Seorang pemuda dengan perawakan proposional dan garis rahang yang tegas menawan berjalan tegap menyusuri tiap-tiap tenda prajurit. Diperiksanya satu per satu prajuritnya, memastikan semuanya ada dan dalam kondisi baik-baik saja."Selamat malam, Jenderal."
Tiap langkahnya, selalu ada prajurit yang memberinya sapaan yang diiringi gestur hormat. Hal demikian, tentu saja dibalasnya dengan anggukan kecil dan gestur hormat pula.
Ngomong-ngomong, ia beserta pasukannya tengah mempersiapkan diri untuk peperangan esok fajar. Mereka, Negeri Amethyst akan memerangi negeri yang dulunya adalah sekutu mereka, yakni Negeri Citrine.
Segala strategi dan persiapan telah rampung, hanya tinggal semangat membara dan raut angkuh yang sepenuhnya yakin akan menang dihari esok.
Menyusuri tenda prajurit terakhir, pemuda berpangkat Jenderal perang itu mendapat sambutan ramah dari salah seorang ketua satuan pasukan prajurit yang merupakan tangan kanannya.
"Oh, anda datang kemari. Selamat malam, Jenderal."
"Hm, selamat malam juga, Henry." balasnya sembari tersenyum singkat.
"Apa yang membuat kedatangan anda kemari, Jenderal?"
"Bukan hal yang penting, aku hanya sekedar berkeliling sembari memeriksa presensi dan kondisi para prajurit. Untuk hari esok, kita semua harus dalam kondisi yang baik, sehat, dan kuat. Bagaimana pun caranya, esok kita harus memenangkan perang atas Negeri Citrine."
"Tentu, Jenderal. Kita harus menang, dan pasti akan menang."
"Ya, kita akan menang. Baiklah, sudah cukup untukku waktu berjalan-jalan sembari memeriksa kalian semua. Aku akan pergi tidur, kalian pun juga harus begitu. Sampaikan kepada seluruh prajurit untuk pergi beristirahat, Henry."
"Baik, dilaksanakan, Jenderal. Selamat malam dan selamat beristirahat untuk anda, kemenangan esok pasti menjadi milik kita."
Deheman pelan dan anggukan singkat ia beri sebagai balasan. Setelahnya, pemuda yang merupakan Jenderal perang itu melenggang pergi dari sana untuk kembali ke tendanya.
Di tengah langkahnya menuju kembali ke tenda, ia dikejutkan dengan panggilan heboh sosok tegap yang merupakan teman dekat satu-satunya.
"HOY, JENDERAL!!"
Panggilan menjurus pekikan sekeras itu, tentu saja membuat oknum yang dipanggil menoleh cepat.
"Ck! kau ini ribut sekali." decak kekesalan lolos dari belah ranumnya.
"Oh, ayolah Jenderal~ kau ini terlalu keras, cobalah santai sedikit."
"Esok hari kita akan berperang, pikirmu apa masih bisa bersantai?!"
"Wow wow, tenang Jenderal..... aku hanya bercanda, ngomong-ngomong."
"Bercandamu sama sekali tidak lucu dan justru menambah kepalaku sakit, Rashford."
"Ckckck~ kau jahat sekali, memanggil nama belakangku seakan kita adalah orang asing. Jenderal Eric yang agung benar-benar jahat, kejam, dan tidak menyenangkan."
Jenderal Eric, adalah Zavier.
Iya, Zavier.
Waktu telah berlalu, 15 tahun sudah terlewati. Bocah kecil bernama Zavier itu tumbuh besar dibawah didikan keras dan kejam orang-orang Amethyst, yang kini telah menjadi seorang pemuda tangguh dengan kepribadian misterius yang dihormati para prajurit sebagai Jenderal perang Negeri Amethyst.
Tentu saja ada cerita dibalik pangkat Jenderal yang Zavier sandang sekarang, dan itu berawal dari ketika tahu bahwa Zavier adalah anak dari mendiang panglima perang Negeri Emerald yang terkenal tangguh dan dijuluki penumpas berantai.