut kalian pergi."

Satria tau apa yang sebenarnya gadis itu rasakan. Hanya saja dia butuh sedikit penekanan agar Senja mau jujur terhadap dirinya sendiri kali ini.

"Jadi maksud pertanyaan bodoh lo itu, karena lo pengin mempertahankan kita yang sayang sama lo?"

"Denger baik-baik, ya."

"Buat sayang sama seseorang itu nggak butuh alasan. Gue sayang lo karena gue mau. Jadi berhenti, gue mohon berhenti menuntut alasan kenapa lo dicintai ke semua orang."

"Kalau pun orang yang sayang sama lo pergi, itu bukan karena lo yang nggak pantas." Senja menatap sebentar. Dia masih segan untuk banyak bicara sebenarnya.

Danum SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang