Al tiba di rumah sakit dalam waktu lima jam setelah private jetnya take off. Ia berjalan cepat nyaris berlari ke ICU setelah bertanya di resepsionis. Di depan ICU ada mama Rossa dan papa Surya yang duduk di kursi tunggu yang berseberangan.
"Mama, pa.." panggil Al membuat dua orang itu menoleh. Al mencium tangan calon mertuanya lebih dulu setelah itu memeluk mamanya.
"Gimana ma?" tanya Al masih memeluk mamanya, air matanya kembali turun."Andin baru selesai menjalani beberapa operasi dan sekarang masih kritis," jawab mama Rossa pelan, ia sangat berhati-hati karena tau seberapa putranya sangat mencintai Andin.
Al melepaskan pelukannya pada sang mama.
"Operasi apa? Kenapa ma? Andin kenapa?" Al menuntut penjelasan detail tentang kondisi Andin, apa yang membuat Andin terdengar separah itu.Mama Rossa diam, ia tidak sanggup mengucapkannya dan tidak siap melihat reaksi Al yang pasti akan sangat terpukul.
"Saraf belakang leher Andin bermasalah karena benturan yang kuat," papa Surya menjawab dengan parau karena melihat mama Rossa tidak kuat memberitahukan kondisi Andin pada putranya. Al memutar tubuhnya menjadi menghadap pada papa Surya.
"Kalau Andin berhasil diselamatkan, ada kemungkinan Andin akan mengalami kelumpuhan permanen," Al lagi-lagi seperti mendapatkan hujaman bambu runcing di jantungnya, air matanya kembali menggenang di pelupuk mata setelah tadi usapan mama Rossa di punggung berhasil menenangkannya sedikit.
"Matanya terkena pecahan halus kaca depan mobil,"
"Kalau Andin berhasil diselamatkan, kemungkinan terburuknya Andin akan buta," sekarang hati Al yang terluka setelah mengetahui kalau Andin kecelakaan rasanya seperti disiram alkohol.Lalu papa Surya diam, ia pun tidak sanggup melanjutkan kalimatnya mengenai keadaan Andin.
Al juga tidak mengatakan apapun, ia masih berdiri diam dengan tatapan tidak hidup dan matanya yang merah mengantarkan setetes air jatuh kembali.
"Andin keguguran," ucap mama Rossa sangat pelan. Al segera memutar tubuhnya kembali untuk menatap mamanya. Apa yang mamanya ucapkan barusan berhasil membuat Al merasa tersambar petir, ia seperti mati untuk kesekian kalinya
"Ap-apa?" tanya Al memastikan pendengarannya.
"Andin hamil, usia kandungannya empat minggu, tapi janinnya gak bisa diselamatkan karena benturan di bagian perut," cerita mama Rossa sambil menahan tangisnya, ia baru saja kehilangan calon cucunya dan calon menantu kesayangannya pun masih berada di antara hidup dan mati.
Al mengepalkan kedua tangannya, ia merasa sangat bodoh, bagaimana bisa ia tidak meyadari kalau Andin sedang mengandung, padahal sebulan belakangan Andin beberapa kali oleng ketika berjalan karena pusing, Al memang sudah menawarkan untuk cek ke rumah sakit tapi Andin selalu menolak dengan alasan kurang tidur atau kurang istirahat. Al pasrah tidak memaksanya dan percaya, hanya menyuruh Andin lebih banyak istirahat. Ia rasa Andin juga tidak mengetahui itu, karena jika Andin tau pasti Andin akan langsung mengatakannya. Rasa bersalah Al sangat besar, ia marah pada dirinya sendiri, ia gagal menjaga Andin dan calon anaknya.
Al menjatuhkan dirinya di kaki papa Surya.
"Pa, maafin saya, saya gagal menjaga Andin,"
"Saya gagal menjaga anak saya,"
"Saya bahkan gak tau kalau Andin hamil,"
"Saya minta maaf, pa.."
Al menangis sambil bersujud di kaki papa Andin itu.Papa Surya berjongkok untuk menyamai Al, pria itu memeluk calon menantunya, ia juga menangisi putrinya sekarang.
"Bukan salah kamu, Al,"
"Kamu laki-laki yang baik untuk Andin,"
"Semua ini takdir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever and Ever
Short StoryTentang bagaimana saling menerima dan saling melengkapi