Ditemani dengan berkrat-krat botol anggur putih, Gara terduduk di pojok kamar menghadap jendela. Menatap kosong, tanpa harapan. Matanya sayu dengan lingkaran hitam di dekat matanya.
Sudah beberapa hari ini Gara seperti mayat hidup. Memesan anggur putih dan duduk menghadap jendela.
Terkadang Gara tiba-tiba menangis saat menatap jendela kamarnya dengan pandangan kosong. Ucapan Dara tempo lalu masih terngiang di kepalanya.
Dara tidak mengingat siapa Gara.
Seharusnya Gara tahu diri, itu salah satu pengusiran halus dari Dara. Dara tidak membutuhkan Gara di kehidupannya lagi. Lagipula, untuk apa Gara bersedih? Bukankah dia telah meninggalkan Dara?
Gara masih terlarut dalam kesedihannya. Hingga sebuah telepon masuk dari Bunda, Bundanya Dara.
"Gara, Dara bisa pulang besok. Kalau ingin menjenguk, Gara datang saja ke rumah, ya?" tutur Bunda dengan halus.
Gara menghela napasnya lalu memijat keningnya. "Ya, Bunda. Terima kasih."
Gara bingung. Haruskah ia pergi saja atau... tetap tinggal?
KAMU SEDANG MEMBACA
The One Who Waits
NouvellesMenunggu. Menanti. Hanya itu yang bisa Gara lakukan. Ia menyesal dengan apa yang terjadi setahun lalu. Kini ia kembali mencari dan mencoba menghubungi Dara. Tapi, apakah setelah menunggu ketidakpastian ini Dara akan menerima Gara kembali masuk ke da...