9

279 54 32
                                    

Beberapa menit telah berlalu. Kini bus sekolah sudah sampai di komplek sekolah kota yang berada di Jalan Veteran. Di komplek tersebut, terdapat sepuluh sekolah menengah favorit yang letaknya saling bersebelahan dan berseberangan. Di antaranya yang paling unggul ada SMAN 8, SMKN 5, dan MAN 1-ketiganya disebut sebagai segitiga emas dari sekolah menengah atas di kota.

Karena banyaknya sekolah favorit di Jalan Veteran, maka nggak heran jika di pagi hari menjelang jam masuk selalu terjadi kemacetan. Bahkan bus belum bergerak sama sekali setelah menurunkan penumpang di depan MAN 1.

"Ish, lama banget," gerutu Tasya yang udah nggak sabar.

"Ini lagi macet parah. Jadi sabar," balas Nathan.

Tasya mendengkus. Karena udah nggak tahan lagi, akhirnya Tasya lebih memilih untuk turun saja di depan MAN 1. Lebih baik dia berjalan kaki ke sekolahnya. Lagipula jaraknya juga udah lumayan dekat.

"Gue mau turun di sini aja deh, Nath," kata Tasya sambil mengangkat kepalanya dari bahu Nathan.

Cowok itu memiringkan kepala, lalu menatap Tasya. "Kenapa nggak tunggu dulu sebentar? Abis ini juga sampai kok di SMAN 8."

Tasya menutup mulut dan hidungnya, nggak betah dengan aroma bus yang makin menyiksanya. Sementara sebelah tangannya lagi mengibas cepat di udara. "Gue beneran udah nggak tahan."

Lalu cewek itu berjalan cepat menuju pintu depan bus sekolah. Sementara tas Tasya masih tergeletak di lantai bus. Dasar Tasya ceroboh! Bisa-bisanya dia meninggalkan tasnya di bus. Maka, mau nggak mau Nathan pun mengangkat tas Tasya dan membawanya kepada empunya.

Di ambang pintu bus, Nathan mengedarkan pandangan sejenak. Nggak lama setelah itu, ia menemukan Tasya tengah terduduk lemas di halte MAN 1. Nathan pun menghampirinya.

"Nih, tas lo." Nathan meletakkan tas tersebut di samping Tasya.

"Hah, jajanan gue." Suara Tasya masih terdengar lemas. Namun, Nathan dapat menemukan secercah keceriaan dari binar matanya yang sempat meredup.

"Hehe, makasi Nathan," ucap Tasya disertai cengiran.

Sebenarnya Nathan ingin langsung kembali ke bus. Namun kaki-kakinya justru terasa enggan untuk meninggalkan Tasya. Parahnya lagi, badannya malah ikutan mendarat di bangku halte yang Tasya duduki.

"Lo udah nggak papa?" Selanjutnya kalimat itulah yang meluncur dari mulut Nathan.

Tasya mengangguk. Sepasang kakinya dia ayunkan dengan penuh semangat. "Nggak papa! Gue udah lega bisa menghirup udara seger," cetusnya dengan senyum merekah lebar. "Makasih ya buat yang tadi! Btw, bahu lo nyaman banget!" lanjut Tasya.

Oke, rupanya Tasya udah kembali.

Namun senyuman Tasya nggak bertahan lama. Kini wajahnya berubah menjadi penuh sesal. "Sorry banget ya kalau perjalanan lo ke sekolah hari ini jadi nggak nyaman karena gue. Tapi besok gue nggak akan naik bus lagi, kok!"

Ada perasaan aneh yang menyerang Nathan ketika Tasya mengatakan kalimat terakhirnya. Rasanya seperti ... takut nggak bisa ketemu Tasya lagi? Ah entahlah, Nathan juga tidak tahu.

Ketika Nathan sedang asyik bergelung dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba satu tabokan keras mendarat di paha Nathan. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Tasya?

"Nathan! Busnya udah jalan!"

Bus SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang