Ketemu

0 1 0
                                    

Tinggal beberapa langkah lagi menuju pintu cafe, tiba-tiba terdengar suara seorang pria memanggilku.

"Hayfa,!" Teriaknya yang berada sekitar sepuluh meter dari tempatku berdiri.

Aku menghentikan langkahku. Terlihat dia masih berdiri di bawah pohon Ketapang atempat dia memarkirkan sepeda motornya.

"Fa, kamu ngapain disini?" Tepukan halus di pundakku membuatku refleks melihat seseorang yang sudah berdiri manis di belakangku.

"Diminta sama Bang Athmar, katanya mau..." Aku tidak mungkin bercerita kalau mau ketemu sama kakak dari gadis yang dihamili Kak Rasya.

"Ada Kak Rasya tu, tadi aku dengar dia manggil kamu. Emangnya kenal?" Katanya menunjuk pria yang masih setia menunggu di bawah pohon ketapang.

"Eh.. iya. Kan dulu pernah dalam satu kepengurusan di OSIS, Ra." Aku tidak mungkin bercerita tentang hubungan dekat kami waktu itu. Pastinya Haura tidak akan percaya Karwna kami menjalaninya dengan backstreet.

"Kesana yuk, Say hello gitu sama dia. Itung-itung reuni anggota OSIS."

"Sebentar saja ya,  hanya say hello," kataku mengikuti Haura dari belakang.

"Lama-lama juga ndk apa-apa. Sekalian tuh, kamu nasehatin dia tentang apa yang telah dia lakukan dulu.  Aku sama Ibu sudah ngomel sampai berbusa-busa, dia hanya diam seribu bahasa, Fa."

"Kamu sama Ibu aja ndk didengar, apalagi aku, Ra"

"Kalian saling kenal?"

"Hayfa ini sahabat aku sejak kelas dua putih abu-abu, Kak. Seharusnya aku yang nanya, Kak Rasya kok bisa kenal sama Hayfa?"

"Dia kan pernah jadi..."

"Kan aku sudah bilang, Ra. Aku pernah satu kepengurusan sama Kak Rasya." Aku memotong langsung pembicaraan Kak Rasya. Takutnya, nanti dia malah membocorkan rahasia backstreet kami dulu.

"Jadi, ini sahabat kamu yang pernah kamu ceritakan sama Kakak, Ra?"

Pertanyaan Kak Rasya yang ditujukan ke Haura membuat keningku berkerut dan langsung menatap Haura untuk meminta jawaban.

"Maaf, Ra. Dulu aku sering curhat sama Kak Rasya tentang kamu. Dia penasaran terus, tau lah cowok playboy kayak gini. Sayangnya waktu itu, hpku sudah ganti, dan foto kamu tentunya tdk ada yang kusimpan. Mau lihat foto profil kamu, gambarnya bunga. Jadi ya beginilah, Kak Rasy tidak tau wajah kamu."

"Oh..." Aku hanya membulatkan mulutku membentuk huruf o.

"Eh,, sebentar deh. Aku mau ambil barang pesanan Ibu dulu ya di kasir, "

Belum aku bersuara untuk menolak ditinggal berdua dengan Kak Rasya, Haura sudah berlari menjauh menuju cafe.

"Bagaimana kabarmu, Fa?"

"Baik," jawabku singkat, aku sungguh tidak nyaman dengan suasana saat ini. Walaupun orang berlalu lalang, dan kami tidak berduaan di tempat sepi, tetap saja aku risih, ditambah dengan orang yang berdiri di depanku adalah orang yang pernah kusebut namanya dalam doaku.

"Sudah ada calon,?" Katanya menanyakan ku langsung.

"Alhamdulillah sudah, sebaiknya Kak Rasya tanggung jawab sama gadis yang telah kamu..."

"Aku tidak sengaja waktu itu, Fa. Pengaruh minuman yang aku minum saat ulang tahun Riko malam itu membuat aku hilaf."

"Bukannya aku dulu sudah terlalu sering mengingatkan kamu Kak, jangan pernah minum minuman haram tersebut. Dan, hilaf atau tidak, kamu harus tanggung jawab."

"Tapi aku masih mencintai kamu, Fa."

Bagai petir di siang bolong, mendengar kalimat Kak Rasya barusan membuatku kaget. Sedikit membuat hatiku luluh, yang artinya selama ini cintaku tidak bertepuk sebelah tangan.

"Aku harus pergi, Kak." Kataku merentangkan jarak. Aku lupa dengan janjiku sama Bang Athmar, sudah lebih tiga puluh menit dari jam janjian. Selain karena macet di jalan, bertemu dengan Kak Rasya ternyata menghabiskan luamyan banyak waktu.

Aku melebarkan langkahku, tidak mau terlalu banyak terlambat. Takut kalau Bang Athmar marah. Ternyata Bang Athmar sudah berdiri di teras cafe. Tatapannya menyiratkan tanda tidak suka. Sejak kapan dia berdiri disana, apa mungkin dia sudah lama melihatku yang sedari tadi terlibat bercakap-cakap dengan Kak Rasya.

"Fa, sudah selesai dengan Kak Rasya?"

Haura yang baru keluar dari cafe mempertegas kegiatanku bersama Kak Rasya barusan.

"I..ya, Ra." Aku sekilas melihat Haura kemudian memilih menunduk untuk menghindar dari tatapan tajam Bang Athmar padaku.

"Tadi aku ketemu Bang Athmar di dalam, jadi aku kasih tau dia kalau kamu sudah datang," Katanya polos yang kemudian pamit untuk kembali ke tempat Kak Rasya.

'Aduh, berarti bisa disimpulkan kalau Bang Athmar memang sudah lama melihatku berduaan di bawah pohong Ketapang bersa.a Kak Rasya."

Bang Athmar masih diam, dia sudah lebih dulu berjalan memasuki cafe. Aku berjalan perlahan mengikutinya dengan kepala masih menunduk.

"Jadi karena dia, kamu memilih datang terlambat kesini?"

"Apa kejadian adik teman Abang itu. tidak bisa kamu jadikan pelajaran, Fa!" Nada suara Bang Athmar mulai meninggi.

Aku semakin dalam menundukkan kepalaku. Beberapa butir air mataku kemudian menetes membasahi ujung jilbab segi empat yang kukenakan.

"Karena kamu lebih memilih bertemu sama dia, teman Abang jadinya memilih  pulang duluan. Apa lebihnya Rasya itu sehingga membuat kamu masih berharap sama dia?!"

"Sekarang kita pulang, Abang tidak mau masalah ini diselesaikan disini."

Aku kembali mengekor Bang Athmar, walaupun perutku sudah berdemo dari perjalananku menuju tempat ini karena aku memang sengaja tidak mengisinya di kantin sekolah karena akan ditraktir oleh Bang Athmar. Namun rasa lapar mampu kuabaikan karena melihat tatapan tidak bersahabat dari Bang Athmar.

Selama perjalanan pulang, Bang Athmar mendiamkanku. Hal itu menandakan bahwa marahnya berada di puncak. Marah seperti dulu waktu aku ketahuan backstreet bersama Kak Rasya. Dia mendiamkanku selama dua hari.

"Maafin Hayfa, Bang. Tadi Hayfa tidak sengaja ketemu sama Kak Rasya. Dan aku juga sudah menekankan dia untuk mau bertanggung jawab sama gadis yang dulu dia hamili." Kataku menjelaskan panjang lebar supaya Bang Athmar tidak mendiamkanku seperti dulu.

"Bang Athmar boleh memarahi Hayfa, mengomeli Hayfa sampai Abang puas. Tapi Hayfa mohon, Bang, jangan diamkan Hayfa. Hayfa masih tetap ingin dinasehati sama Abang," Kataku memelas ketika tidak ada suara yang keluar dari mulut Bang Athmar.

"Kamu tahu bagaimana rasanya ketika telah memberikan kepercayaan sama seseorang, kemudian orang itu menghianatimu? Sungguh sakit rasanya. Abang sudah mulai memberikan kamu kebebasan, karena Abang sudah percaya sama kamu. Tapi kenapa kamu harus mengorbankan kepercayaan Abang, Fa." Akhirnya kalimat panjang itu muncul dari Bang Athmar.

"Hayfa berani bersumpah Bang, Tadi Hayfa tidak janjian ketemu, " Kataku membela diri

"Abang sangat berharap kamu bisa datang tepat waktu. Abang mau mengenalkanmu sama teman Abang, karena Abang tahu dia baik. Dari keluarga yang baik, Abang sangat berharap kamu bisa sama dia, Fa. Bukan sama Rasya."

"Maafin Hayfa Bang, bukan maksud Hayfa tidak mau ketemu teman Abang, tapi Hayfa sudah jelaskan sama Abang tadi di Wa, ada kemacetan di jalan, dan terkait pertemuanku dengan Kak Rasya, itu diluar kendali Hayfa, Bang. Baik, kalau memang Abang berniat mengenalkan Hayfa sama teman Abang, kita atur jadwal ulang. Kalau bisa. Hayfa akan menerima pria itu. jika memang itu bisa membuat Bang Athmar tidak marah lagi smaa Hayfa."



House Of HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang