Gara mengunci mobilnya lalu berjalan memasuki rumah Dara. Diketuknya pintu rumah yang tak lama dibukakan oleh Bunda.
"Untunglah, Gara sudah datang. Dari semalam Dara mengunci dirinya di dalam kamar. Belum keluar. Bunda bingung apa yang terjadi pada Dara, mungkin Gara bisa membujuknya. Dia belum makan dari semalam," tutur Bunda dengan khawatir.
Dengan segera, Gara memasuki rumah lalu berjalan ke arah kamar Dara berada. Diketuk pelan pintu kamar Dara.
"Dara? Ayo, kita makan. Kebetulan, aku juga belum makan. Atau aku bisa menyuapimu, seperti dulu. Aku jadi teringat kamu pernah mencoba untuk diet tapi aku malah seharian mengajakmu berkuliner." Gara bercerita sambil tertawa kecil mengingat masa lalu.
"Kita bisa mengulang kejadian waktu dulu. Aku bisa meminta izin Ayah dan Bunda untuk membawamu pergi ke Bandung, itu pun kalau kamu mau. Di sekitar Jakarta juga tidak masalah, sih." Gara melanjutkan.
Hening sebentar. Dara tidak menanggapi ucapan Gara.
"Oke." Gara bersuara lagi. "Aku akan menunggu kamu membukakan pintu, aku duduk di sini."
Gara duduk di depan pintu kamar Dara lalu bersandar pada pintu itu. Pikirannya melayang saat Dara yang sering merajuk karena keusilan Gara. Tapi yang membuat Dara tersenyum lagi adalah Gara.
Dara selalu luluh dengan segala yang berhubungan Gara. Dulu.
Tiba-tiba pintu kamar Dara terbuka membuat Gara kehilangan keseimbangannya namun dengan sigap ia berdiri untuk membujuk Dara.
Dilihatnya Dara sehabis menangis. "Kamu kenapa, Dara?" tanya Gara lembut lalu memeluk Dara sambil mengelus punggung Dara, membuat Dara tenang.
"Kamu tunangan aku, Gara?"

KAMU SEDANG MEMBACA
The One Who Waits
ContoMenunggu. Menanti. Hanya itu yang bisa Gara lakukan. Ia menyesal dengan apa yang terjadi setahun lalu. Kini ia kembali mencari dan mencoba menghubungi Dara. Tapi, apakah setelah menunggu ketidakpastian ini Dara akan menerima Gara kembali masuk ke da...