Chapter 4

184 16 3
                                        

Empat

Meski suasana rumah terasa remang-remang, tapi Selena bisa merasakan ada tatapan aneh di dalam ruangan ini. Empat orang yang duduk di dekat perapian, seperti tidak suka dengan kedatangannya di sini. Ya, emang ini bukan tempat Selena. Selena juga tidak tahu kalau ternyata di rumah ini tidak hanya memiliki satu penghuni.

"Sebaiknya aku pulang," kata Selena yang semakin merasa tidak nyaman.

Ketika Selena berbalik, dengan cepat Tobey mencengkeram lengannya lalu menyeret menuju lantai atas.

"Lepas, Tobey! Kamu mau bawa aku ke mana?" Selena menarik lengannya dan juga berusaha membuka cengkeraman tangan Tobey yang kuat.

Tobey tidak bersuara, hanya para manusia terduduk itu yang masih betah memberi tatapan aneh. Tatapan seperti heran dan juga benci.

"Kenapa ada wanita culun itu?" tanya Liona sambil menatap Liam. "Untuk apa dia di sini?"

Liam hanya angkat bahu. Sudah lama Liam mengamati tingkah Tobey mengenai Selena. Hampir setiap saat Tobey menghabiskan waktu untuk mengerjai Selena selama di kampus. Tobey sampai sering kali membuat Selena menangis jarena kejahilanny yang melampaui batas. Namun, Liam tahu ada sesuatu di balik perbuatan Tobey itu.

"Kenapa kamu diam saja?" Liona menyikut Liam hingga lamunan buyar.

"Apaan, sih!" dengusnya. "Sekali pun Tobey bawa beruang masuk, aku juga tidak peduli."

"Sialan!" Liona melempar bantal tepat mengenai wajah Liam.

Liona kemudian berdiri dan menghentak kaki merasa kesal.

"Kamu mau ke mana?" tanya Maria.

Liona menoleh dan urung melangkah. "Kenapa?"

Maria berdecak. "Kamu mau mengusul mereka?"

"Memang apa lagi?" Suara Liona meninggi menandakan ia begitu kesal.

"Ayolah, dia itu si cupu. Untuk apa kamu peduli?"

"Hei!" Liona mengacungkan jari telunjuk. "Dia bersama Tobey di atas sana. Aku tidak akan diam saja."

Perdebatan kecil itu membuat Liam mulai terganggu dan tidak nyaman. Sementara Roni dia seperti pria yang tak punya telinga untuk mendengar karena hidupnya lebih fokus untuk main game saja.

"Tenang, Liona," kata Maria. "Kita semua tahu kalau Tobey benci si cupu. Dia membawanya ke sini mungkin karena mau mengerjainya."

Liona sedikit memiringkan kepala dan mengerutkan dahi. Ia seperti tengah berpikir kalau mungkin saja apa yang Maria katakan memang benar.

Maria lantas menatap Liam. "Apa menurut kamu begitu?"

"Bisa jadi," jawab Liam enteng. Di hanya malas dengan keributan.

Di saat Liona masih tertegun, ponsel Maria berdering. Terlihat Maria memasang wajah gembira saat menatap layar ponselnya yang menyala.

"Aku ke sana dulu." Maria berdiri lalu berpindah tempat menuju ke ruangan belakang.

"Apa ada jaringan?" tanya Liona heran. Ia akhirnya duduk kembali di samping Liam.

"Kamu tanya saja sama si gendut," acuh Liam.

Suasana kembali sunyi, hanya percikan api yang terkadang terdengar dari arah perapian. Untuk mengalihkan perhatian dari rasa penasaran dengan apa yang terjadi di lantai dua, Liona membuka ponselnya. Memang ada jaringan, tapi tidak full. Setidaknya masih bisa digunakan untuk sekedar berbagi pesan singkat.

Sementara di lantai atas, Tobey sudah membawa Selena masuk ke dalam kamarnya. Meski Selena terus berontak, tapi Tobey tetap memaksanya untuk duduk di atas ranjang.

Selena yang ketakutan, mulai menangis karena tidak punya kekuatan penuh untuk melawan.

"Kamu mau apa?" tanya Selena dengan suara parau.

"Jangan berdrama begitu. Aku tidak akan berbuat apa-apa sama kamu," kata Tobey.

Tidak semudah itu Selena percaya. Di saat Tobey sedang berdiri di depan lemari yang terbuka, Selena perlahan turun dari ranjang. Selena hanya takut Tobey akan berbuat macam-macam. Dari pada ia terluka karena berbuatan Tobey, mungkin lebih baik membeku di luar sana. Pikir Selena.

"Mau kemana?" tanya Tobey saat kedus kaki Selema hampir mendekati pintu.

Sudah berbuat sepelan mungkin supaya Tobey tidak tahu, tapi ternyata Selena salah. Dan sebelum Tobey mendekat, Selena acuh dan langsung melangkah begitu saja.

"Dasar wanita ngeyel!" hardik Tobey yang langsung meraih tubuh Selena dan menggendong menuju ranjang.

"Tobey, apa yang kamu lakukan!" Selena berontak. Suaranya cukup keras dan mungkin bisa terdengar sampai lantai bawah.

Saat ini Tobey masih diam. Begitu Selena sudah terpelanting ke atas ranjang, Tobey menajamkan tatapan mata dan mengacungka  jari telunjuk. "Diam atau aku akan berbuat lebih!"

Glek!

Selena menelan ludah, dan mendadak merasakan bulu kuduknya sudah berdiri. Ia membeku di atas ranjang dan tidak terasa air matanya menitik. Melihat Selena kembali menangis, Tobey lantas menghela napas. Sejujurnya dia tidak tega, tapi gengsi untuk mendekat begitu tinggi saat ini.

"Berhenti menangis," tekan Tobey. "Aku paling benci liat orang menangis."

Selena buru-buru mengusap air mataya lalu mundur dan duduk memeluk kedua lututnya seperti yang ia lakukan saat di ranjang kamarnya.

Tidak berkata apa-apa lagi, Tobey melengos dan berlalu pergi usai meletakkan selimut tebal di atas ranjang. Dia juga sempat mengucapkan kalimat yang membuat Selena tertegun.

"Jaga dirimu tetap hangat."

Selena tidak terlalu yakin jika kalimat itu yang ia dengar. Tobey yang menyebalkan tidak mungkin bisa mengusap kata dengan nada selembut itu. Namun, Selema merasa yakin telinganya masih waras.

"Kamu kenapa bawa dia? Dan ngapain juga kamu bawa di ke kamar kamu? Kamu gila ya?"

Tobey diberondong pertanyaan oleh Liona. Nadanya terdengar kesal dan tidak terima.

"Jawab, Tobey!" tekan Liona.

Tobey menghela napas lalu duduk. Dia masih tidak peduli dengan peryanyaan Liona dan memilih meneguk minuman kaleng. Dan Liona yang kesal, kini langsung berpindah duduk di samping Tobey.

"Jawab, Tobey!" Liona mengguncang lengan Tobey tak peduli jika minuman dalam kaleng terguncang atau bahkan tumpah.

"Diamlah!" desah Tobey berat. "Aku hanya membawa ke sini karena dia sendirian di rumah."

Maria, Roni dan Liam sontak terkesiap mendengar jawaban Tobey yang terdengar aneh. Roni yang biasanya acuh, kini sampaj mengalihkan pandangan sejenak dari gamenya.

"Sejak kapan kamu peduli dengan wanita itu?" tanya Maria.

"Tobey!" Liona mengguncang lebih kuat.

"Liona!" hardik Tobey tiba-tiba. Suaranya yang tinggi membuat Liona tertegun. "Kalau bukab karena dia tetanggaku, aku tidak aka  peduli. Orang tuanya, menitipkan padaku."

"Kamu yakin alasannya karena itu?" Maria menatap serius membuat Tobey membuang muka.

Reaksi teraebut tentu membuat Liona tidak sepenuhnya percaya dengan alasan yang terlontar dari mulut Tobey.

"Sudahlah, kenapa jadi berdebat, sih!" Liam menengahi. "Kita berkumpul di sini karena mau senang-senang. Tentang si cupu, anggap saja dia penghuni gelap."

Tobey tidak terlalu suka kalimat itu, tapi tidak bisa berbuat apa pun selain pura-pura mengangguk setuju. Huh! Rasanya terlalu malu jika mengakui dirinya sudah jatuh cinta pada gadis yang selalu mendapat olokan dari setiap penghuni kampus.

Tidak ada yang salah pada Selena, Hanya saja banyak orang yang melihat tampilan Selena yang kampungan pantas untuk menjadi bahan gunjingan.

***

My First Kiss (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang