10. Tidak fokus

450 80 1
                                    

"WOI RAF, GUE NEMU SESUATU!" Rafael yang mendengar teriakan sahabatnya lantas menoleh ke belakang.

Terlihat Jeremy yang ngos-ngosan dan meletakkan tangannya pada lutut yang membuat posisinya membungkuk. Rafael yang melihat itu lantas menaikkan alisnya bingung.

"Ngape Jer? Kok sampe gitu lari lo?" Tanya Rafael yang akhirnya berhenti bermain badminton dan melihat keadaan Jeremy yang berkeringat dan masih dengan nafas tak beraturan.

"Minum."

PLAK!

"Anjing, kok gue dipukul?!"

"Gak ada minum, salah sendiri lo gajelas bangsat." Kata Rafael yang kemudian membuat kekasih Jeano itu menegakkan tubuhnya. Kini terlihat dia lebih tinggi dibanding sang atlet badminton. Menyebalkan.

"I-itu tadi si Gibran jalan sama Rasha, lo kalah start lagi kan dongo!" Rafael malah diam sambil mengerutkan dahi.

"Ya terus?" Kini Jeremy yang menatap Rafael bingung.

Tumben? Pikirnya.

"Lah, biasanya lo langsung gercep kalo soal Rasha." Kata Jeremy yang membuat Rafael diam.

Yang dikatakan Jeremy benar.

Tapi kenapa dirinya biasa saja?

Rafael semakin bingung dengan dirinya sendiri.

"Tuh tuh! Di sana sama Gibran!" Tunjuk Jeremy ke arah pinggir lapangan, tepatnya di depan kelas Gibran.

Mata Rafael memicing.

Bangsat.

Gibran terlihat menepuk-nepuk pipi Rasha, sedangkan si gadis bersemu saat tangan pemuda itu mengenai pipinya.

Rafael menghampirinya, mengabaikan Jeremy yang meneriaki namanya dari lapangan. Jeremy sendiri tidak berlari karena dihampiri Jeano dan malas membuang tenaganya, tapi dirinya tetap meneriaki Rafael.

"Ras, nanti pulang bisa ke gramed bareng? Kamu kan suka genre fantasi, jadi boleh aku minta saran?" Katanya pada Rasha yang lalu menoleh.

Rasha nampak berpikir.

"Nanti aku ijin ke papa dulu ya, aku mau masuk dulu dadah gib, raf!" Pamitnya sambil melambaikan tangan dan berjalan ke arah kelasnya.

Kini tersisa Gibran dan Rafael. Mereka masih saling diam dan menatap punggung Rasha yang sudah hilang.

"Ngapain lo?" Kata Gibran pada Rafael yang kini menoleh dan menatapnya datar.

"Apanya?" Tanya Rafael bingung.

"Ngajakin Rasha jalan."

"Ya apa?"

"Ya lo ngapain?"

"Ya gapapa lah, gue ga mau kalah start lagi." Balas Rafael yang membuat Gibran mendengus.

Gibran lalu meninggalkan Rafael menuju lapangan.

•••

"Ayo, Raf." Panggil Rasha sambil menarik tangan Rafael masuk ke dalam Gramedia.

Mereka telah sampai pada rak buku genre fantasi yang disukai si gadis.

"Kalau aku pribadi lebih suka Harry Potter sih." Kata Rasha sambil mengambil sebuah buku Harry Potter kesukaannya. Tapi Rafael malah terdiam melamun.

"Raf?" Kata Rasha sambil menggoyangkan bahu Rafael yang membuat si empu terkejut dan menggelengkan kepalanya.

"Y-ya?" Kata Rafael yang membuat Rasha mengerjap.

"Kamu gapapa? Daritadi ngelamun." Katanya yang membuat Rafael menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Yaudah pulang aja yuk, kayaknya kamu banyak pikiran." Kata Rasha yang membuat Rafael hanya diam.

Mereka kemudian pergi dari toko tersebut dan menunggu bus. Ah, sebenarnya hanya Rafael yang menunggu, sedangkan Rasha lebih dulu pergi karna bertemu teman sekaligus tetangganya tadi.

Pikiran Rafael kini benar-benar berkecamuk.

Jika biasanya dia berdebar dan merasa sangat semangat jika berurusan dengan gadis pujaannya, kini seolah rasa itu lenyap entah kenapa.

Dirinya bahkan merasa biasa saja saat digandeng Rasha. Sedari tadi Rasha menjelaskan juga dirinya tidak fokus. Fokusnya malah kepada sang rival.

Laksamana Gibran.

Entah, Rafael terpikirkan pemuda itu sedari tadi. Dirinya merasa tidak beres.

Rafael menyukai Gibran..?

Rival [Guanren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang