Chapter 2

205 13 0
                                    

Bab 2

Pintu sudah tertutup dan saat itu juga Selena langsung menghentak-hentakan kakinya ke lantai. Rasa jengkel saat ini hanya bisa ia lampiaskan dengan cara menggeram kuat menatap langit-langit. Saking kesalnya, rahang Selena sampai mengeras dan dua tangan melebar kuat di samping pipi kanan dan kiri.

Setelah puas melampiaskan kekesalannya, Selena memejamkan mata lantas coba mengusap-usap dada dan mengatur napasnya supaya lebih tenang. Berikutnya, Selena mendengkus dan melenggak menuju dapur lagi.

Selena mulai membuka kulkas dan lemarinya bergantian untuk melihat seberapa banyak sisa makanan yang sebagian sudah dijarah oleh tetangga tengilnya.

Mi, minunan kaleng, cemilan dan beberapa kue kering yang tersisa. Mengingat bagaimana Selena yang suka mengemil, mungkin akan habis keesokan harinya.

"Sial!" umpatnya seraya merengek. "Aku bisa mati kelaparan kalau begini." Sekali lagi, Selena menghentak-hentak kedua kakinya bergantian.

Selena yang masih memasang wajah kesal, kini berlagak seolah tengah menangis tapi tak berair. Dia hanya merengek-rengek tidak jelas kemudian jatuh telungkup di sofa ruang tengah.

Sementara di rumah samping, suasana tampak riuh dengan nyala api yang membara di sudut perapian. Pohon natal yang berdiri di samping perapian sudah berkelap-kelip bersamaan dengan lampu lain yang menyala begitu terang. Padahal, hari sudah mulai siang, tapi suasana rumah akan gelap tanpa lampu.

Terlihat juga beberapa makanan yang baru saja Tobey bawa sudah berserakan di atas meja dikepung beberapa penghuni lain.

Musik yang berdentum menambah suasana pagi ini seperti tidak peduli dengan badai di luar sana.

"Kau dapat dari mana makanan ini?" tanya Liam.

Tobey yang sedang duduk santai dengan segelas wine, tampak menggoyang-goyangkan badan mengikuti irama musik.

"Dari sebelah," jawabnya kemudian.

"Si cupu itu?" tanya Liam lagi.

Tobey mengangguk.

Liam langsung berdecak dan memasukan kacang yang baru saja ia kupas ke dalam mulutnya. "Gadis itu di rumah?" tanyanya.

Tobey mengangguk lagi.

"Kau punya makanan banyak kan? Kenapa harus merampok dari tempat gadis itu?" tanya Liam dengan nada mencibir. "Kau menyukainya?"

"Shit!" umpat Tobey tiba-tiba saat tak sengaja minumannya tumpah.

Bukannya membantu, Liam malah melengos dan pergi menuju ruang belakang. Sementara Tobey sendiri sudah menjambret  sembarang kain dan meletakkan di atas lantai lalu mengosok-gosok hingga airnya meresap.

"Kau sedang apa?" tanya Liona yang baru ke luar dari kamar. Tidak lama setelah itu, muncul satu wanita lagi dari kamar yang sama dan berdiri di belakang Liona sambil menguap.

Liona mendekat. "Tumpah?" tanyanya.

"Hm," jawab Tobey singkat.

Perlu diketahui, sudah satu bulan kedua orang tua Tobey berada di luar negeri. Mereka tidak pulang dan rencananya sampai tahun baru terlewatkan. Mereka selalu sibuk dengan urusan masing-masing hingga lebih sering mengabaikan keberadaan Tobey.

Mengenai rumah ini terlihat kacau dan ramai, sejak semalam tempat ini menjadi perkumpulan lima orang untuk berpesta. Ke empat teman Tobey menginap dan membuat seisi rumah terlihat tidak jauh seperti kapal pecah.

"Sini aku bantu," Liona mulai meletakkan telapak tangan di atas paha Tobey yang terkena minuman. "Aku bisa membereskannya."

"Tidak usah," tepis Tobey yang kemudian beranjak pergi menuju lantai dua di mana kamarnya berada.

"Hei, Maria!" panggil Liona pada teman wanitanya itu.

Maria mendekat dan ikut duduk. "Ada apa?"

"Apa aku tidak menarik?"

Pertanyaan itu membuat Maria mengerutkan dahi. "Tentu saja kau menarik. Semua pria tergila-gila padamu."

Liona mendengus. "Tidak dengan Tobey."

Maria memanyunkan bibir lantas menuang wine ke dalam gelas kaca berukuran kecil lalu meneguknya habis. Setelah mengecap-ngecap lidah dan memejamkan mata, Maria kembali menatap Liona.

"Kau hanya harus berusa lagi." Maria menepuk pelan pundak Liona. "Kau paling ahli dalam menaklukan pertahan pria bukan?"

Liona masih diam dan mengela napas begitu lirih sampa Maria tak mendengarnya. Liona kemudian ikut menimati wine nya dan sejenak bersandar dalam lamunan.

Siapa pun akan tunduk dengan rayuan maut yang Liona tebarkan. Wanita seksi itu paling bisa meluluhkan pertahanan para pria bahkan yang sedang menjalin cinta dengan kekasih sekali pun. Tububnya yang sempurna bak gitar spanyol, paling tidak bisa untuk para kaum pria acuhkan.

Namun, dibalik semua pria yang tunduk tidak ada satu pun yang membuat Liona merasakan getaran cinta. Semua hanya sebatas bercinta semata yang kemudian akan berakhir tanpa kejelasan.

"Masih mengacuhkanmu?" tanya Liam yang muncul kembali sambil menyesap sepuntung rokok.

Ia duduk hingga kepulan asap itu menyeruak menampar wajah Maria yang duduk di samping Liona. Maria yang tidak suka dengan asap rokok segera menyingkir dan memilih menyendiri melakukan panggilan dengan sang ke kasih yang di seberang sana.

"Aku harus bagaimana, Liam?" desah Liona dengan tatapan sendu. "Dia tidak pernah tertarik denganku."

Liam masih menikmati rokoknya dan hanya mengehela napas karena tidak tahu harus memberi solusi yang bagaimana. Liam yang paling dekat dengan Tobey, sebenarnya tahu di mana hati Tobey berlabuh. Meski ini masih sebatas tebakan saja, tapi Liam meras yakin.

"Hei!" hardik Liona hingga membuat rokok Liam hampir terjatuh. "Kenapa diam?"

Liam berdehem lantas menekan kuat ujung rokok pada asbak hingga nyala oren itu mati. "Aku hanya bingung," katanya.

"Why?" Wajah Liona begitu memelas.

Liam kembali menghela napas lalu menaikkan satu kakinya dan duduk menghadap Liona. "Kau cantik, untuk apa mengejar Tobey yang sedikit pun tidak melirik kamu?"

"Aku mencintainya."

"Tapi tidak dengan Tobey."

"Apa aku kurang menarik?"

Liam mengerutkan dahi dan mulai mengurutkan pandangan mulai dari bagian kaki yang duduk terlipat lalu naik ke atas dan berhenti pada belahan dari benda yang menggantung di sana. Liam menelan ludah susah payah, lalu beralih pada bibir yang menggoda itu.

"Dasar bodoh!" maki Liam dalam hati. "Wanita sesempurna ini, dan Tobey sama sekali tidak tertarik?"

"Bukankah aku sempurna?" Liona bertanya lagi.

Liam masih tertegun karena terlalu fokus pada benda indah di hadapannya. Menyadari Liam yang sedari tadi menelan ludah, diam-diam Liona mulai maju.

"Kamu saja tertarik padaku, kan?" kata Liona bernada menggoda.

Liam masih tertegun dan tidak berkedip saat dada itu semakin maju. Biarpun masih ada bau asem, tapi tidak mengalihkan pandangan Liam pada satu titik itu. Dan di saat satu kecupan benda kenyal mendarat, Liam tidak bisa lagi berkata apa pun selain ikut menikmati perlakuan Liona.

"Shit!" umpat Tobey yang tengah turun dari lantai dua. Langkahnya terhenti saat melihat dua orang bercumbu tidak tahu tempat itu. "Dasar gila!"

Tobey memutuskan untuk kembali ke kamarnya saja. Sementara Maria yang sedang menelpon kekasihnya tentu tidak peduli dengan dua orang yang tengah memanas itu.

***

My First Kiss (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang