Tujuh
Suasana pagi ini terlihat cukup cerah. Salju di luar sana mulai mencair meski belum sepenuhnya. Setidaknya berita yang muncul di televisi tidak sepenuhnya benar. Jalanan pun sudah mulai dibersihkan dan menjelang siang sudah bisa dilaluin pengendara maupun pejalan kaki. Lampu yang sejak kemarin padam pun sudah menyala kembali.
"Kamu mau ke mana?" tanya Tobey saat bertemu Selena hendak menuruni anak tangga.
"Tentu saja aku mau pulang."
"Tidak bisa." Tobey coba menghalangi langkah Selena dan kembali mengajak masuk ke dalam kamar.
"Apaan sih!" hardik Selena hingga tangan yang digenggam Tobey terlepas.
Tobey mendorong tubuh Selena hingga terjerambab di atas ranjang. Kemudian, Tobey mengacungkan jari telunjuk dengan tatapan peringatan.
"Aku harus menjaga kamu. Kedua orang tua kamu yang memintaku mengawasi kamu!"
"A-apa?" Selena ternganga. Selena yakin telinganya masih waras saat ini. "Kamu jangan mengada-ada ya!"
Tobey mencondongkan badan hingga membuat tubuh Selena miring ke belakang.
"Kamu pikir siapa yang mengada-ada, ha?"
Selena mulai gugup dan panik. Tatapan Tobey semakin tajam dan tentu saja membuat perasaan takut untuk balas menatapnya.
"Kamu jangan membuatku berulah seperti malam itu."
Degh!
Selena langsung teringat akan kecupan yang membuatnya hampir jantungan dan tidak bisa bergerak waktu itu. Pacarnya saja belum pernah ia ijinkan untuk menyentuh, dan seenak jidat Tobey sudah merampasnya.
"Jangan terlalu dekat!" Selena mendorong Tobey dengan cepat. Namun, sebelum Selena berdiri, Tobey sudah lebih dulu mencengkeram lengannya.
"Aku akan memaksa dan bisa jadi menyakiti kamu kalau kamu tidak patuh."
Cengkeraman itu terasa semakin kuat hingga membuat Selena mulai merasakan sakit.
"Aku sudah berjanji menjaga kamu sampai kedua orang tua kamu kembali," kata Tobey lagi.
"Siapa kamu sampai orang tuaku mempercayakan putrinya sama kamu!" Selena menyentak. "Kamu bahkan bukan pria baik-baik. Kamu lebih sering mengolokku. So, perkataan kamu itu omong kosong!"
"Selena!" Rahang Tobey mengeras dan kuatnya cengkereman itu. Tobey tidak tahu harus berkata apa supaya Selena percaya.
Tidak salah jika Selena berkata begitu karena pada dasarnya memang Tobey sering kali berbuat buruk pada Selena. Banyak yang mengolok, bahkan Tobey sama sekali tidak membantu. Bukan bermaksud, hanya saja Tobey masih ragu dan malu untuk mengakui semuanya.
"Bisakah kamu nurut?" Suara itu terdengar penuh penekanan.
"Atas dasar apa aku harus nurut sama kamu!" sahut Selena sambil mendesis dan coba melepaskan diri. "Kamu bahkan bukan siapa-siapa aku! Kita tidak saling mengenal!"
Tobey sungguh tidak suka kalimat itu. Dia malah semakin kuat mencengkeram pergelangan tangan Selena dan menarik lebih maju. Tatapan itu tampak mengerikan, tapi juga seperti ada ketulusan di sana.
"Dengar ...." wajah Tobey maju. "Kamu mungkin tidak merasa mengenalku, tapi kau tahu semua tentang kamu. Kamu suka apa, musik apa yang kamu suka, apa warna favorite kamu. Semua aku tahu."
Selena tertegun sejenak. Dia mulai terpengaruh, tapi juga tidak semudah itu percaya kalau Tobey tahu segalanya.
"Kamu pikir itu penting? Tidak! Aku tidak peduli!" salak Selena.
"Sialan!"
Tobey menarik lengan Selena lantas meraih tengkuk hingga wajah cantik itu terangkat. Tobey kemudian mencium Selena hingga membuat Selena tersentak dan membelalak.
Selena coba mendorong tubuh Tobey, tapi cengkerapan pada tengkuk terasa begitu kuat. Ciuman juga membuat dan Selena mulai terengah-engah kehabisan napas.
Plak!
Setelah melonggar, saat itu juga Selena menampar Tobey hingga membuat wajah tampan itu terlempar ke samping.
"Ka-kamu ... kamu ... kenapa ..."
Selena bingung harus bicara apa. Dia sudah mengusap bibirnya yang basah dengan kasar hingga memerah. Sementara Tobey, dia tampak mengatur napasnya yang naik turun tidak karuan.
"Keterlaluan!" maki Selena kemudian. Hanya kata umpatan itu yang mampu terlontar dari balik bibir Selena.
Selena berlari ke luar menuruni anak tangga dengan cepat, sementara Tobey menyusul di belakang. Sampai di lantai dasar, langkah Selena terhenti. Pandangan Selena lurus menatap ke arah ambang pintu di mana ada dua orang yang tengan berciuman mesra.
"Jason?" lirih Selena.
Dua orang yang menyatu itu spontan menoleh dan pagutan sudah terlepas.
"Kalian?" Selena perlahan maju dan menatap dua orang itu bergantian.
"Selena? Kamu di sini?" Jason tampak kaget dan sedikit gugup. Ia melitik Maria, menekan kenapa tidak mengatakan kalau Selena ada di sini.
"Kenala kalian ..." Suara Selena masih lirih dan menunjuk Jason dan Maria bergantian.
"Aku bisa jelaskan semuanya." Jason menghampiri Selena, tapi Selena langsung mundur hingga bagian munggung menabrak dada Tobey yang berdiri tidak jauh.
Tidak berpikir panjang, Selena langsung berbalik dan membenamkan wajah pada dada bidang itu.
"Pergi saja kalian berdua," kata Tobey. "Kalau mau bersenang-senang jangan di sini "
"Tobey?" Maria mengerutkab dahi dan memiringkan kepala. Maria merasa heran dengan sikap Tobey yang secara tidak langsung sudah mengusirnya.
"Bawa pacarmu pergi dari sini," kata Tobey lagi.
Maria dan Jason saling pandang sesaat.
"Tobey? Kamu ... kenapa ..." Liona muncul dan menatap aneh saat mendapati Tobey sedang memeluk Selena. "Oh?" desah Liona kemudian saat menyadari ada Jason di sini.
Liona melirik ke arah Maria dan memainkab mata seolah memberi kode. Kode pertanyaan yang mengatakan apakah si cupu sudah tahu semuanya. Dan Maria mengangguk pelan.
Tobey yang masih berdiri memeluk Selena, sekali lagi menatap Jason dengan sengit. Setelahnya dia hendak membawa Selena kembali ke atas. Namun, Selena meminta diantar pulang saja.
"Tobey! Tunggu!" Seru Liona.
Tobey tidak menoleh. Ia berjalan menuju ruang belakang bersama Selena. Setelah mereka berdua tidak terlihat, Liona sontak berdecak dan menghentak kaki.
"Apa Tobey menyukai wanita cupu itu!" hardik Liona.
Tidak ada yang bisa memberi jawaban pasti. Maria dan Jason pergi menikmati pertemuan mereka, sementara Liam hanya angkat bahu, dan Roni ... jangan ditanya. Dia masih sibuk dengan gamenya.
"Tinggalkan aku sendiri," lirih Selena sesampainya di dalan rumah.
"Aku antar sampai ke kamar," kata Tobey.
"Tidak usah, aku bisa sendiri."
"Tidak usah membantah. Aku paling benci perkataanku dibantah."
Selena mengangkat wajah dan menatap Tobey. "Ada apa dengan kamu?" tanyanya.
Tobey balas tatapan itu. Alis tebal, mata bulat dengan bulu mata lentik, sungguh cantik. Tidak ada yang pernah menyadari hal itu selain Tobey. Selena bahkan saat ini tidak menyadari kalau kaca mata yang ia pakai lenyap entah ke mana.
Tatapan itu semakin dalam. Tobey perlalan menunduk dan dua tangan sudah merambat mengusap rambut Selena yang masih berantakan. Kemudian, usapan itu turun dan menyelusup pada bagian tengkuk.
Selena tidak bereaksi apa pun kecuali terpaku diam menikmati ciuman yang Tobey berikan. Kali ini berbeda. Tidak kasar seperti sebelumnya. Semua terasa hangat dan nyaman. Sentuhan demi sentuhan, tidak terelakkan, dan Selena, dia berpasrah dengan apa yang Tobey lakukan.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
My First Kiss (TAMAT)
RomanceHampir setiap akhir tahun, Selena selalu menghabiskan waktunya di rumah. Dia tidak terlalu peduli pada orang-orang karena menurutnya mereka hanya bisa mengolok-olok dirinya. Sampai suatu ketika, Selena harus menghadapi akhir tahun di rumah seorang...