Seventh

3.1K 437 38
                                    

Sudah lebih dari dua minggu Andin terbaring di ruang ICU Jakarta Hospital, perban di matanya sudah dibuka tapi kondisinya sama sekali tidak ada perkembangan yang baik, justru semakin hari malah semakin menurun. Sekarang hidup Andin ditunjang oleh peralatan-peralatan medis, kemungkinan Andin kembali sadar hanya 10 persen, turun dari kemungkinan sebelumnya.

Aldebaran benar-benar menunggu Andin di sana dari hari pertama sampai saat ini, Kiki yang membawakannya pakaian ketika ikut dengan mama Rossa untuk menjenguk Andin. Al makan dan minum dari kantin rumah sakit. Pekerjaannya ia tinggalkan semua, hanya saja Rendy yang masih berada di Kolombia sesekali menghubunginya untuk memberikan informasi-informasi penting. Rendy berhasil meyakinkan klien Kolombia untuk melanjutkan proyeknya dan ia bilang kalau Al akan segera menyusul. Respon Al sangat datar, tidak seantusias ketika ia memenangkan proyek itu. Pikirannya hanya tertuju pada Andin, hanya informasi kesembuhan Andin yang ia harapkan saat ini.

Papa Surya saat ini tinggal di apartemen Andin, ia juga tidak tega meninggalkan Andin jauh ke Surabaya, ia takut sesuatu terjadi pada Andin dan dirinya terlambat sampai. Kalau boleh jujur, papa Surya sudah patah harapan menunggu Andin bangun, ia sudah ikhlas jika Andin harus pergi meninggalkannya. Melihat Andin tidak berdaya dengan banyak alat di tubuhnya sangat menyakitkan untuk papa Surya, Andin pun mungkin merasakan sakit yang luar biasa. Jika Andin pergi, maka Andin akan terbebas dari rasa sakitnya dan hidup tenang di Surga, ia yakin putrinya orang yang baik.

Hari ini papa Surya kembali mengunjungi rumah sakit untuk menemui putrinya. Seperti biasa yang ia lihat pertama kali adalah Aldebaran, pria itu terlihat lebih kurus dari sebelumnya, kantung matanya sudah sangat tebal dan menghitam, rambut-rambut halus di wajahnya mulai panjang, rambut di kepalanya juga berantakan.

"Al.." panggil papa Surya menyadarkan Al dari lamunannya di kursi.

"Papa.." Al segera berdiri dan mencium tangan papa Surya.

Papa Surya sudah tidak lagi bertanya bagaimana kondisi Andin, ia bisa melihat sendiri dari kaca bagaimana kondisi putrinya, dan jika memang ada perkembangan pasti Al akan dengan sumringah memberikan informasi itu padanya.

"Papa boleh masuk?" tanya papa Surya kepada Al, kebetulan ini sudah jam besuk.

"Silahkan pa," Al mempersilahkan papanya.

..

"Andin.."
"Sayang, ini papa nak," papa Surya mengecup kening Andin lalu mengusap kepalanya.
"Ndin, apa kamu masih kuat untuk bertahan?" bisik papa Surya di telinga putrinya.
"Terima kasih sudah bertahan sampai saat ini ya sayang,"
"Tapi papa gak tega liat kamu seperti ini,"
"Kalau kamu udah gak kuat, papa ikhlas nak, papa ikhlas.." lirih papa Surya kembali menangis, ini berat untuknya, sangat berat, tapi ia tidak tega melihat Andin menahan sakit dengan tidak berdaya seperti saat ini.

Seketika Andin mengalami kejang, dokter jaga dan beberapa suster segera menghampiri Andin, satu orang suster berlari keluar untuk memanggil dokter lainnya. Papa Surya mundur beberapa langkah, ia masih menatap Andin sambil menangis, ia tidak panik dan tidak khawatir, ia hanya sedih, sangat sedih, tapi juga merasa harus ikhlas. Sampai suster memintanya untuk keluar.

Di luar, Al melonjak kaget melihat Andin yang tiba-tiba kejang. Ia sedari tadi memperhatikan ayah dan anak itu dari kaca. Al dengan segera berlari masuk ke ruang ICU, belum sempat masuk ia berpapasan dengan papa Surya yang dibawa keluar oleh suster, suster itu pun melarang Al untuk masuk karena Andin sedang dalam penanganan.

"Kenapa?"
"Andin kenapa sus?"
"Andin kenapa pa?"

Papa Surya tidak menjawab Al, papa Surya memeluk Al di depan pintu ruang ICU. Al melepaskan pelukan papa Surya dan berjalan cepat ke kaca tempat biasa ia melihat Andin dari luar. Ketika Al sampai di sana, ia melihat Andin sedang diberikan penanganan dengan gerakan cepat oleh dua orang dokter dan beberapa suster yang yang membantu tapi tidak lama tirai kaca itu ditutup oleh seorang suster sehingga Al tidak bisa melihat apapun lagi.

Forever and EverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang