Sambil dengerin lagu di atas, kerasa banget sakit dan tololnya Kinan 😭
Aku nulis sampe nangis.
Selamat membaca :)
"Kenapa tidak angkat telepon?"
"Gue sibuk." Kinan meletakkan teh di meja. "Minumlah."
"Lo menghindar."
Kinan tersenyum. "Sekali-kali mampir, lihat gue di kantor ngapain."
Naga memperhatikan wanita yang memilih duduk di depannya. "Saking sibuk, Lo hanya balas satu pesan."
"Keteteran gue sama naskah yang masuk."
Tawa Kinan terdengar hambar di telinga Naga.
"Mama nanyain lo, sopan banget sampai enggak sempat mampir."
"Masih di sini?"
"Eum."
Kinan mengulum bibirnya, tidak ada masalah antara dirinya dengan orang tua Naga cuma akan lebih baik dia tidak bertemu apalagi mendengar kalimat wanita itu.
"Kapan-kapan gue mampir."
Kinan melupakan kue yang dibuatnya kemarin di kosan Nora. Selama dua Minggu ini tinggal bersama rekan kerjanya, karena tahu Naga akan datang ke apartemennya.
"Lo tidak tidur di apartemen." Naga terlihat frustrasi.
"Kerjaan gue banyak, tahu sendiri gimana bu Vinci kalau sampai enggak terkejar deadline."
Naga membuang muka, sejak mama datang Kinan tidak pernah datang ke apartemen bahkan mereka tidak pernah bertemu.
"Cicip, gue yang bikin."
"Bukannya lo sibuk?" Naga tidak menyentuh kue tersebut.
"Gue juga butuh makan, Ga."
"Ini kue, bukan makanan pokok. Kenapa?" tatapan Naga mulai tajam. "Lo tidak pernah datang, tidak tidur di apartemen, tidak mengangkat telepon ada yang lo sembunyiin?"
Kinan masih tersenyum. "Jangan aneh deh Ga."
"Lo yang aneh, Kinan!" dua Minggu Naga sudah bersabar, sekarang apalagi alasan wanita itu?
"Lo tahu gue enggak bisa kalau enggak ketemu sama lo, gue enggak biasa bangun tanpa lo di samping!"
Kinan meneguk ludah. Dia tidak ingin membuat Naga terlihat jahat.
"Sory, kelar deadline gue datang."
Naga tidak suka dan tidak biasa sedangkan dirinya harus menyukai pilihan laki-laki itu dan harus biasa tanpa Naga mungkin membiasakan diri melihat dengan siapa pria itu melangkah.
"Gue pernah tidur di mobil nungguin lo, percuma datang ke kantor jawabannya lo enggak ada di tempat!"
Posisi mereka masih sama, duduk berhadapan dengan pikiran berkecamuk.
"Bilang Kalau ada apa-apa, gue siap mendengarkan."
"Gue masih seperti dulu Ga, kerja dengan atasan yang lo tahu sendiri gimana." Kinan masih dengan alasannya.
Naga tidak menerima alasan Kinan. "Oke, gue pulang." Naga tidak ingin meledak di sini, lebih baik tiang listrik atau tembok yang menjadi pelampiasan amarahnya.
"Hati-hati."
Naga membanting pintu apartemen Kinan dan pergi dengan kemarahannya meninggalkan Kinan yang menangis dalam diam.
Naga tidak jahat, tidak ada yang memaksa mereka hingga menjalin hubungan tanpa status. Ia rela menjadi teman laki-laki itu tidak keberatan saat hubungan tersebut semakin intim.
Bukankah wajar jika Naga memilih wanita lain, wanita baik-baik untuk anak-anaknya nanti?
Kinan terisak. Dua Minggu cukup berat tapi sudah dilewatkan olehnya. Ke depannya dia akan melewatkan ratusan hingga jutaan Minggu bahkan harus menerima kenyataan yang telah digariskan untuk mereka.
"Ra, gue sakit. Hati gue sakit Ra." Kinan menangis di telepon.
"Mau lo itu Nan, sebagai teman omongan gue juga enggak masuk."
Kinan memukul dadanya. "Gue udah benar kan, jalan yang gue ambil udah tepat kan Ra?"
"Tergantung sampai kapan lo bertahan, kalau takluk maka lo kalah."
Kinan menggeleng. "Gue membiarkannya pergi, Ra. Naga marah." tangsian Kina tersedu-sedu.
Ini menyakitkan, hubungan tanpa arah itu akan segera selesai. Dia tidak punya hak melihat dan mengetahui keadaannya.
"Biar gue yang terlihat jahat, gue enggak mau keluarganya mikir yang enggak-enggak. Dia berhak dapat yang lebih baik kan Ra?"
"Lo baik, dia brengsek!"
Kinan menggeleng, Naga pria baik. Kinan yang salah di sini menaruh rasa pada laki-laki berstatus sahabat.
Sore itu kelabu, langit ikut pilu pada patahan hati Kinan. Wanita itu sedang belajar melepaskan seseorang yang tidak akan menjadi miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seutas Rasa
RomansaKinan bukan kekasih Nagara tapi Kinan yang bisa mengerti pria itu. Nagara menganggap Kinan sebagai kebutuhan primernya setelah nasi dan tempat tinggal. Ketika dihadapkan pada keinginan orang tua untuk membawakan calon masing-masing, mereka mulai g...