29

15.1K 1.5K 109
                                    

Satu minggu setelahnya

Mimpi buruk hari ini jauh lebih buruk yang dari yang sebelumnya atau lebih tepatnya mimpi terburuk yang pernah Xena alami.

Bukan cuma perasaan, masalah juga selalu cenderung muncul di waktu yang tidak tepat. Bedanya kalau perasaan biasanya selalu dengan orang yang tidak tepat, kalau masalah sialnya selalu dengan orang yang tepat.

Biasanya hanya sisa-sisa kegelisahan yang muncul kali ini sosok itu yang muncul. Alasan utama kenapa Xena berlari secepat kilat ke Bandung.

"Kenapa lo dateng?"

Ray.

Cowok yang menyebabkan 1000 mimpi buruk di setiap malam Xena pun muncul. Berdiri tegap tanpa satu kekurangan, masih sempurna secara wujud hanya saja tidak secara hati.

"Biar kamu gak ganggu aku lagi."

Ray menyeringai.

Emosi Xena membludak rasanya melihat senyuman menyebalkan itu. Cowok di hadapannya ini mungkin gak tahu kalau ada cowok sesempurna Sagara di hidupnya sekarang. Merasa paling tampan dan masih memiliki kendali atas Xena.

"Kita belom selesai karena lo gak pernah pergi dengan penjelasan."

"Terus mau kamu apa?"

"Gue masih gak terima diputusin gitu aja sama lo."

Cafe di Bandung tempat pertemuan dua mantan kekasih ini tidak cukup ramai tapi cukup untuk sedikit menarik perhatian pengunjung lain karena nada bicara Ray yang kian meninggi.

"Kamu jangan teriak-teriak bisa?" pinta Xena.

"Kenapa? Lo malu?"

"Iya. Malu."

Sagaranya tidak mungkin berbicara keras di depan umum seperti ini. Setiap hal yang dilakukan Ray sekarang dibandingkan semuanya dengan Sagara. Xena ingin berhenti membandingkan karena ia tahu siapa yang lebih baik, tapi otaknya tidak bisa berhenti membanding-bandingkan.

"Apa tamparan kamu kurang jelas buat jadi alasan kenapa aku putusin kamu?"

Xena mempercepat basa-basi ini agar ia bisa kembali ke kontrakan, mengakhiri semuanya, melupakan semuanya dan kembali ke Aga. Berdekatan dengan Ray sekarang membuat hasrat Xena berada di sebelah Aga saat ini meninggi.

"I told you that was a mistake."

"A fatal mistake," Xena menatap Ray berani. Tamparan itu membuat ia tidak pernah memiliki tidur nyenyak lagi dan pelakunya hanya bilang bahwa itu sebuah kesalahan? Bercanda.

"Tetep aja. Lo terlalu kekanak-kanakan karena pergi gitu aja bahkan sampai ke Bandung, Xen. Lo pindah kota buat ngehindarin gue doang?"

"Aku kesini bukan buat menghindari kamu. Tapi ngelupain kejadian itu. Jangan merasa di istimewakan, Ray, karena kamu udah gak istimewa."

"So, you hate me now, right?" tanya Ray, nadanya menyebalkan di dengar oleh Xena.

"Aku gak benci sama kamu tapi aku takut sama kamu. Aku takut tindakan kamu bikin aku makin kelihatan pengecut sama hal-hal baru yang aku hadapin," jawab Xena.

"Jadi tolong. Niat kamu kesini gak memperbaiki apa-apa."

Mengusir bukan suatu tindakan kekerasan jika Xena yang melakukannya sekarang. Mengusir masa lalu disaat ia sedang menata rapi hidupnya saat ini bukankah sebuah apresiasi yang memang harus ia lakukan?

Ia pergi memang untuk menghindar, tapi bukan untuk mundur melainkan untuk maju.

"Mau lo apa kalau gitu?" tanya Ray.

Alcohol, Cigarettes, You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang