"Bagaimana kondisinya suster?"
Yoona baru saja sampai, di luar hujan deras sekali, dan air menetes-netes dari rambutnya.
Perawat itu memandangnya dengan penuh kasih, sudah 2 tahun dia mengenal Yoona. Dari Yoona masih gadis polos yang kebingungan, sampai akhirnya dia berubah menjadi gadis tegar yang penuh semangat dan mengambil alih semua tanggung jawab yang mungkin terlalu berat untuknya, Kasihan sekali kau nak, gumamnya dalam hati.
"Kondisinya baik Yoona, tekanan darahnya normal dan detak jantungnya stabil, itu bagus, dia begitu tenang seharian ini, dia tidak mengalami serangan, jadi tidak perlu merasakan kesakitan."
"Dia tidak mengalami serangan?" mata Yoona melebar bahagia, "terimakasih suster Ana, kalau begitu aku akan melihatnya dulu."
Yoona memasuki ruangan putih sederhana itu, dipandangnya ranjang yang menjadi pusat ruangan itu. Di atas ranjang, terbaring sosok yang lemah, tubuhnya terhubung dengan selang yang terjalin ke mesin- mesin, Yoona duduk di tepi ranjang dan menggenggam tangan yang terhubung dengan jarum infus, sebuah cincin emas melingkar di jari lelaki itu, ya, cincin yang sama yang melingkar di jarinya, lelaki ini adalah Lee Donghae, tunangannya yang terbaring koma sejak lebih dua tahun yang lalu.
"Apa kabarmu sayang?" gumamnya penuh perasaan.
Sosok itu tetap diam dan ruangan terasa hening, hanya suara mesin mesin pemonitor detak jantung dan desisan alat pengatur oksigen yang terdengar, Yoona mengecup cincin di jari lelaki itu, ingatannya menerawang kembali ke masa dua tahun lalu dimana hidupnya yang indah dan bahagia berubah menjadi tragedi.
Saat itu persiapan pernikahan mereka, Donghae sudah cukup mapan dan sangat mencintai Yoona, dan Donghae tidak mempunyai keluarga, lelaki itu dibesarkan di panti asuhan lalu berjuang mandiri sehingga bisa menjadi pengacara handal yang cukup sukses.
"Aku sebatang kara di dunia ini sebelum bertemu denganmu," begitu ucapan syukur Donghae dulu ketika Yoona menerima lamarannya. Yoona begitu bahagia waktu itu, dia begitu dicintai dan kedua orang tuanya begitu mendukungnya, sebagai anak tunggal orang tuanya memang sedikit lebih protektif padanya dibandingkan orang tua lainnya, tapi mereka bisa melihat ketulusan hati Donghae dan menerima Donghae dengan tangan terbuka. Lalu pagi yang penuh tragedi itu terjadilah, Yoona sedang melakukan pengepasan gaun pengantin, pernikahan mereka tinggal sebulan lagi. Ketika itu Donghae menelpon, karena Yoona meminta tolong padanya untuk menjemput orangtua Yoona di bandara, orang tua Yoona baru pulang dari tugas dinas ayah Yoona di Samarinda.
Sebenarnya merupakan tugas Yoona menjemput mereka, tetapi karena supir keluarga sedang cuti dan waktunya bersamaan dengan jadwal fitting baju pengantin, Yoona meminta bantuan Donghae. Donghae tidak pernah merasakan punya orang tua, jadi dia sangat menyayangi kedua orang tua Yoona, begitu pula sebaliknya, jadi, tugas sepele seperti menjemput orangtua di bandara terasa sangat menyenangkan baginya.
"Kami akan menuju ke tempat fitting baju segera setelah sampai, lalu kita bisa makan siang bersama-sama, tapi ups! Kamu kan tidak boleh makan banyak-banyak, nanti baju pengantin itu tak akan cukup sebulan lagi"' candanya dengan riang.
Yoona sempat merajuk tapi kemudian Donghae bisa membuatnya tertawa lagi, "Kau tahu, aku tidak sabar bertemu dengan orangtuamu Aku
merindukan mereka."Lelaki itu tertawa lalu menutup telepon setelah mengucapkan satu- satunya janji yang tidak bisa ditepatinya, "Aku janji, segera setelah kami dekat tempatmu, aku akan menelponmu, jadi kau bisa siap-siap di depan, Bye calon pengantinku, i love you..." Itulah saat terakhir Donghae menelponnya. Sama sekali tidak ada firasat hari itu, sama sekali tidak ada pertanda bahwa pagi itu akan menjadi mimpi paling buruk dalam hidupnya, Dan telepon itulah awal dari rentetan bencana. Yang menelponnya kemudian bukanlah Donghae yang dicintainya, melainkan petugas rumah sakit. Mobil yang dikendarai Donghae menjadi salah satu korban tabrakan beruntun di jalan tol, Ayahnya meninggal di tempat, Ibunya dalam kondisi kritis dan Donghae sudah tak sadarkan diri karena benturan keras di kepalanya.
Yoona menjalani semuanya seorang diri, hari itu dia bergerak bagai robot mengurusi pemakaman ayahnya sekaligus mengkhawatirkan kondisi ibu dan tunangannya, tak ada waktu untuk menangis, dan kemudian keesokan harinya ibunya meninggal menyusul ayahnya, Yoona harus menanggung kepedihan memakamkan kedua orang tuanya dalam dua hari berturut-turut seorang diri, lalu malam itu, ketika dokter memutuskan bahwa Donghae mengalami koma serta tidak diketahui kapan akan sadar, ketegaran Yoona runtuhlah sudah, semua kepedihan bertubi-tubi yang menerjangnya sudah tidak dapat di- tanggungnya lagi, dia pingsan dan ketika sadar dia hanya bisa menangis.
Lalu Suster Ana datang, seorang perawat setengah baya yang sangat keibuan. Suster itulah yang membantu Yoona agar tidak terpuruk, yang membuat Yoona sadar bahwa dialah satu-satunya yang dimiliki Donghae untuk membantunya bertahan hidup.
Dengan cepat Yoona bangkit, menyadari bahawa dia sendiri yang harus berjuang demi Donghae, lelaki yang sangat dia cintai. Dan mengetahui bahwa biaya perawatan Donghae tidak murah, Yoona segera bergerak cepat, dijualnya rumah keluarganya, dan dikumpulkannya semua aset yang dimilikinya lalu pindah ke tempat kost yang mungil memahami bahwa efisiensi sangatlah penting, lalu dia pindah pekerjaan dengan gaji lebih bagus.
"Berjuanglah untuk bertahan Donghae, karena aku akan berjuang untukmu," tekad Yoona dalam hati waktu itu.
Namun sekarang hampir dua tahun lebih berlalu, seluruh aset yang dimiliki Yoona sudah habis, bahkan dia harus menanggung hutang ke perusahaan untuk menutup biaya perawatan Donghae, dan tunangannya tercinta itu masih belum sadar juga.
"Kau tahu tadi pagi aku bertengkar dengan bosku," Yoona memulai kebiasaannya, mengobrol satu arah dengan Donghae, menceritakan kisah kehidupannya sehari-hari pada Donghae, "Matanya coklat dan dia sangat menyebalkan, dan kau tahu? Dia sama sekali tak menghargai moralitas, kau pasti akan bertengkar hebat dengannya karena sebagai pengacara kau sangat menjunjung tinggi moralitas."
Yoona terkekeh membayangkan hal itu, lalu direbahkannya kepala- nya di ranjang sambil mengamati wajah Donghae, "aku merindukanmu tahu, sudah lama aku tidak mendengar suaramu, sampai kapan kau mau tidur terus? Awas ya, jangan salahkan aku kalau suatu saat kau memanggilku ditempat ramai dan aku tidak mengenali suaramu."
Diluar pintu, suster Ana yang mendengar percakapan itu menutup mulutnya dengan tangan, matanya berkaca-kaca. Betapa tegarnya gadis itu, betapa hebatnya dia, selama dua tahun dia berjuang dan belum mendapat jawaban, tapi semangatnya sama sekali tidak pernah surut.
Selama hampir dua jam Yoona bercakap-cakap searah dengan Donghae, lalu ketika Suster Ana mengingatkan bahwa waktu sudah menunjuk- kan jam 9 malam, Yoona bangkit dari duduknya, dikecupnya dahi Donghae penuh kasih sayang, "Sudah dulu ya, aku akan pulang dan tidur, besok aku akan kesini dan menengokmu lagi, aku mencintaimu Donghae."
Yoona lalu menemui suster Ana yang masih menunggu di luar, suster itu menyerahkan kantong plastik pada Yoona, "Ini mie goreng kesukaanmu, kau tadi buru-buru kesini karena hujan, pasti kau tak sempat makan malam."
"Terimakasih suster," Yoona memeluk wanita gemuk setengah baya yang selama dua tahun ini telah menjadi sandaran hatinya."Wajahmu terlihat pucat nak, kau pasti kecapekan, jangan terlalu memaksakan diri."
Yoona menarik napas letih tapi tetap mencoba tersenyum riang, "Aku harus terus bekerja suster, apalagi sudah hampir tanggal lima."
Tanggal lima adalah tanggal rutin Yoona harus melunasi biaya perawatan Donghae yang makin membengkak setiap bulannya.
Suster Ana memandang Yoona dengan hati-hati, "Kau tahu nak, ada beberapa cara yang lebih ringan, dokter memperbolehkan Donghae di- rawat di rumah...,"
"Tidak!" Yoona memandang suster Ana dengan ngeri, "Donghae kan sering mengalami serangan, aku tidak mau Donghae kenapa-kenapa, disini adalah tempat Donghae akan mengalami penanganan yang paling tepat, dan aku akan berjuang berapapun biayanya."
Suster Ana memandang Yoona dengan penuh kasih sayang, me- nyadari betapa bisa keras kepalanya gadis itu jika dia sudah punya kemauan, "Ya sudah, pulang dan istirahatlah, jangan lupa dimakan mienya, dan ingat Yoona kalau kau kekurangan uang, aku punya simpanan uang yang..."
Yoona memeluk suster Ana sekali lagi dengan penuh rasa sayang, "Anda tahu suster, Bantuan suster sudah lebih dari cukup selama ini, saya tidak tahu bagaimana lagi saya harus berterimakasih."
_____
Don't forget to vote and comment ✨
KAMU SEDANG MEMBACA
A Romantic Story about Yoona
RomanceRemake Story - Taehyung Yoona Version Original Story by Shanty Agatha credit by anakcantikspot.blogspot.com ⚠️ Mature Content 21+