9. Maaf

516 97 3
                                    

Sepulang sekolah, Rafael berjalan ke halte seperti biasanya. Tapi pikirannya tengah melayang memikirkan perkataan sang rival di kamar mandi tadi.

PLEASE, GIBRAN LAGI STRESS YA?

Rafael menggelengkan kepalanya ribut lalu duduk di kursi halte. Rafael ingin menjauhi Gibran sementara karena pemuda itu tidak baik untuk kesehatan jantung.

Bahkan setiap bertemu dengannya, Rafael bisa merasakan detak jantungnya yang bekerja lebih cepat dan hampir membuatnya gelagapan.

Rafael tidak tau dimana Gibran saat ini, tadi dia berjalan ke parkiran tetapi tak mendapati pemuda itu disana.

Biarkanlah, dia bisa terkena serangan jantung mendadak kalau bertemu.

Rafael mengayunkan kakinya ke udara, menikmati angin yang menembus kulitnya yang tidak tertutup kain. Menyegarkan dan membuat dirinya rileks karena hembusan anginnya yang begitu tenang dan santai.

Saat bus datang, dirinya menaiki bus besar tersebut dan duduk di belakang pengemudi. Dirinya cukup memandangi pemandangan jalan raya yang mulai dipenuhi dengan lampu menyala.

Wajar, ini sudah jam 5 sore jadi lampu jalan sudah dihidupkan. Dirinya pulang terlambat karena sebentar lagi akan ada pertandingan antarsekolah. Tapi yang ia heran, Gibran tidak terlihat disana. Bahkan posisinya digantikan oleh Jeano.

Eh, kenapa dia malah terpikirkan Gibran?

Rafael kenapa?

•••

"Hello sweetie!" Pekik Rafael ketika melihat anak kucing yang tadinya berada di sofa langsung melompat dan menghampiri sang majikan.

"Denger ya pus, kalo ga ada ayah berati panggil aku papa oke?" Mowie hanya diam dan menggeliat di depan Rafael, membuat sang pemilik terkekeh gemas.

"Yaudah, papa mau mandi dulu ya." Katanya lalu beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Saat dirinya merasakan guyuran air shower, pikiran serta bebannya seakan menghilang sedikit. Seakan beban itu terangkat.

Entah mengapa dirinya sedikit, ah bagaimana mengatakannya ya?

Dia memang selalu bertengkar memperebutkan Rasha, jadi bolehkah dia sedikit merindukan sosok kapten itu?

Setelah menyelesaikan ritualnya, Rafael menatap kucing putih yang tiba-tiba saja mengingatnya pada sosok Gibran.

Ia menepis pikirannya, apa ini?!

Rafael menggendong anak kucing itu serta membawa wadah makanan Mowie ke kamarnya.

Meletakkan kucing itu di ranjangnya lalu mengusap perlahan bulu yang menutupi tubuh hewan mamalia itu. Rafael tersenyum tipis lalu meninggalkannya sebentar.

Pemuda Huangsa itu menuangkan makanan dan membuat susu Mowie di bawah yang ia bawa tadi.

"Makan dulu ya anak papa." Ucapnya lalu meninggalkan sang kucing di kamar dan menutup pintunya.

Rafael mengambil hoodie miliknya untuk membeli makan di ujung gang rencananya, tapi suara ketukan pintu membuat atensinya teralihkan.

Tok tok tok

Rafael berjalan ke arah pintu kemudian membukanya.

Oh, ternyata pemuda yang sedari tadi berada di pikirannya.

"Hehe." Cengir nya yang membuat Rafael menatapnya jengah.

"Ngapain lo? Kangen ya sama gue?" Kata Rafael kepada sang rival yang kini tengah berdiri di depan pintu dengan wajah menyebalkannya.

"Mau jenguk Mowie lah, pede lo." Kata Gibran menerobos masuk dan melihat sekeliling.

Tapi mata Gibran tak menangkap sosok kucing putih itu. Dirinya malah mendapati rumah yang kosong.

"Mowie kemana?" Kata Gibran lalu berbalik ke belakang untuk melihat Rafael.

"Ada pokoknya, udah ah gue mau beli makan." Katanya lalu berjalan keluar rumah, tapi tangannya justru ditahan oleh Gibran membuatnya mundur beberapa langkah.

"Gue udah bawa geprek, gausah beli. Anggep ini maaf gue karna ga nganter lo pulang tadi." Kata Gibran sambil memperlihatkan plastik putih berisi 2 porsi ayam geprek.

Kesukaan Rafael.

Tapi Rafael justru dibuat bingung.

Gibran kan mengantarkan Rafael atas perintah Rasha, tapi kenapa tiba-tiba pemuda ini meminta maaf? Bukannya hukuman Rasha hanya berlaku satu hari saja?

Gibran menepuk pelan pipi Rafael, membuat si mungil terbelalak karna jarak wajah mereka yang dekat.

"Ngapain lo?!" Gibran tak menjawab, membuat Rafael meneguk ludahnya susah.

"Gue tau apa yang lo pikirin, lupain kalo gue nganter jemput lo atas perintah Rasha. Gue pengen jadi supir lo...gue takut lo kenapa-napa." Rafael terdiam.

"Ijinin gue ya?" Kata Gibran yang membuat Rafael menjauhkan wajahnya dan mendorong dahi si kapten menggunakan telunjuk.

"Modus kan lo." Kata Rafael sambil menatapnya tajam. Tapi Gibran yang melihat itu terkekeh, menggemaskan sekali pikirnya?

"Iya, buat liat Mowie. Bocil gausah ge er."

"Mati aja lo."

Rival [Guanren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang