Akhir pekan di awal musim semi, angin berhembus pelan membelai lembut dedaunan dan bunga yang baru mekar.Tiap sisi jalanan dan trotoar dipenuhi bunga-bunga yang mekar dengan cantik lagi harum aromanya, pun ada barisan kawanan burung yang tak segan bernyanyi indah menghibur pejalan kaki dan orang-orang yang berkendara.
Berjalan santai di trotoar dengan Richa yang ada di gandengannya, Xavier tersenyum menikmati suasana musim favoritnya. Karena bagi seorang Xavier, musim semi adalah yang terbaik dari keseluruhan musim.
Masih berjalan santai dengan Richa yang sesekali menunjuk suatu objek dan berceloteh, keduanya menuju taman bunga terdekat yang ada di kota tempat tinggal mereka. Hanya berdua.
Ya, pasangan ayah dan anak itu akan mengisi akhir pekan kali ini dengan kegiatan eksplorasi di taman bunga.
Xavier memang sudah merencanakannya. Mengajak istri dan putrinya pergi ke taman bunga tertulis dalam daftar kegiatan harian yang ia buat.
Walau rencananya berjalan dengan sedikit kurang sesuai──dikarenakan sang istri yang mendadak punya acara pribadi (re; reuni sekolah), Xavier tetap menikmati akhir pekannya bersama Richa meski terasa ada yang kurang.
Tidak apa, dilain waktu Xavier pasti akan mengajak istrinya berjalan santai persis seperti yang dilakukannya sekarang bersama Richa.
━━━━━━━━━
Langkah demi langkah dua pasang kaki itu membawa dua raga, akhirnya Xavier dan Richa sampai di tempat tujuan.
Keduanya terdiam sejenak di depan area taman, sejauh mata memandang mereka sudah disuguhi berbagai jenis bunga yang mekar dengan indahnya. Bukan hanya itu, khalayak pun terlihat memenuhi tempat wisata tersebut.
Taman bunga yang mereka datangi ternyata ramai pengunjung. Banyak orang-orang yang menjadikan tempat itu sebagai destinasi wisata pada awalan musim semi kali ini.
Richa memandang canggung para pengunjung, tangannya bergerak tak nyaman dalam gandengan sang ayah.
Sementara itu, Xavier merasakan pergerakan aneh yang diperbuat oleh Richa dalam tangan besarnya yang menggandeng si kecil. Ia sadar, juga tahu putri kecilnya itu sedikit merasa tak nyaman dengan keramaian taman yang mereka kunjungi.
"Hey, princess-nya Ayah mengapa diam? apakah ada sesuatu yang membuatmu tidak nyaman?" tanya Xavier sembari mengelus punggung tangan Richa dengan jempol besarnya.
Anggukan kepala dengan ritme yang pelan Richa berikan, manik caramelnya menatap gelisah wajah ayahnya. "Hu'um.... orang-orang yang datang banyak sekali, Richa takut terpisah dengan Ayah." jawabnya cemas.
Xavier menggeleng ribut, lekas ia merunduk demi mensejajarkan tingginya dengan sang putri. Tangannya tergerak, hinggap dan menangkup kedua pipi tembam putrinya itu. "Tidak, tidak akan. Percaya pada Ayah, sedetik pun tidak akan Ayah lepaskan gandengan kita. Ayah berjanji, akan menjaga Richa untuk terus bersama Ayah, ya."
Tatkala mendengar kalimat dengan unsur yang meyakinkannya, Richa merasa lebih baik. Ekspresi gelisah dan tak nyaman yang menghias wajahnya berangsur-angsur sirna, gadis kecil itu mulai tersenyum dan menujukkan wajah cerianya lagi.
Anggukan kepala Richa berikan kembali, bedanya kali ini disertai aura semangat. "Iya, Richa percaya Ayah. Pokoknya kita tidak boleh terpisah, Richa juga berjanji akan menjaga Ayah supaya tidak terpisah dan tersesat!" ujarnya menggebu.
Mendengar ungkapan bersemangat itu, lantas kekeh pelan menjadi andalan. Xavier usap lembut kepala gadis kecilnya, "Bagus! putri Ayah memang yang terbaik," pujinya sembari mengacungkan dua jempol tangan.