5. Beli makan

492 82 2
                                        

Seperti biasanya, Rafael bermain badminton dengan teman sekelasnya atau pelatihnya. Memang dia selalu berangkat lebih pagi dari biasanya untuk berlatih badminton.

Rafael sudah mencetak banyak skor sehingga sang lawan main mendengus. Rafael ini sudah hebat tapi tetap mengajaknya bermain. Dasar.

"Ah udah ah, lo curang!" Teriak lawan Rafael dan membuat si atlet terkekeh.

"Iya iya, lagian gue ga ada kerjaan Jer, gabut." Katanya yang membuat Jeremy mendengus kesal.

Bagaimana tidak? Lawan main Rafael yang bernama lengkap Najaskala Jeremy itu adalah pemain voli! Mana mungkin dirinya bisa menandingi kekuatan dan keahlian Rafael? Menyebalkan.

"Udah nyatet pr bu Wendy belum?"

Rafael menegang.

"Belum anjir Jer! Anjing gue kira itu gak dikerjain sialan!" Umpatnya dan seketika menjadi panik. Giliran Jeremy yang terkekeh dan tertawa kepada Rafael.

"Kok ketawa sih lo, bagi contekan cepet." Jeremy mendengus lalu berjalan ke kelasnya.

Informasi, Jeremy satu kelas dengan Rafael. Sedangkan Gibran satu kelas dengan Rasha dan Jeano, kekasih Jeremy.

Setelah sampai di kelas, Jeremy sudah menemukan sang kekasih yang sedang sibuk bermain ponsel di mejanya. Pemuda dari keturunan Najaskala itu mengeluarkan buku catatan dan menyerahkannya kepada Rafael.

"Loh sayang kamu habis darimana? Tadi aku kira kamu belum berangkat tapi pas liat tas kamu ada disini terus aku cari, tapi tetep gak ada di kelas." Kata Jeano yang membuat Jeremy mengembangkan senyumnya.

"Tadi main sama Rafael sebentar, dia gabut katanya." Tuturnya yang membuat Jeano membulatkan mulutnya berbentuk 'o'.

"Yaudah, kirain kamu ilang. Nanti kalo kamu ilang aku gimana?" Tanya Jeano sambil merangkul kekasih manisnya.

"Ya gak lah sayang, aku disini." Jawab Jeremy sambil mengusap pipi Jeano sayang, mengabaikan Rafael yang sibuk mengecek tugas dan sesekali melirik ke pasangan bucin itu.

"Lo kalo mau uwu ke parkiran aja sana deh, ganggu konsen aja anjing!" Rafael angkat bicara setelah jenuh mendengar obrolan yang membuat hatinya panas. Iri.

"Iri aja deh lo."

"Ya emang, udah sana lo!"

"Ini kelas gue bangsat."

"Ya kelas gue juga, dih!"

Setelah itu Jeremy memilih diam dan mendengus sebal. Perhatiannya kembali ia arahkan untuk sang kekasih, Jeano.

"Jer, lo mau gue ratain juga ya?"

"Apa?"

"Ini buku gue yang lo pinjem sialan."

•••

"Jangan lupa ya!" Teriak gadis yang berjalan menjauhi area parkir sekolah dengan tangan melambai-lambai pertanda kalau dia pamit dan undur diri dari sana, meninggalkan kedua pemuda yang menatap jengah punggung gadis incaran mereka.

"Ck, yaudah cepetan." Kata Gibran setelah menaiki motornya. Berbeda dengan Rafael yang menampakkan raut biasa saja dan dengan santai menaiki jok belakang motor hitam Gibran.

Rafael dan Gibran kali ini berjalan dengan kecepatan normal saja. Karena kemarin Gibran sudah dipukul habis-habisan oleh Rafael dan bibirnya sedikit berdarah akibat kejadian sebelum mereka menemukan Mowie.

Terpikirkan Mowie, Rafael menepuk bahu Gibran dan hanya dibalas deheman singkat dari sang empu.

"Anterin gue beli makanan buat Mowie." Katanya sambil menyenderkan dagunya ke bahu sang pengendara.

Gibran melihat pantulan Rafael dari spion. Tidak lama, hanya sebentar karena dia harus menatap jalan lagi. Satu kata yang ia deskripsikan saat melihat wajah manis Rafael yang tengah tersenyum kecil dengan angin yang mengenai wajah putihnya.

Cantik.

Bahkan Gibran sempat kehilangan fokus beberapa saat.

"Gib?" Panggilnya lembut membuat Gibran tersadar dan menggelengkan kepalanya cepat.

Rafael yang melihat tingkah aneh Gibran lantas menaikkan sebelah alisnya bingung. Gibran agak stress kali ya?

"Denger gak?" Gibran menatap pantulan Rafael dari spion yang ternyata pemuda Huangsa juga menatapnya.

"A-apa tadi?" Kata Gibran lalu mengalihkan pandangannya.

"Anterin beli makanan buat Mowie anjing budeg!" Sarkas nya yang kesal pada si kapten basket lalu memukul kepala Gibran.

"Ya santai, Raf. Pala gue sakit ini goblok." Balasnya sambil mendengus.

Gibran lalu membelokkan setirnya ke kanan dan mulai terlihat jejeran toko penjual makanan hewan lengkap dengan aksesoris nya. Gibran berhenti si sebuah toko makanan hewan peliharaan.

Tapi mungkin karena Gibran mengerem motornya mendadak, Rafael secara refleks memeluk pinggang Gibran dari belakang.

Setan si Gibran.

Gibran menolehkan kepalanya ke samping dan menemukan wajah Rafael yang begitu dekat dengan wajahnya sendiri. Terlihat atlet badminton itu menutup matanya rapat-rapat sambil memeluknya erat.

Rafael membuka matanya perlahan dan terkejut saat menemukan sepasang mata Gibran yang meneliti wajahnya. Rafael ikut terdiam.

Entah mengapa Rafael merasa lebih berdebar ditatap intens seperti ini.

"Woof!"

Kedua pemuda itu tersadar dan Gibran yang lebih dulu turun dari motor. Sedangkan Rafael masih merasakan detak jantungnya yang berdetak lebih cepat.

"Buruan sebelum gue tinggal."

Rafael langsung turun dan menyusul Gibran ke dalam toko.

Rival [Guanren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang