Aleeza sulit mempercayai, yang Arkana ceritakan tentang masa kecilnya. Dia tidak mengira, jika Luis merupakan sahabat Arkana dulu. Dan, bagaimana bisa Arkana yang selama ini terlihat baik-baik saja, ternyata tidak sama sekali. Arkana yang humoris, yang selalu berusaha membuat orang di sekitarnya tertawa, ternyata mampu menyimpan kesedihan yang begitu memilukan.
"Gue, nggak nyangka, lo sama Luis punya masa lalu kayak gini."
Arkana tersenyum menanggapi ucapan Aleeza.
"O, iya. Lo bilang tadi, Mami lo udah meninggal, trus Tante Lusi?"
"Ibu sambung gue Za! Mami itu dulu sahabat baiknya Mami kandung gue. Setelah Mami kandung gue meninggal, dia yang ngurus gue.Waktu itu, Mami masih gadis, dan masih kerja. Tiap pagi sebelum kerja, dia selalu sempatin diri ke rumah buat ngurus gue. Walaupun di rumah gue waktu itu ada pelayan, tapi Mami yang selalu nyiapin kebutuhan gue, mandiin gue, dan sarapan buat gue sama Daddy. Akhirnya, nggak berapa lama, Daddy nikahin Mami. Karna Daddy tau, kita butuh dia," tutur Arkana.
Aleeza mengangguk. "Gue bener-bener nggak nyangka. Tapi sumpah, lo orang beruntung, karena lo dapat Ibu pengganti sebaik Tante Lusi."
"Benar Za. Gue juga ngerasa gitu. Gue bangga banget sama Mami, gue beruntung punya Mami, dan gue sayang banget sama Mami. Walaupun gue enggak lahir dari rahimnya, tapi Mami selalu melakukan sesuatu yang membuat gue merasa seperti anak kandung dia. Mami nggak pernah bedain gue sama Zeo."
Aleeza kembali mengangguk. "Gue yakin, beliau bahagia banget di sana!" ucapnya, mengarahkan matanya pada bintang di langit.
Arkana ikut membawa matanya pada bintang dan tersenyum hangat, membayangkan wajah kedua orang yang dia rundukan, ada di sana.
"Dan Luis? Apa lo nggak pernah berusaha buat baikan lagi sama dia?"
Arkana tersenyum samar, mendengar pertanyaan Aleeza. "Gue, udah berusaha Za. Gue selalu coba minta maaf dan memperbaiki semuanya. Tapi, dia tetap aja benci ke gue. Dia nggak pernah mau dengerin gue Za. Seringkali, dia nantangin gue. Gue yang nggak bisa ngontrol emosi, akhirnya nyakitin dia lagi," jelasnya. "Gue benci diri gue Za, gue selalu aja nyakitin Luis. Gue sayang sama Luis Za. Gue udah anggap dia kayak saudara kandung gue sendiri. Tapi, gue selalu aja nyakitin dia. Dari dia kecil, gue udah renggut kebahagiaan dia. Dan sampai sekarang gue tau, dia masih sama terlukanya saat kehilangan adeknya gara-gara gue. Gue benci diri gue sendiri Za!"
Arkana tidak dapat lagi membendung kesedihannya. Dia mengeluarkan semua isi hatinya, yang akhirnya bisa di ungkapkannya pada manusia. Selama ini, dia hanya bisa mengungkapkan semuanya pada bintang di langit, lalu marah pada diri sendiri.
Aleeza pertama kali melihat Arkana selemah ini. Aleeza pertama kalinya, melihat air mata menetes dari mata pria itu. Aleeza yang dapat merasakan perasaan Arkana refleks memeluknya.
Arkana juga membalas pelukan Aleeza dengan erat, seolah mendapat energi dari seorang gadis yang mengerti dirinya.Saat Arkana mulai tenang, Aleeza melepas pelukan mereka. Dia menghapus air matanya lebih dulu sebelum menghapus air mata Arkana.
"Ini bukan salah lo, Ka! Emang bener, lo nyuruh Bintang bohong, tapi, lo lakuin itu karena lo sayang sama dia. Lo, pengen kesedihan Bintang berkurang kalau dia ikut ke pantai. Dan, lo juga nggak taukan, kalau ini bakal terjadi," ujarnya.
"Bukan Za. Ini semua emang salah gue. Kalau waktu itu gue nggak maksa Mami, mereka berdua pasti masih ada."
Aleeza menempelkan jari telunjuknya, di depan mulut Arkana seraya menggeleng. "Jangan ngomong gitu lagi Ka! Ini semua udah kuasa Tuhan. Mereka pergi, karena memang udah waktunya mereka pergi. Bahkan jika kalian di rumah doang waktu itu, kalo Tuhan bilang harus pulang, ya tetap gimana pun juga, mereka harus pergi dengan cara yang berbeda."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintangku Arkana (TERBIT 'Arkana')
JugendliteraturBanyak orang yang mengatakan, jika Bintang menjadi salah satu benda langit, yang bisa menjadi teman untuk seseorang mencurahkan isi hatinya. Dan itu, diakui benar oleh Arkana dan Aleeza. Arkana Kusuma Arditama, lelaki penikmat bintang, yang hidupny...