Part 12

2.1K 128 1
                                    

Rafa POV

Aish... kenapa dia harus sekolah disini sih? Di kota ini kan masih banyak sekolah yang mau menampung dia. Kurasa mimpi burukku itu benar-benar akan terjadi. Mungkin hal menakutkan ini benar akan terjadi. Beberapa kali suara ketukan pintu terdengar.

Saat sudah kubuka, sungguh terkejut bukan main. Bagaimana bisa tidak? Yang bertamu di rumahku adalah dia.
"Hei long time no see babe. How are you now?" ucapnya dengan aksen barat dibuat-buat. Menjijikkan.

Aku tersenyum sinis. "Berani juga datang ke sini? Gak mungkin kan datang ke sini cuma mau tahu kabar gue! Jadi, langsung ke intinya! Lima detik lagi gue akan tutup pintu!"

"Wow, selow dong.... Ah iya, dengar-dengar lagi deket nih sama adek kelas. Siapa namanya? Shafa... Shafa Az Zahra! Lo suka sama cewek tengil itu?"

"Apa pedulinya lo sih?! Udah lah ya, kita udah punya hidup masing-masing! Jadi lo, jangan suka usik hidup orang!"

Dia tersenyum mengejek. "Dari dulu rasa ini gak pernah berubah loh Raf. Lo tahu kan, gue bisa aja ngelakuin sesuatu sesuka gue. Rasa-rasanya kali ini gue pengin habisin Shafa. Mungkin dengan membuat setiap detiknya tersiksa kedengarannya asik juga, iya gak?"

Tanpa menyahuti ucapannya langsung kututup pintu dengan keras. Gak tahu kenapa, rasanya gak enak. Berkali-kali menghubungi ara tidak ada jawaban.

"Bro, ada Ara gak? Gue telponin gak ada jawab," tembakku langsung setelah tahu kalau Adam yang buka pintu.

"Lo kenapa sih kayak orang di kejar setan! Ara barusan pergi soalnya ada janji sama temennya, handphone-nya ditinggal mungkin." 

Tanpa lama, gue seret aja tangannya. Toh dia juga gak keberatan. Dalam perjalan otakku hanya memikirkan Ara. Firasat ini bilang dia di sekitaran restaurant biasanya. Gak tahu speedometer ini nunjukin angka berapa, yang gue yakin lebih dari 100km/jam. Mendekati area restaurant kecepatan aku turunkan.

Dari sini aku bisa melihatnya, iya dia Ara. Gak salah lagi, gue langsung turun dan bergegas menghampiri. Kami bersebrangan cukup jauh, tapi tiba-tiba dia menoleh. Mimiknya terkejut, orang bilang kalau sama-sama cinta bisa aja kayak punya radar. Jadi walaupun jauh, tapi masih tahu.

Dia hendak menyebrang, aku tahu. Jalanan cukup lenggang, tapi siapa sangka aku melihat sebuah mobil melesat kencang. Dentuman yang begitu kencang terdengar, ditambah decitan ban bergesekan dengan aspal memekakkan telinga. Tapi semuanya sudah gelap, hanya teriakan gaduh orang yang kudengar. Saat itu, memori lama berputar begitu saja dengan kegelapan.

Shafa Az Zahra POV

Ku lihat hanya bayangan putih bersinar di sana. Ya, kulihat dia tersenyum kemudian melambai kecil ke arahku. Kupanggil nama nya berkali-kali tetapi tetap saja dia terus berjalan. Berjalan menuju sinar itu. Ku panggil sekali lagi tapi dia berhenti sejenak lalu melenggang pergi lagi. Tanpa menoleh sedikitpun.

Sedikit demi sedikit kubuka kelopak mataku. Bau obat menyeruak menembus indra penciumanku. Dinding berwarna skyblue mendominasi ruangan. Kurasa aku sedang berada di rumah sakit. Tidak lama kemudian pintu terbuka, melihatkan sosok Mama dan Adam.

"Gimana keadaannya? Mendingan?" ucap Mama panik, aku yang mendengar itu segera saja ku lontarkan senyum tipis ke arahnya untuk sedikit menenangkan.

Seolah isyarat, everything will be ok.

"Sedikit lebih baik. Dimana kak Rafa? Dia baik-baik aja? Tidak terjadi apa-apa kan dengannya?" ucapku kemudian, panik dan berusaha untuk duduk. Tapi langsung saja dicegah oleh Adam.

"Shuuut... gak perlu khawatir, dia baik-baik aja kok. Tenang aja," katanya menenagkan sambil membantuku kepada posisi sedikit duduk.

Kurasakan kepalaku sedikit pusing. "Jangan terlalu banyak gerak. Tadi kepalamu sedikit membentur trotoar," jelasnya.

Secara tidak sadar setitik air mata jatuh. Rasanya takut dan sedikit senang mengatahui dia baik-baik saja. Tapi, hutang budi itu bagaimana aku membalasnya? Malam itu... ada gelenyar aneh yang tak pernah aku rasakan sebelumnya. Seolah ada radar, ada yang memberi tahu bahwa dia di sekitarku. Apa namanya rasa ini?

flashback on

Sore ini setelah mandi, lagu geek in the pink melantun. Nomor tak di kenal lagi, dan aku abaikan. Tidak lama kemudian lagu itu melantun kembali dan membuatku geram. Ku angkat saja telpon nya.

"Halo dengan siapa ini?"

"......"

"Oh ternyata kamu Lee. Baiklah, lagi pula aku juga tidak ada pekerjaan untuk sore ini."

"......"

"Okai, bye."

Saat akan menyebrang ke tempat tujuan seolah hati bicara ada Rafa di sekitarmu! Benar saja ada dia.

Saat akan mengambil Hp dari tas ku ternyata aku lupa tidak membawanya. Tapi setelah menengok kanan-kiri kuputuskan untuk menyebrang. Entahlah aku tidak terlalu memerhatikan dia. Tapi dia berlari ke arahku dan mendorong ku kebelakang. Aku sempat terpekik dan tersentak kaget. Berbarengan dengan itu suara dentuman begitu terdengar sangat keras dan aku melihat dia terpental cukup jauh.

DYAR!!! Bunyi itu terdengar sangat jelas. Mataku terpejam, rasanya sudah lemas semua. Hanya teriakan gaduh orang sekitar yang mendominasi di telingaku sekarang bersama kegelapan.

Flashback off

"Udahlah jangan nangis terus. Kepala mu nanti bisa tambah sakit." Dielusnya terus punggungku.

Saat sudah reda aku memberanikan untuk bertanya. "Eh kak, kok Rafa ada di situ sih? Sama kadam juga?"

Tangannya sibuk mengganti channel TV. "Waktu itu kurang lebih lima belas menitan kamu pergi dia ke rumah. Katanya kamu ditelfon tapi gak ada jawab." Dia menemukan film Tom&Jerry.

"Terus?"

"Dia nyeret gue aja gitu, dan gue gak tahu mau ke mana dia nyetir. Waktu udah nyampe dia langsung turun, tapi gue masih di dalam dan turunnya telat. Waktu gue baru turun gue lihat... lihat kejadian itu begitu cepat. Ya ternyata kata-kata Rafa emang bener. Kayak dejavu," ucapnya sambil menerawang.

"Bisa anterin ke Rafa?" pintaku dengan suara serak.

"Tapi Shaf... dia di ICU." Rasanya dihantam palu berkali-kali.

Dari balik kaca aku bisa melihatnya. Lelaki yang terbaring begitu lemah. Beberapa alat medis yang aku gak tahu apa aja nempel di tubuhnya. Mataku seolah hanya ada satu tatapan. Dia. Setitik air mata terjatuh lagi, tanpa sadar menjadi isakan yang terdengar begitu menyakitkan.

Lagi-lagi aku menyusuri padang rumput yang indah, seperti surga kecil. Ku lihat seorang pria menuju ke arah datangnya sinar. Dia berjalan dengan gagah dan wajahnya sedikit lebih ceria. Kupanggil namanya tetapi tak dihiraukan. Aku berlari mengejarnya namun, setelah tinggal beberapa langkah lagi aku berhenti. Kupanggil sekali lagi namanya. Dia menoleh kemudian menghampiriku dan memelukku sekilas. Kemudian kembali lagi ke asal cahaya itu.

"Kak Rafa!!! Kakak!!!" teriakku sambil sedu sedan, tapi dia tetap berjalan menuju sumber cahaya itu.

Muhammad Adam Sultan POV

Gimana bisa tega ketika orang yang kamu sayang jatuh terpuruk. Ingin menyelamatkan, tapi tidak tahu apa yang harus dilakukan lebih dulu.

Itu lebih bodoh!

---

Entah dapetin feel apa gak. Gagal rasanya. Bentar lagi mau epilog nih wkwkwk... hasil edit. Saya hanya publish di wattpad, kalau nemu cerita yang sama tolong bilang ke saya ya :) terimakasih.

Sabtu, 11 April 2015 (18:34)
Hasil edit, Sabtu 7 Mei 2016 (19:42)

Khafidtazshafanz

RaRaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang