Danau, Rumah Pohon dan Makan Siang

7.6K 590 4
                                    

Siang itu, setelah mereka berlari pagi. Gara lebih dulu siap dengan kemeja putihnya dan celana jeans, menunggu Dara yang sedang mandi dan berganti pakaian.

Gara yang menyiapkan pakaian untuk Dara.

"Yuk!" ucap Dara tiba-tiba lalu melingkarkan tangannya pada lengan Gara.

Gara menolehkan kepalanya ke samping lalu menatap Dara dengan kagum. Gadis itu tidak pernah berubah.

"Itu gaun favorit kamu, dulu." Gara berujar seraya mengamati gaun bermotif bunga-bunga berwarna kuning cerah selutut yang dipakai Dara.

Dara membeku. "Oh? Begitu ya?" tanya Dara lirih. Gara mengangguk lalu mengajak Dara masuk ke dalam mobil.

"Gara... Kita akan--"

"Tidak boleh bertanya, Adara Sayang."

Dara bungkam disertai pipinya yang merona merah karena ucapan Gara. "Aku kasih clue; kita akan ke tempat pertama kalinya kita kencan." Gara berujar sambil menyetir. Ia menyunggingkan senyumnya.

Dara menghela napas. "Mana aku tahu..." gumam Dara.

Sepanjang perjalanan, Dara terus menatap kota metropolitan yang ramai. Melewati gedung pencakar langit yang bertebaran dimana-mana.

Tak lama mobil pun memasuki kawasan tanah merah yang becek. Dahi Dara berkerut, ia sama sekali tidak bisa mengingat dimana ia berada.

Sekitar lima belas menit, akhirnya mobil sampai di depan jalan setapak. Gara yang lebih turun lalu berlari kecil menuju pintu sebelah kiri lalu membukakan pintu untuk Dara.

Dara turun dari mobil dengan bingung, sedangkan Gara menggamit jemari Dara menuju jalan setapak itu.

Hanya berjalan lima meter, terlihat danau berwarna kehijauan karena lumut. Suasananya yang tenang dan hangat. Dara tersenyum melihatnya.

"Kita pernah bermalam di sini, karena ide kamu. Tapi saat malam tiba, kita yang tidur beralaskan dua lembar kain, malah terus-terusan diganggu nyamuk." Gara bercerita lalu terkekeh. Matanya menerawang.

Mau-tak mau, Dara ikut tertawa. Mereka berdua berjalan lagi ke tempat pohon yang lebih rimbun.

Sebuah rumah pohon yang berwarna-warni terdapat pada salah satu pohon yang besar. "Setahun setelahnya, aku buat rumah pohon ini di sini, jadi semakin sering kita berkunjung atau kadang di saat kamu sedang merengut," lanjut Gara sambil tertawa pelan.

Tangganya bukan tangga yang menempel pada batang pohon, namun benar-benar dibuat seperti anak tangga pada rumah yang melingkar pada batang pohon itu.

Mereka menaiki anak tangga lalu duduk di tepi ujung rumah pohon sembari menatap air danau yang tenang itu.

"Kita akan makan siang di sini, sebentar lagi aku ambil makanannya di mobil." Gara berujar tiba-tiba. Dara menjawabnya dengan anggukan lalu menyenderkan kepalanya ke pundak Gara.

"Kamu tidak mau tahu bagaimana perasaan aku?" tanya Dara pada Gara. Hati kecil Gara selalu penasaran, apa yang dirasakan Dara saat ini. Namun ia takut. Takut kalau jawaban Dara malah membuatnya meninggalkan Dara dan kehilangan Dara.

Alih-alih menjawab pertanyaan Dara, Gara malah berkata, "Tidak boleh bertanya, peraturannya begitu."

Gara ingat ucapan Dara kala itu. Dara pernah bilang, ia tidak percaya jatuh cinta pada pandangan pertama.

Dengan Dara yang 'baru' ini, pastinya Gara hanyalah tokoh baru dalam hidupnya. Walaupun Gara sudah memperlakukan Dara dengan manis, belum tentu Dara jatuh cinta lagi pada Gara.

Setidaknya, biarkan seperti ini. Membiarkan Gara melepas rasa rindunya. Jika Dara tidak jatuh cinta pada Gara lagi, Gara akan merelakan Dara.

Sesimpel itu.

The One Who WaitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang