iii

1.1K 119 15
                                    

three - faded hope

"you turned yourself into everything you say you won't."

**

T R I S H.

Liam merupakan sosok yang sangat menyenangkan untuk ukuran seseorang yang baru kukenal. Terlebih karena ia lulusan psikologi, ia sangat mengerti tentang kondisi fisik seseorang sehingga ia dapat menghiburku. Untuk pertama kalinya aku bercerita seluruh kisah hidupku kepada seseorang yang baru kukenal, dan aku rasa aku tak salah orang. Kuharap.

"Hey, everything's gonna be alright ok?" ucapnya. Aku menggeleng.

"No, I think something bigger is going to happen."

"Bigger in a positive way," ucapnya sambil mengacak-acak rambutku pelan. Aku terkekeh karena ia selalu bisa melihat segi positif dari apapun. "Do you need some air?"

"Yeah, of course."

"Yuk ke sana! Kudengar ayahmu menyewa arsitek mahal untuk mendekorasi tamannya. Mungkin banyak udara segar disana," ucap Liam. Pada akhirnya, aku mengikutinya menuju taman yang amat luas.

Taman itu memang indah. Liam benar. Taman itu di desain seelegan mungkin, mengingat uang bukanlah masalah lagi bagi Adam. Banyak bunga-bunga mahal yang ia tanam. Dan banyak sekali bunga tulip pink. Hey? Siapa yang menyukai tulip pink? Pasti si jalang itu.

Liam menggandeng tanganku menuju sebuah bangku, mengelap bangku yang basah itu dengan tangannya dan mempersilahkanku duduk. What a gentleman!

"Oh ya! Kau belum memberitahuku apa pekerjaanmu," ujarku memulai pembicaraan. Liam terkekeh mendengar ucapanku. Pasti ia menganggapku sangat kepo, namun tak apalah. Dibanding dengan berdiam diri terus-terusan?

"Aku adalah seorang agent," ucapnya. Aku mengangguk mengerti-sok mengerti lebih tepatnya.

"Agen galon air?" tanyaku. Ia tertawa terbahak-bahak mendengar pernyataanku. "Tetapi wajahmu sedikit terlalu bagus untuk menjadi agen galon air," lanjutku tanpa merasa bersalah sedikitpun.

"Hmm. Agen itu semacam detektif. Bedanya, detektif itu disubsidi pemerintah sementara agen rahasia sepertiku itu berjalan sendiri."

"Wow, keren. Ibuku juga seorang detektif. Ia sekarang sepertinya berada di London. Namun aku tidak tahu juga. Ayah menutup segala aksesku dan ibuku untuk berkomunikasi," ucapku.

"Siapa namanya?" tanya Liam sambil mengeluarkan iPhone putihnya.

"Isabelle Brooklyn Beckett," ucapku. Liam tampak mengotak-atik handphonenya. Beberapa saat kemudian, ia memberikan handphonenya kepadaku.

Isabelle Brooklyn Beckett

Agent Brooklyn

Location: Manhattan, NYC Borough

Phone: +129273803

"Dari mana kau mendapatkannya?!" ujarku senang dan juga semangat.

"Setiap agen memiliki akses terhadap data tentang siapapun, Trish. Telpon saja jika kau merindukannya," ucapnya. Aku menggeleng pelan. "Kenapa?"

"Semua catatan teleponku akan masuk ke telepon ayahku. Ia melarangku berkomunikasi dengan ibuku," ucapku dengan nada kecewa.

"Telpon dengan handphoneku lah," ucap Liam sambil tersenyum penuh solusi.

"Boleh?"

"Tentu, Trish!"

Dengan cepat, aku langsung menelpon ibuku dengan handphone Liam. Ia merupakan lelaki yang sangat baik. Kekasihku-Alan Winchester-saja tak sebaik dia. Huh, lagipula Alan sudah tidak mengabariku beberapa hari ini. Lagipula, siapa yang peduli?

DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang