"Lo kenapa gib?" Jeano sedari tadi hanya memandangi wajah Gibran dari samping. Sebenarnya dia juga menatap sang kekasih yang bermain voli di lapangan sih.
"Kagak, gue ga ada semangat aja." Kini Jeano malah memandang sohibnya itu bingung.
"Lah tumben? Biasanya lo seneng banget liat si Jeremy sama memble tanding." Kata Jeano yang membuat Gibran menghembuskan nafasnya lelah.
"Kaga ngarti, tiba-tiba aja- atlet badminton bukannya latihan ya?" Tanya Gibran tiba-tiba yang membuat Jeano tersedak.
Jeano termasuk orang yang cukup peka dan pintar dengan keadaan. Biar seorang Leonel Jeano tebak, dia pasti mencari Rafael?
"Nyari saingan lo ya?" Tanya Jeano sambil menaik-turunkan alisnya yang membuat Gibran menatapnya aneh.
"Apaan si, gue cuma nanya doang. Gue cuma pengen liat siapa yang bakal lawan Rafael."
"Si dongo, gue udah tau kali." Kata Jeano sambil menyeruput kopi nya.
Memang aneh meminum kopi panas di saat cuaca terik, tapi itu sudah menjadi kebiasaan Jeano yang tidak asing lagi dimata Gibran maupun Rafael.
Alih-alih agar berkeringat supaya kotoran dalam tubuhnya keluar, dirinya justru ingin berkeringat karna menambah kesan seksi pada dirinya.
'Gue gini-gini juga biar Jeremy gak berpaling dari gue, kata dia kalo gue keringetan seksi seksi ganteng gitu.' -Leonel bucin Jeano.
"Gue cabut, bilangin guru nanti gue ga enak badan." Kata Gibran berjalan menjauh tanpa mendengarkan lagi jawaban Jeano.
Gibran berjalan ke kelasnya untuk mengambil tas dan jaket jeans miliknya. Sebenarnya dirinya tidak ingin pulang karena ingin melihat Rafael bermain badminton, tetapi dia tak menemukan sang rival di lapangan sekolahnya.
Dan 'memble' yang dimaksud Jeano tadi adalah Haksa (Hwang Hyunjin), pemuda yang menyukai Rafael sejak kelas sepuluh.
Gibran awalnya tidak merasakan apa-apa, tapi semakin lama Haksa semakin mengejar Rafael yang entah mengapa membuat Gibran sering marah dan meluapkannya dengan bermain basket sendirian saat sekolah sepi.
Pemandangan Gibran pulang malam tak lagi menjadi hal yang asing bagi warga sekolah. Jika Gibran memainkan basketnya hingga lelah artinya pemuda itu benar-benar kesal dan tidak ingin diganggu.
Tapi Gibran juga berpikir, kenapa dia marah melihat Haksa mendekati Rafael?
Bukannya Gibran mengincar Rasha?
Atau, Rafael..?
Menepis pikiran rumit mengenai perasaannya yang tak kunjung selesai itu, dirinya memilih mengendarai motornya dengan santai menikmati angin di sore hari.
Cuaca berubah menjadi mendung setelah ia angkat kaki dari sekolahnya tadi. Entah, dia merasa senang karna cuaca seakan mendukungnya menikmati angin di hari Rabu ini.
Tapi raut santai itu berubah menjadi berkerut kala menemukan sosok mungil yang tengah diam melamun di halte sendirian.
Rafael?
Gibran menepikan motornya dan menatap Rafael yang menunduk sambil memainkan kakinya. Gibran pikir, pemuda itu sedang banyak pikiran?
"Woi!"
Rafael yang melihat itu lantas mendongak dan celingukan mencari sumber suara. Hingga matanya menangkap sosok Gibran di seberangnya.
"Ngapain lo nge gembel disitu?" Tanya Gibran yang membuat Rafael menatapnya jengah. Kesekian kalinya.
"Ndasmu gembel, gue lagi nunggu bus." Katanya yang membuat Gibran terkekeh. Sedikit menggemaskan melihat wajah kesal dengan pipi menggembung lucu.
"Bareng gue aja cepet, mumpung ga jauh-jauh amat dari rumah lo." Kata Gibran yang membuat Rafael nampak berpikir.
Terima atau tidak?
Jika diterima lumayan ongkos nya tidak terkuras, tapi jika tidak diterima dirinya juga bosan menunggu bus hampir setengah jam lamanya.
"Buru, sebelum ujan." Desak Gibran yang membuat Rafael akhirnya mengangguk dan menghampirinya.
"Sabar sia anying." Kata Rafael sambil menaiki jok belakang motor Gibran. Tak lupa melayangkan pukulan ke kepala sang kapten <3.
"Kok lo bisa nyampe sini?" Tanya Rafael yang membuat Gibran menaikkan alisnya dan sedikit menoleh walaupun matanya masih lurus ke depan.
"Ya bisa, arah rumah gue kan emang sini."
Rafael mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Tapi itu nampak menggemaskan di mata Gibran.
"Lo mau liat Mowie sekalian?" Tanya Rafael yang membuat kapten basket itu mengangguk.
Entah mengapa Rafael merasa senang Gibran berkunjung ke rumahnya. Walaupun bukan untuk dirinya sih.
"Mowie pasti kangen ayah nya lah." Kata Gibran percaya diri dan membuat Rafael mendecih.
"Dih, rak usah pede ngono. Mowie ga bakal kangen sama lo." Kata Rafael yang membuat Gibran mendengus.
(Dih, gausah pede gitu. Mowie ga bakal kangen sama lo.)
"Sak omong mu lah." Gibran kesal. Sedangkan si mungil terkekeh.
"Eyeyeyey, ngambek?" Rafael mencubit pipi Gibran dari samping. Tapi Gibran tak merespon.
"Mboh."
"Gibrann." Tak direspon.
"Gigibbb." Masih diam.
"Ayah jangan ngambek dong, ga kasian sama bunda sama Mowie nanti dicuekin terus?"
Bolehkah Gibran sky diving tanpa parasut saking bapernya?
![](https://img.wattpad.com/cover/300523859-288-k19216.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rival [Guanren]
Fiksi PenggemarYang Gibran tau, Rafael hanyalah rivalnya untuk mendapatkan seorang gadis. Tapi siapa yang menyangka hal lain malah terjadi antara mereka? BXB, GAY, LGBT, NOT GS