꒰ iii ꒱

353 64 4
                                    


Ledakan menyapa, disusul dengan robohnya bangunan dan nyalanya kobaran api. Tiap sekonnya, ledakan kedua, ketiga, dan seterusnya menyusul. Semuanya dibuat rata dengan tanah. Teriakan takut, erangan sakit, dan lelehan air mata yang serta merta dengan genangan darah menjadi satu kesatuan yang menyakitkan.

Terbaring pada sebuah kasur, dalam ketidaksadarannya Xavier melihat itu semua. Xavier dibuat seakan melihat dan merasakan ulang peristiwa menyakitkan itu, terlebih saat kepingan memori di kepalanya dengan jahat memutar detik-detik terakhir Bianca dan Zavier saat bersamanya. Suara lembut Bianca dan suara khas Zavier menjadi satu, bersarang dan memenuhi gendang telinganya. Semuanya bagai mimpi buruk, yang pahitnya adalah sebuah kenyataan pilu.

Xavier mengernyit takut dalam pingsannya, pun dadanya naik turun dan tubuhnya bergetar hebat bak seseorang yang mengalami serangan panik. Kondisinya membuat orang-orang disekitarnya panik, beberapa juga takut karena demikian. Bibir pucatnya yang kering meracau panggilan dengan keras untuk Bianca dan Zavier sembari menangis, dalam ketidaksadarannya bocah laki-laki berusia 10 tahun itu lepas kendali.

"Ibu.... IBU!!! IBU, IBU JANGAN PERGI— hiks~"

"Zavier, ZAVIER!! ZAVIER, JANGAN DILEPAS! JANGAN TINGGALKAN AKU— hikss~"

Sungguh memilukan, dalam pingsannya saja Xavier merasakan hal semengerikan itu.

Perlu diketahui, saat ledakan di pasar pusat terjadi, satu ledakan yang mengenai Xavier dan Zavier membuat keduanya terlempar jauh──juga bersimbah darah, dan yang paling parah kondisinya adalah Xavier yang mendapat luka di sekujur badan bagian kanan.

Percaya atau tidak, sebenarnya Xavier tidak sadarkan diri selama 1 bulan sejak tragedi ledakan tersebut. Benar, 1 bulan telah berlalu. Rasanya begitu cepat, walau demikian bekas luka atas tragedinya tetap membekas sampai kapanpun.

Selama dalam kondisi kritis yang hilang sadar, Xavier dirawat oleh seorang wanita paruh baya yang merupakan ahli obat-obatan terkenal di Negeri Emerald, Nyonya Bellatrix namanya. Ketika terlempar dan terpisah dari Zavier, salah seorang warga membawa tubuh Xavier yang bersimbah darah ke rumah Nyonya Bellatrix untuk diselamatkan.

Kembali pada alur,

Kini puncak kepala hingga kening Xavier diusap lembut oleh Nyonya Bellatrix demi menenangkannya. Tubuh yang bergetar, pun lelehan air mata yang membasahi pipinya membuat Xavier terlihat begitu malang. Nyonya Bellatrix iba melihatnya, sama hal nya dengan orang-orang yang senantiasa menunggu kesadarannya.

"Xavier.... buka matamu, nak. Bukalah matamu, agar mimpi buruk itu sirna."

"Sstt~ sudah, jangan menangis. Xavier anak yang kuat, ayo buka matamu. Tidak kah kau bosan memandangi gelap selama ini?"

Nyonya Bellatrix membisikkan kalimat penenang, sekaligus titahan agar Xavier sadar dan berani membuka matanya. Bagai bisikan mantra, Xavier menurut pada Nyonya Bellatrix.

Walau memakan banyak waktu, perlahan namun pasti Xavier mengerjap pelan hingga kelopak ganda yang melingkupi indra penglihatannya itu terbuka dan menampilkan manik hijau gemerlapnya yang indah.

Akhirnya, kesadaran menjemput Xavier untuk kembali melihat dunia.

Dengan sadarnya Xavier, semua orang yang menunggu kesadarannya lantas tersenyum dan bernafas lega. Setelah 1 bulan lamanya, rasa khawatir yang menyambangi mereka telah sirna.

Pasca kesadarannya, Xavier menerawang langit-langit ruangan yang berwarna putih tulang, dwimanik berwarna hijau gemerlapnya itu mengedar pandangan keseluruh penjuru──berusaha memproses keadaan dan menyesuaikan pencahayaan yang memasuki indra penglihatannya.

occursus.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang