Mentari terbit dari ufuk timur, keluar dari persembunyiannya dan akan menjalankan kembali tugas hariannya sebagai penerang semesta.Untuk pagi kali ini, Negeri Emerald lebih cerah daripada biasanya. Pertanda hari yang baik, semoga saja.
Sementara itu, pada suatu rumah minimalis yang pekarangannya berhiaskan bunga-bunga cantik, di dalamnya sudah ada tanda-tanda kehidupan ceria dan penuh tawa. Rumah itu, adalah rumah Bianca bersama dua jagoannya.
Di atas meja makan, tersaji menu sarapan yang dinikmati oleh para penghuni rumah. Sesekali, akan ada selingan percakapan ringan yang berakhir dengan tawa. Begitu hangat, dan bahkan mungkin lebih hangat dari mentari pagi ini.
tak!
Sendok dan garpu Xavier letakkan di sisi piring, ia menjadi orang pertama yang menyelesaikan sarapan. Meraih susu dan meminumnya hingga tandas, ia lakukan untuk menjadi penutup sarapan nikmatnya.
Selesai dengan sarapan, kini manik hijau gemerlapnya memusatkan atensi penuh terhadap sang ibu yang tengah mengelap mulutnya dengan sapu tangan──baru saja menuntaskan sarapan.
"Ibu," panggilnya.
"Uhmm? ada apa, Xavier?" balas Bianca.
"Hari ini Ibu ada agenda apa saja? boleh aku tahu?" tanya Xavier.
"Ya, tentu. Ngomong-ngomong, hari ini Ibu akan pergi ke kota untuk membeli beberapa gulung benang wol dan persediaan makanan untuk musim dingin." jawab Bianca.
"Apakah sebentar lagi akan memasuki musim dingin? aku tidak menyadarinya," Zavier yang baru saja merampungkan sarapannya langsung berceletuk, bergabung dalam percakapan antara ibu dan kakak kembarnya.
"Wah, putra Ibu tidak menyadarinya? yang benar saja...." canda Bianca dengan kekehan yang terselip diakhir.
"Zavier memang begitu, Bu. Dia hanya fokus pada satu hal, sehingga tidak menyadari lagi hal-hal lainnya." timpal Xavier meledek.
"Hey, apa-apaan?! aku tidak seperti itu, ya!" sangkal Zavier dengan nada kesal.
Bianca mulai was-was, insting seorang ibu yang dimilikinya mengatakan jika keduanya anaknya itu akan bertengkar jika tidak dihentikan sekarang. Oleh karenanya,
"Sudah, cukup, jangan bertengkar. Tidak masalah apabila Zavier memang lebih fokus pada satu hal, dan Xavier.... sebagai saudara kau tidak boleh seperti itu, ya." langsung saja diberinya teguran yang lembut namun tegas untuk Xavier dan Zavier.
Si kembar terdiam, menyadari kesalahannya masing-masing.
"Maafkan kami, Bu." lirih keduanya takut-takut.
Senyuman terpatri manis pada belah ranum Bianca, "Tidak apa-apa.... tapi Ibu harap, kalian tidak akan mengulanginya lagi."
"Baik, Ibu...."
Kemudian, si kembar saling bertatapan. Xavier mengulurkan ibu jarinya di depan Zavier. "Ehmm.... maafkan aku, yang barusan tadi bercandaku keterlaluan, mungkin?" ucapnya dengan nada menyesal.
Zavier tersenyum jenaka, ia balas mengulurkan ibu jarinya sehingga menyatu dengan ibu jari milik Xavier. Penyatuan ibu jari, adalah salam bermaafan yang diajarkan Bianca pada mereka sejak belia.
"Maafkan aku juga, aku terlalu menganggap serius yang tadi." balas Zavier.
Masih mempertahankan senyumnya, diam-diam Bianca melirih dalam batin. "Tuhan... apapun yang terjadi, jangan Kau pisahkan mereka."
"Ibu," secara bersamaan Xavier dan Zavier memanggil Bianca, sehingga membuat yang dipanggil bergeming sadar.
"Iya? ada apa, anak-anak Ibu?"