Raga tanpa rasa

9.4K 678 45
                                        

.

Kinan bukan wanita Munafik ia menikmati ciuman dan cumbuan Naga, perlakuan pria itu masih sama lembut dan bersahaja. Dalam desahnya ia tidak lupa mulai besok awal ikrar laki-laki itu dengan wanita pilihannya akan dimulai. 

Rindu itu bukan hanya milik Naga, lebih besar rasanya dibandingkan pria itu namun cukup sekadar cumbu karena logikanya segera menegur jika hubungan mereka telah berakhir dan Kinan tidak boleh menjadi jahat. 

"Ada apa?"

Kinan segera mengenakannya kaos dan celananya.

"Kinan!"

"Enggak bisa gini Ga, ini salah." Kinan mengikat asal rambutnya.

Gejolak gairah dihentikan tiba-tiba dan kemarahan yang terhenti sejenak kini semakin menggila.

"Apanya yang salah?!"

"Besok lo tunangan, mikir perasaan calon lo Ga." Kinan menyalakan lampu agar kamarnya terang.

"Ada apa dengan lo?!"

Kinan berusaha untuk tenang. 
"Lo Ga, bukan gue. Pergilah." 

Kinan tidak ingin bertengkar karena takut akan menghancurkan semuanya. 

"Kembali Kinan, buka pakaianmu!"

"Gue enggak bisa, kalau mau temui tunangan lo. Kalian bisa melakukannya."

"Kinan!"

Tubuh polos Naga masih tertutup selimut sedang Kinan sudah mengenakan pakaiannya.

"Kita akhiri, Ga."

"Tidak ada yang berakhir!" Naga berteriak marah. "Gue ngomong baik-baik, ke sini Kinan." 

Kinan menggeleng. Firasatnya buruk, mungkin mereka akan bertengkar hebat malam ini.

"Kalau lo enggak mau biar gue saja." Kinan ingin mengambil ponselnya.

"Karena gue mau nikah?"

"Terlambat untuk mengatakan salah, tapi hubungan kita udah salah dari awal."

"Salah?" sinis Naga tak percaya pada ucapan Kinan. "Karena gue mau nikah makanya salah?"

"Gue bilang dari awal, Ga dan di sini gue yang salah kalau nurutin mau lo, sebab apa? Lo mau nikah, gue enggak mau egois karena kalau gue di posisi Arumi gue pasti kecewa."

"Maaf," kata Kinan saat melihat keterkejutan di raut marah Naga. "Gue tahu namanya dari tante, sumpah gue enggak kenal orangnya."

Kinan meminta Naga berhenti kalau tidak bisa dipastikan emosinya akan meledak.

"Jangan pura-pura buta Nan, lo lihat gue sekarang." Naga mengambil ponsel Kinan.

"Bukan hanya gue, dia juga bisa." 

"Kinan!"

"Lo udah milih Ga, seperti kata lo dia yang terbaik sesuai kriteria. Datangi dia, keluhkan nafsu lo di sana."

Amarah Naga tidak terkendalikan. "Kenapa, lo bosan karena itu lo ngejauhin gue?!"

"Sama seperti lo, gue juga pengen cari jalan hidup yang benar." Kinan tidak tahan lagi, tapi saat berbalik Naga menahan langkahnya dengan sebuah pertanyaan.

"Jika malam ini terakhir kalinya, lo enggak mau juga?"

"Tidak." Kinan melihat ponselnya yang masih berada ditangan Naga. "Jaga dia yang telah lo pilih, gue senang akhirnya lo nemuin wanita baik-baik."

Samar nada kecewa dari kalimat Kinan hingga terlewatkan begitu saja.

"Gue yang pergi." 

Naga mengenakan pakaiannya, napasnya memburu menahan marah. Lebih baik dia yang pergi dari pada Kinan keluar malam-malam begini.

Kinan menunggu pria itu selesai mengenakan pakaian tanpa membalikkan tubuhnya.

"Gue nikah, bukan mau mati. Alasan lo moral, gue hargai!"

Naga sudah selesai dan Kinan membuka lebar pintu kamarnya tanpa bicara lagi.

"Mudah banget ya." mata Naga merah, tidak pernah berpikir untuk meninggalkan apalagi berpisah dengan wanita itu.

"Karena gue mau nikah semua harus berakhir."

Seandainya posisi lo di gue, mungkin akan berlaku hal yang sama.

"Lo udah siap, sedang gue enggak pernah siap jauh dari lo."

"Pergi Naga!" Kinan tidak ingin bicara lagi.

"Gue yang jahat ya?" Naga menatap punggung wanita itu.

"Obrolan kita sudah selesai, pulanglah." 

"Bukan setahun Nan, kita udah bareng dari dulu."

"Jangan serakah, lo cowok. Rugi lo di karma, sedang gue?" air mata Kinan tidak bisa ditahan lagi.

"Gue cewek, harga diri udah gue serahin ke lo. Gue bukan cewek baik, karena itu gue minta pergilah. Pilihan lo udah tepat."

Naga mengeraskan rahangnya. "Gue enggak pernah ngerendahin lo, Kinan!"

"Makasih, itu cuma perasaan gue aja. Tapi serius gue enggak pernah nyesal pernah bareng sama lo." gue cuma nyesal cinta sama lo, padahal dari dulu lo udah bilang punya kriteria sendiri untuk calon istri harusnya gue pergi saat itu bukan malah nurutin kemauan lo dan kenyamanan gue.

"Gue enggak marah sama lo, tapi gue mohon jangan temui gue lagi."

"Gue sayang sama lo, Kinan."

"Pergi Ga, pergi!" 

Kinan histeris, sakitnya semakin terasa sesalnya telah terbukti kala amarah tersampaikan.

"Gue enggak butuh lo lagi, gue bisa sendiri. Lo udah milih artinya ada dia yang harus lo jaga, tidak ada lagi tentang kita."

Kinan memukul dadanya. "Plis pergi."

Air mata Naga tidak tertahankan, dengan hati kecewa dan marah laki-laki itu meninggalkan Kinan.

Gue udah jujur Ga, tapi lo enggak peka. Kecewa gue masih samar ya. Tidak apa-apa, tanpa gue lo pasti baik-baik saja.

Gimana dengan gue? Hari gue tetap sama mungkin keadaan yang berbeda karena tak ada lagi alasan untuk kugoreskan tinta di kertas putih.

Naga tidak tahu, tubuh Kinan ambruk di apartemen. Raga dan jiwa wanita itu telah hancur, pertahanannya tak sekokoh yang dibayangkan, tentang cinta begitu menyakitkan.

Katakan, ke mana akan dibawa raga tanpa rasa ini?



Seutas RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang