Badan Tasya lemas sekali. Sesekali dia ingin muntah, tapi tidak jadi. Sampai-sampai cewek itu mendapatkan banyak tatapan prihatin dari penumpang lain. Tasya jadi malu sendiri. Dia meringis dalam hati, kapan sampainya, sih?
"Tangan lo," kata Nathan sambil menunjuk tangan Tasya dengan dagunya. Dia berusaha terlihat tetap cuek untuk menutupi sikap perhatiannya terhadap Tasya.
Tasya pun mengangsurkan salah satu tangannya kepada Nathan. Dengan cekatan, cowok itu menuangkan minyak kayu putih ke telapak tangan Tasya, lalu meratakannya.
Bukan tangannya aja yang mendadak jadi hangat. Hati Tasya juga. Satu spekulasi pun terbentuk di kepalanya, walaupun Nathan jutek, ternyata dia tipikal orang yang peduli terhadap sesama.
"Nath, sekolah gue masih jauh ya?" tanya Tasya dengan suara lemas, sangat berkebalikan dengan suara cewek itu sebelum-sebelumnya yang penuh dengan keantusiasan. Ia mendekatkan telapak tangannya ke area hidung, kemudian menghirup aroma minyak kayu putih dalam-dalam.
"Lumayan. Ini masih sampai Jalan Soekarno-Hatta," balas Nathan.
Tasya seketika memberengut. Dari jalan tersebut ke sekolahnya yang berada di Jalan Veteran, tentu masih lumayan jauh.
"Lain kali kalau naik bus, jangan makan segitu banyak. Jadi mabok, kan," ujar Nathan.
Tasya lantas mengiyakan dengan nada terpaksa. "Iya, iya."
Menyadari kening Tasya bertetesan keringat, tangan Nathan bergerak untuk menarik tissue dari dalam tasnya. Kemudian menyodorkannya kepada Tasya. Kurang baik apa coba Nathan?
"Lapiiin," kata Tasya dengan bibir manyun yang dibuat-buat.
Nathan berdecak. "Dasar manja ya lo!" Tapi walaupun cowok itu kesal, dia mau-mau aja berbaik hati mengelap keringat Tasya.
Sementara Nathan mengusap lembut kening Tasya dengan tissue, cewek itu susah payah menahan senyum. Kalau diperhatikan dari jarak dekat, ternyata Nathan ganteng juga. Ia begitu terpikat dengan manik hitam legam Nathan yang diperindah oleh bulu mata super lentik cowok itu.
Coba kalau nggak judes, pasti Tasya udah jatuh hati sama Nathan.
Selanjutnya, Nathan harus merelakan bahunya menjadi sandaran kembali untuk Tasya. Cowok itu menghela napas panjang. Nggak ada alasan juga untuk menolak.
Bus merambati jalanan bergelombang, sehingga bus dan seisinya jadi bergoyang-goyang. Hal tersebut kontan membuat kadar mual pada perut Tasya semakin bertambah. Sesekali cewek itu meracau memanggil mamanya. Kalau kayak gini, Nathan jadi nggak tega. Sekalipun Tasya lumayan membuatnya sebal karena tingkah lakunya.
"Sabar, ya. Bentar lagi sampai." Napas Tasya tercekat begitu telinganya menangkap lima kata yang baru saja mengudara. Kali ini intonasi suara Nathan terdengar ramah dan bersahabat.
Hanya lima kata. Namun mampu membuat hati Tasya jadi berantakan tak karuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bus Sekolah
Short Story[short story] Ketenangan Nathan di bus sekolah dirampok secara paksa oleh Tasya, penumpang baru yang super cerewet dan banyak tingkah. Tapi ketika keesokan harinya Tasya tidak hadir, mengapa justru Nathan merasa kehilangan?