Terkuak

1 1 0
                                    

Haii update lagi kitaaa:)))))

Gimana kabar kalian? baik kannn:)))

Terima kasih udah mampir disini. Oh iya, jangan lupa klik bintang dibawah yaaa, biar author nambah semangat buat nulissss, hihihi

Apapun itu, Happy Reading, dan semoga sukaaaaa

******

Kini Feby sedang menunggu dokter yang sedang memeriksa keadaan Dela. Feby merasa bimbang saat ini, gadis tersebut bingung harus menghubungi keluarganya Dela lewat cara apa, sedangkan nomer telfon dari keluarga nya saja ia tidak punya. Alhasil, Feby hanya bisa menghubungi Dina, untuk menemaninya disini di rumah sakit.

"Feb," Feby tersentak kaget mendengar panggilan tersebut.

"Dina, lo bikin kaget gue aja sih. Lo kapan datengnya, kok gue gak liat?" tanya Feby

"Gue dateng pas lo lagi ngelamun, lo sih ngelamun aja," omel Dina

Feby tersenyum miris

"Gue, kasihan sama Dela, kepikiran," lirih Feby

Dina menghela nafas berat. Pasalnya Dina dibuat kaget. Feby menelpon nya dengan suara paniknya mengenai keadaan Dela.

"Sekarang gimana keadaannya?" tanya Dina

Feby hanya bisa menggelengkan kepalanya

"Gue gak tau, gue masih nunggu dari tadi, dokternya lagi memeriksa si Dela," ujar Feby dengan lesu

"Yaudah, kita tunggu aja ya,"

Tak lama itu, dokter pun keluar dari ruang rawat Dela.

"Keluarga pasien,"

"Saya dok, saya teman nya pasien," jawab Feby dengan cepat.

"Baik, kondisi pasien sudah lumayan cukup baik, dan sekarang pasien sudah sadar," ujar dokter tersebut

"Alhamdulillah," ucap Feby dan Dina bersamaan

"Namun ada hal yang ingin saya katakan, apakah pasien sedang mengalami kekerasan fisik?" tanya dokter tersebut dengan serius

Feby dan Dina langsung terkejut kaget.

"Maksudnya dok?" tanya Dina dengan hati-hati

"Saat saya periksa tadi, saya menemukan banyak luka memar di tubuh nya,"

"Dan saya berasumsi, bahwa pasien mengalami kekerasan fisik," lanjut dokter tersebut.

Feby dan Dina terdiam mematung,

"Dan ketika saya tanyakan, dia hanya diam saja,"

"Mungkin kamu bisa tanyakan langsung sama pasien dengan perlahan tanpa paksakan, tentang luka memar tdi, yang di takutnya pasien akan terguncang nantinya," ujar dokter tersebut

"Baik dok, pasien sudah boleh di jenguk kan dok?" tanya Feby

"Sudah boleh, kalau gitu saya permisi dahulu," pamit dokter tersebut.

"Terima kasih dok,"

*****

Feby dan Dina masuk ke ruangan rawat inap Dela, disana terlihat Dela duduk termenung, tatapannya kosong kedepan.

"Del," panggil Feby

Dela menoleh, lalu tersenyum tipis

"Gimana keadaan lo, udah mendingan?" tanya Feby

"Gue baik," ujar Dela singkat

Feby menghela nafas kasar

"Yaudah, sekarang lo tiduran aja lagi," ujar Dina

"Iya,"

Suasana mendadak diam, saat dimana sesuatu yang mengejutkan disana, sesuatu yang terkuak dari kejadian Dela tersebut.

"Gue dipukul," lirih Dela

"APA!" teriak Feby dan Dina bersamaan

Dela hanya tersenyum miris, lalu melanjutkan ucapannya.

"Gue selalu di pukul kalo gak nurutin kemauan mereka,"

"Gue..." lirih Dela

"Del, udah. Kalo lo belum siap cerita gak papa, kita bakal tunggu lo siap cerita semua," ujar Feby dengan pelan

Dela menggelengkan kepalanya

"Gue selalu di tuntut sempurna sama orang tua gue, sebenarnya dari dulu, gue gak mau ngambil manajemen, tapi bokap maksa gue buat masuk manajemen,"

"Gue dipaksa untuk belajar bisnis, yang mana gua gak ada bakat ke arah sana. Parahnya pas nilai semester keluar," lirih Dela.

"Gue selalu dipukul kalo dapet IPK dibawah 3,6. Sedangkan otak gue pas-pasan, gue gak bisa. Gue selalu di omong anak gak berguna, anak yang bodoh, bokap sama nyokap gue bahkan selalu ngebandingin gue sama anak temannya yang pas nilai semester selalu dapet IPK 4,"

"Gue gak berguna ya," ujar Dela dengan tertawa sumbang.

Feby dan Dela tidak sanggup lagi mendengar ucapan Dela, mereka bertiga berpelukan, saling menguatkan satu sama lain.

"Lo jangan ngomong kayak gitu," perau Dina

"Jadi ini alasan kenapa lo sering nyuruh gue nunggu di gang depan?" tanya Feby dengan penasaran

"Iya, gue gak mau lo semua nya tau," lirih Dela dengan menundukkan kepalanya.

"Tapi gak bisa gini Del, masa anak nya di pukul terus-terusan,"

"Dan parahnya lo cuma diam aja, dan gak berusaha untuk cerita sama kita?" tanya Feby dengan emosi

"Mau sampe kapan kaya gini terus, mau sampe babak belur lagi, atau bahkan lebih parah dari ini," emosi Feby lagi

"Feb," tegur Dina

"Gak bisa gitu Din," sahut Feby dengan suara mulai bergetar

"Kalau emang gak mau setidaknya jangan di paksa, atau bahkan di sampe di pukul. Kita gak bisa memaksa seseorang untuk harus masuk dalam suatu hal yang bukan kapasitas dia,"

Feby menangis tersedu, satu sisi ia merasa bersalah dengan Dela karena perkataannya barusan, yang mungkin terlalu kasar. Namun, satu sisi ia kesal dan tidak terima jika Dela di perlakukan kasar seperti itu.

"Gue minta maaf, gue sungkan mau cerita, gue gak mau ngerepotin kalian," perau Dela

"Udah, Feb lo jangan ikut emosi juga," tegur Dina

"Del, sekarang apapun itu lo sekarang gak sendirian, lo ada kita yang bisa buat curhat apapun, tenang ya, kita bakal bantu lo," ujar Dina dengan menenangkan

"Makasih," lirih Dela. Entahlah Dela bersyukur sekali bisa bertema dengan mereka.




































Maaf kalo feel nya kurang :((((((((
Apapun itu, terima kasih yang udah sempat membaca cerita ku ini

See u guys

KeraguanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang