Bagian 22

8 2 0
                                    

Bel pulang sudah berbunyi sejak 15 menit yang lalu. Aleeza memperhatikan keluar kelasnya, belum ada tanda-tanda kedua sahabatnya kembali. Tadi, saat pelajaran, keduanya izin ke toilet, namun sampai sekarang mereka tidak kembali. Ransel keduanya pun masih berada di kelas. Tidak mungkin mereka sudah pulang, jika tas ransel mereka masih ada di sana.

Aleeza mulai cemas, dia saat ini tinggal sendiri di kelas. Seluruh teman sekelasnya sudah pulang, karena kebetulan sekarang hari sabtu, jadi tidak ada ekskul yang sedang berlangsung.

Aleeza kemudian melangkah, beranjak keluar untuk mencari kedua sahabatnya. Saat langkahnya tepat di ujung pintu, tiba-tiba seseorang menutup matanya, Aleeza sempat berteriak sebelum, kemudian orang tersebut membekap mulutnya.

Orang itu membawa paksa Aleeza, meski Aleeza sempat berontak. Aleeza merasakan setiap langkahnya. Dari saat orang itu membawanya menuruni tangga, kemudian membawanya ke dalam sebuah ruangan. Ketika, sudah berada di ruangan itu penutup mata Aleeza dibuka. Aleeza melihat sekitarnya yang gelap tanpa ada celah cahaya. Padahal saat ini masih siang, entah bagaimana cahaya matahari tidak tembus sama sekali ke dalam ruangan itu. Dia berjalan, menarik kensel pintu ruangan itu, sayang ruangan itu sudah terkunci.

"Lo siapa? Lo, kenapa bawa gue ke sini?" teriak Aleeza, namun tidak ada jawaban. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya.

"Gue, ada salah apa sama lo? Gue minta maaf, kalau emang gue pernah nyakitin, lo! Tapi, pliss kasih tau lo siapa? Dan tolong lepasin gue!" Aleeza terisak.

Tiba-tiba ruangan itu, menyala. Aleeza menganga. Ruangan itu dihias sedemikian rupa.

"SUPRISE!" Kedua sahabatnya, Steven, Pito dan Jojo, tiba-tiba datang mengangetkan Aleeza.

Aleeza tidak menyangka mereka sengaja menakutinya. Tapi, untuk apa mereka melakukan ini semua?

"Jahat banget lo semua," desisnya. "Ngapain ngeprank gue? Orang gue ulang tahunnya masih lama." Aleeza mengerucutkan bibirnya.

Mereka tidak menyahut, setelahnya Aleeza melihat Arkana datang membawa buket bunga. Aleeza panas dingin, tidak menyangka secepat ini. Aleeza tidak berani menatap mata Arkana sama sekali.

Arkana kemudian mendekat pada Aleeza. Sama seperti Aleeza, Arkana juga merasa panas dingin sekarang. Jantungnya berdegup kencang, bibirnya kelu, sulit mengucapkan kata-kata.

Arkana menekuk kedua kakinya, "Za, lo mau gak jadi-" ucapan Arkana terhenti.

"Jadi?" tanya Aleeza.

'Jadi, itu! Jadi sahabat gue!"

"GOBLOKKK!"

"AJENGGG!"

"BANGSATTT!"

Sumpah serapah dari sahabat-sahabatnya tentu menunjukkan kekesalannya pada Arkana.

Aleeza yang awalnya hampir baper, hanya bisa tersenyum kecil. "Gue udah anggap lo sebagai sahabat gue sejak lama Ka. Lo nggak harus buat kejutan kayak gini juga kali. Sayang duitnya diborosin kayak gini."

Arkana menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Hehe, biar istimewah aja gitu," ujarnya. Kemudian, Arkana berdiri dan menyodorkan bunga yang ada di tangannya pada Aleeza. "Btw, ini bunga buat lo!"

Aleeza menerimanya. Sebenarnya dia ingin sekali memukulkan buket bunga ini ke kepala laki-laki ini. Agar dia tau rasa. Aleeza kesal aslinya, untuk apa mereka  buat kejutan sebagus ini? Jika hanya untuk diajak sahabatan? Kenapa nggak diajak pacaran aja?

"Makasih, yah! Bunganya bagus," ucap Aleeza. Arkana mengangguk.

"Kita, pulang duluan ya. Gue ada urusan penting soalnya. La, Dis, Ayok!" Aleeza mengajak kedua sahabatnya. Dia tidak ingin berlama-lama lagi berada di tempat ini.

Bintangku Arkana (TERBIT 'Arkana')Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang