3. Kalah start

560 79 2
                                        

Gibran kini tengah menikmati memakan siomay nya dengan santai.

Ya, itu satu menit sebelum seseorang menubruknya dan dengan naasnya siomay kesukaan Gibran itu terjatuh mengenaskan.

Malang sekali siomay yang ia beli dengan harga 10 rb itu. Uangnya bahkan tersisa goceng. Gibran ingin memaki apabila yang menabraknya itu bukan Rasha.

Sayangnya Rasha yang menjadi tersangka penabrakan ini. Gibran hanya bisa menahan emosinya.

Tahan gib, sama calon ibu dari anak-anak lo gak boleh kasar. Ayo tahan, tarik nafas...buang. Anjing.

Batin Gibran yang kini mencoba mengikhlaskan siomay dengan bumbu kacang berlimpah itu dan berusaha melemparkan senyum manisnya ke atah sang pujaan hati.

"Eh gib? Aduh, maaf ya aku buru-buru banget- mana siomay kamu jatuh lagi maaf banget ya." Mohon Rasha dengan mengatupkan kedua tangannya sebagai tanda maaf.

"Gapapa, itu cuma siomay kok. Kamu kenapa lari-lari?"

Iya tapi sambel kacangnya sayang banget sial, astaga ga boleh kasar sama calon istri. Gak, gak boleh ya Laksamana Gibran yang kalem. Walaupun emang agak setan sih. Batin Gibran tetap dengan senyum mengembang di bibirnya.

"Cuma buru-buru ke perpustakaan karna aku dipilih lomba fisika bulan depan sama guru, ini udah telat banget dan buku yang aku bawa kebanyakan." Ucap Rasha dengan bibir yang melengkung kebawah, sempat membuat Gibran hilang konsentrasi.

"O-oh yaudah aku bantuin aja, sekalian aku mau ambil buku buat bahan literasi." Ucapnya yang membuat Rasha tersenyum senang.

Rasha mengangguk lalu mengambil buku yang terjatuh sebanyak 3 buah buku tebal. Sedangkan Gibran membawa 4 buah buku yang tak kalah tebalnya dari bawaan Rasha. Ah, pantas saja tertabrak.

Dengan langkah yang sedikit cepat, mereka menuju ke perpustakaan sambil mengobrol ringan. Entah itu kelinci Rasha yang mati dimakan biawak, burung ayah Gibran yang flu, juga siomay Gibran yang sudah tercecer menyedihkan di lantai.

"Makasih ya gib, maaf juga udah jatuhin siomay kamu nanti aku ganti deh pas pulang sekolah." Kata Rasha sambil menaruh buku mapel.

"Eh gausah, Ras." Tolak si kapten basket yang membuat Rasha menaikkan alisnya dan mengendikkan bahunya acuh.

"Yaudah deh."

Aduh siomay gue.. Lagi-lagi batin seorang Laksamana Gibran.

"Tapi kalau maksa ya gapapa hehe."

Tidak apa gib, demi siomay.

"Oke, aku belajar dulu ya. Makasih sekali lagi." Gibran mengangguk lalu membalas senyuman Rasha.

"Sama-sama, aku pamit ya dadah!" Katanya yang hanya dibalas lambaian tangan dari sang gadis kemudian berjalan keluar dari perpustakaan.

Tidak menyadari sosok pendek yang menatap mereka dari balik pintu perpustakaan.

"Si Gibran main nyolong start aja anjing." Umpatnya yang kemudian berlalu menuju ke kelasnya.

•••

Seperti biasanya, pemuda bernama lengkap Huangsa Rafael itu tengah berjalan menikmati angin semilir yang menerpa wajahnya.

Bukan wajah tampan, justru wajah imut yang membuat semua orang bisa memekik gemas karenanya.

Banyak yang menyukai Rafael sebenarnya, tetapi mereka urungkan karena Rafael yang sudah terlihat mendekati sosok Salsabila Rasha yang merupakan juara olimpiade 3 kali berturut-turut dalam pelajaran fisika dan biologi.

Tak sedikit yang menjodohkan Rasha dengan Rafael karena mereka sama-sama memiliki kelebihan. Rasha si otak encer dan Rafael si atlet.

Mereka membayangkan bagaimana anak Rafael dan rasha nanti apabila sudah menikah. Mejadi atlet sekaligus pintar? Entah bagaimana mereka bisa sampai berpikir sejauh itu. Rafael tentu senang karena dirinya dengan Rasha si gadis impian dijodoh-jodohkan oleh siswa di sekolah.

Sama halnya dengan itu, si kapten basket bernama lengkap Laksamana Gibran juga dijodoh-jodohkan dengan Rasha. Mereka berpikir bahwa Gibran yang tinggi dan seorang kapten basket berpacaran dengan Rasha yang otaknya bahkan sangat encer.

Mungkin yang menjodohkan Rasha dengan Gibran berpikir cara berpacaran kedua siswa itu akan unik. Seperti menemani menonton basket, menemani belajar fisika, dan membalas gombalan Gibran dengan ilmu fisika yang dimiliki Rasha.

Mereka bertiga menggemaskan.

"Ini gib siomay kamu."

Rafael yang mendengar suara tak asing itu lantas bersembunyi di balik gerobak cilok dan mengintip Rasha bersama Gibran.

"Eh, makasih ya Ras." Rasha mengangguk.

"Maaf ya tadi udah jatuhin." Gibran menoleh lalu menggeleng.

"Udah gapapa kok, santai aja. Btw masih juga udah ngeganti." Rasha kembali menganggukkan kepalanya.

"Yaudah, aku pulang dulu ya itu papa aku udah jemput."

"Iya, salam buat calon mertua ya." Rasha yang mendengar hal itu memukul pelan lengan Gibran dan hanya dibalas kekehan.

"Dadah gib!" Setelah mengucapkan kata-kata terakhir, Rasha memasuki mobil dan berjalan meninggalkan area depan sekolah.

Rafael yang melihat itu mencibir.

"Orang kaya malah minta ganti siomay, sinting."

Rival [Guanren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang