Part 7

1.7K 143 27
                                    

PDF sudah ready ya, happy reading

Deana terus berlari menelusuri trotoar. Ia memakai masker yang diberikan wanita baik di toilet tadi yang sudah ia tipu. Tak apa juga sebenarnya, toh pakaiannya tadi cukup mahal, sedangkan kaos dan jaket wanita itu terlihat murah, jadi wanita itu tidak terlalu rugi bukan.

Melihat mobil anak buah Renov yang sepertinya mencarinya, Deana segera masuk ke dalam gang sempit dipertokoan. Ia membenarkan topi dan maskernya untuk menyamarkan penampilannya. Deana harus menahan nafas kala anak buah Renov turun dari mobil dan berpencar mencarinya. Ya Tuhaaaan, jangan sampai ia ketahuan. Deana takut sekali, apalagi mengingat pistol dan senjata lain yang dimiliki Renov, Deana benar-benar tidak mau mati konyol.

Deana sedikit bisa bernafas lega kala mereka berempat kembali menaiki mobil dan menyusuri jalan mencarinya. Sepuluh menit kemudian ia keluar dari gang sempit itu dan meneruskan perjalanan kakinya. Kakinya mulai lelah dan ia tidak punya uang untuk naik taksi. Dea mengedarkan pandangannya dan berfikir sejenak. Kemudian ia berjalan lurus menuju apartemen tunangannya, Dava. Untuk menuju rumahnya tidak mungkin karena terlalu jauh, ia memutuskan ke apartemen Dava untuk mencari bantuan.

Deana berjalan setengah berlari sambil sesekali menengok ke kanan dan ke kiri, ia khawatir anak buah Renov menemukannya. Ia tidak mau lagi ke tempat itu, jika ia apes dan ditemukan, maka satu-satunya jalan adalah membuka identitasnya. Tapi itu pilihan terakhir, bajingan seperti Renov tidak mungkin dengan mudah melepaskannya, pilihan utama adalah tidak lagi berurusan dengan pria itu.

Dea mengehentikan langkah setelah sampai di gedung apartemen Dava. Nafasnya ngos-ngosan karena kelelahan berjalan, Dea akhirnya duduk sebentar di lobby. Ia meminum air putih dingin yang disediakan gratis di lobby tempat itu.

Setelah lelahnya sedikit berkurang, Deana berjalan menuju lift. Penjagaan di apartemen ini cukup ketat, namun satpam yang sudah hafal padanya tidak mempermasalahkan kedatangannya. Setelah sampai dilantai apartemen Dava, ia langsung berjalan menuju tempat tunangannya itu. Untung ia masih hafal kode pintu apartemen Dava, jadi nanti kalau Dava masih dikantor, ia bisa menunggu disana.

Deana memencet angka yang masih jelas diingatnya, tanggal lahirnya. Mengingat itu membuat hatinya seketika menghangat, Dava memang sangat mencintai dan memanjakannya, sampai kode pintu pun tanggal lahirnya. Setelah pintu terbuka, Deana berjalan masuk ke apartemen milik tunangannya itu. Ia menuju dapur untuk mengambil minuman dingin karena ia cukup kelelahan.

Namun didepan pintu kamar Dava, suara aneh terdengar dari sana. Deana merinding seketika. Dava sedang dikantor, lalu siapa yang ada didalam ruangan itu?

Deana berjalan mengendap-endap setengah ketakutan. Bagaimana jika ada pencuri didalam, atau mungkin perampok. Atau kemungkinan yang paling buruk adalah anak buah Renov. Deana merinding membayangkannya.

Ia membuka pintu kamar Dava dan mengintip dibalik pintu yang ia buka sedikit. Alangkah terkejutnya Deana ketika matanya menatap lurus ke tempat tidur milik Dava. Disana ada tunangannya itu yang tengah berbaring telentang dan Irene yang tengah bergerak diatasnya penuh gairah. Tubuh mereka menyatu dan tangan Dava meremas-remas bokong Irene. Mereka menikmati penyatuan mereka sampai tidak menyadari pintu kamar sedikit terbuka.

"Kenapa kau tidak kekantor hari ini? Kenapa malah memanggilku kesini, kau tidak berusaha mencari tunanganmu?" Tanya Irene sambil memejamkan matanya bergerak diatas Dava.

"Aku tidak mau repot, toh keluarganya sangat berkuasa, mereka pasti menemukannya dengan cepat. Lagi pula tidak ada bedanya dia disini atau tidak, wanita sok suci itu tidak memuaskanku sama sekali. Aku jengah dibuatnya. Jika bukan karena permintaan kedua orang tuaku, aku tidak mau menerima pertunangan ini. Tidak ada bedanya bertunangan atau tidak, ia tidak mau disentuh sebelum menikah. Cih, aku benar-benar muak." Dava berkata ringan sambil menusuk-nusuk milik Irene dari bawah.

Air mata Deana menetes dengan sendirinya melihat dan mendengar sendiri pengkhianatan tunangan dan sahabat baiknya. Jadi selama ini mereka berdua berselingkuh dibelakangnya. Mereka berdua menusuknya dari belakang.

Belum sempat Deana berfikir, suara pintu apartemen yang dibuka membuat Deana langsung melarikan kakinya kedapur apartemen Dava. Ia bersembunyi dibalik pintu dan mengintip siapa yang datang, Dea sangat takut anak buah Renov menemukannya.

"Kalian sudah selesai." Teriakan dari seorang pria yang sudah tidak asing lagi bagi Dea seolah menjatuhkan batu ke kepalanya. Dengan tangan gemetar, Deana sedikit membuka pintu dapur dan mengintip. Mata Dea terbelalak melihat Arion dan Lidya duduk dengan santai diruang tamu apartemen Dava.

Apa yang terjadi ini?

Kenapa sepertinya mereka berdua sudah tahu perselingkuhan antara Dava dan Irene. Apa yang tidak ia ketahui sebenarnya.

Untuk menuntaskan rasa penasarannya, Deana tetap mengintip dibalik pintu dapur. Dan benar saja, tak lama kemudian Irene dan Dava muncul dari kamar dengan santainya. Mereka berdua duduk di kursi seberang Arion dan Lidya. Bahkan Dava langsung meminum alkohol yang dibawa Lidya sampai tandas.

"Kenapa kalian mengganggu? Untung kami sudah selesai, kalau belum, aku bisa saja membunuhmu." Perkataan geram Dava disambut gelak tawa oleh Arion, Lidya dan Irene.

Jadi selama ini Arion dan Lidya juga tahu perselingkuhan mereka. Jadi mereka berempat sepakat membodohinya. Hati Deana seakan diremas-remas mengetahui kenyataan itu. Air matanya menetes dengan sendirinya. Jadi selama ini ia benar-benar dibodohi oleh orang-orang disekitarnya.

Mistake (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang