Sore itu mereka berdua masih berada di ketinggian. Pemuda di samping Ja terlihat sangat bahagia, sedari tadi tak berhenti mengabadikan perjalanan menaiki helikopter pertamanya.
Ya, First sangat menyukai helikopter. Sudah sejak lama ia ingin berkeliling menggunakan kendaraan udara ini, terlebih bersama orang yang dia cintai.
Awan-awan putih terlihat menutupi sebagian sungai chao praya jika dilihat dari atas, tapi hal itu tidak memungkiri First untuk tetap memotret.
"Ja! lihat itu.." First menunjuk sebuah rumah besar, yang tak lain adalah rumahnya.
"Hm, kau suka?"
"Tentu saja! ini merupakan salah satu list ku apa kau tahu?"
Ja sedikit terkejut, "ini artinya aku orang yang ikut mewujudkan keinginanmu?"
"Benar, tapi.. keinginan terbesarku adalah tetap bersamamu, menjadi salah satu orang yang berarti dalam hidupmu, selamanya." Tutur lelaki ini dengan ceria.
"Aku tahu. First, di ketinggian 10.000 kaki ini sekali lagi aku akan menyatakan perasaan ku padamu." Pria ini menjeda kalimatnya, First menatap dalam hazel beruang kesayangannya.
Sebuah buket camelia di berikan kepadanya, semerbak harum menyapa indra penciumnya. Ja meraih tangan-tangan yang bergetar itu, lalu mengecupnya hangat.
"Maaf untuk luka yang lalu, akan ku ganti segera dengan bahagia yang baru."
"Aku mencintaimu, di seluruh hidupku, sampai nafas terkahirku, hanya dirimu.. kasihku."
Setelah itu, Ja mengajak First untuk melompat dari ketinggian. Parasut yang telah di persiapkan bekerja dengan semestinya, terlihat First berpegangan erat.
Lelaki ini enggan untuk membuka matanya, menahan suara yang akan keluar dengan kerasnya. Ja mengelus punggung pria nya, lalu meyakinkannya untuk berteriak sekencang yang dia mau.
"Berteriaklah First, tidak apa."
"Apa telingamu akan baik-baik saja?" Tanyanya terdengar tidak begitu jelas.
Ja mengangguk, "tenang saja, kita akan berteriak bersama. Lepaskan semua beban dipikiranmu, yakinkan dirimu bahwa ini bukanlah semu."
Detik itu mereka berteriak bersama, membiarkan udara dan awan menabrak wajah yang selama ini terbalut rasa takut yang berlanjut.
Hilang sudah apa-apa yang di takutkan, mereka memilih kembali berada di jalan yang telah takdir tentukan. Merajut kembali kisah kasih yang sempat merenggang, akibat hubungan mereka yang berada di batas ambang.
Tidak ada kata tidak mungkin bagi insan yang memiliki keyakinan lebih, mau bersabar sekalipun dalam keadaan tertatih-tatih.
♥︎ 𝐋𝗈𝗏𝖾 𝐖𝗂𝗍𝗁 𝐘𝗈𝗎 ♥︎
"Phi Ja lama sekali? aku khawatir dengan pakaiannya." Smart mondar-mandir di depan tv.
"Smart! minggir dulu, artis kesukaan Mae mau tampil. Jangan di depan tv!" Teriak sang ibu, Smart yang tidak mendengarkan akhirnya mendapat hantaman remot.
"Kucep weh"
"Makanya minggir!!"
Smart yang mengalah akhirnya minggir, lelaki ini mencoba menghubungi Chai. Barangkali kakaknya mampir kerumah anak kembar itu, kan?
"Halo."
"Mau apa?"
"Kau tahu dimana Phi Ja berada? baju yang bersimbah darah tadi masih dia pakai."
"Tenang saja, dia sekarang sedang berada di awan."
"Apa maksudmu?! Phi Ja baik-baik saja bukan?"
"Kau ini dodol sekali. Ah, Ja sedang melakukan terjun payung bersama First."
"Ohh begitu, terimaksih infonya."
"Ya."
Tut tut tut
Chai mengakhiri panggilan itu sepihak, tapi setidaknya Smart bisa merasa lega karena kini kakaknya sedang bersama orang yang tepat.
Hampir saja berbalik menuju kamarnya, pria kesayangannya datang. James memeluk Smart erat, sesekali mencium aroma parfum yang di pakai olehnya.
"Kau datang? aku pikir sedang sibuk."
"Ish, jangan berpikir seperti itu. Kau tahu bukan, apapun bisa kulakukan untukmu."
Smart mengusak surai milik pria setinggi dadanya itu pelan, kemudian mengangkat tubuh itu dalam gendongannya.
"Mae, kami keatas." Ucap Smart.
Dengan senyum menggoda nyonya Suansri mengangguk. "Ya, ya, hati-hati. James, anak itu sedang marah!!"
"Krub Mae."
♥︎ 𝐋𝗈𝗏𝖾 𝐖𝗂𝗍𝗁 𝐘𝗈𝗎 ♥︎
"Setelah ini mau kemana?" Tanya Ja pada pria kecilnya.
First berfikir sesaat, "pantai!"
"Pantai? ini sudah hampir petang, tapi tidak masalah jika sebentar."
"Ayoo"
Mereka berdua berangkat dengan mobil Ja. Sore ini rasanya berbeda, tidak seperti sore-sore lainnya. First berharap semoga sore selanjutnya dan selamanya akan selalu seperti ini.
Beberapa menit berlalu, mereka akhirnya sampai. Netra mereka di sambut gundukan pasir putih dengan angin yang bertiup lirih menggoyangkan daun-daun pada pohon kelapa yang menjulang tinggi.
Deburan ombak terlihat teratur, hanya terlihat beberapa pengunjung saja yang tersisa. Menetap disini sedikit lama untuk menyaksikan kepulangan senja.
"Ja, ada apa dengan tatapan teduh itu?" Tanya First terheran.
Ja menggeleng pelan, "coba senyum. Yang lebar, hemm kaya gini." Ja mencontohkan pada pria kecil didepannya.
"Tapi janji dulu."
"Janji kenapa?"
First menunjukkan jari kelingkingnya, "dilarang nyubit pipi aku! ayo janji.."
Ja menautkan kelingkingnya dengan kelingking First."Janji."
Pria ini kemudian tersenyum lebar seperti yang Ja mau. Dua pasang hazel itu bertemu, membuat Ja semakin tenggelam dalam rasa hangat yang lama tidak dia dapat.
Lelaki ini mendekatkan wajahnya, membuat hembusan nafasnya menerpa wajah ayu didepannya. Di kecupnya bibir mungil itu penuh kasih sayang, Ja hanya ingin mengganti hati patah yang telah usang.
"Aku minta maaf untuk semuanya, baik luka yang lalu maupun lupa yang baru."
"Juga, ukiran indah di bibirmu yang selalu kutunggu, kini mulai terlihat lagi. Kau tau? Itu membuatku tenang."
TBC
14/05/2k22
796 kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love With You | Jafirst [END]
FanfictionBertemu pujaan hati setelah sekian lama berpisah. Bukankah seharusnya saling menuangkan rasa rindu? Namun, apa yang terjadi pada pemuda manis bernama First ini jauh dari hal itu. Sang tunangan, Ja seakan tak memperdulikan dirinya semenjak kepulangan...