iv

852 100 6
                                    

four - a brand new start

"they were like destined to come and change my life."

**
T R I S H.

Aku menoleh kearah suara itu. Rupanya Jack, ia menatapku dengan ekspresi panik. Aku menggelengkan kepalaku agar ia tidak mendekat. Yup, ia tidak menurutinya dan bergegas mendekatiku.

"I am tired, Jack. Really," ucapku lalu mengusap air mataku kasar. 

"Stay for me, or maybe for Alan, or maybe that unknown-guy-you-met-before," ucap Jack lalu memelukku dari belakang. Aku melepaskan pelukannya karena ia menyebut nama Alan.

"Fuck Alan. Aku sudah putus dengan cowok brengsek itu," ucapku. "And that unknown-guy-i-met-before is way better than my ex."

"Maaf T, aku tidak bermaksud untuk membuat moodmu bertambah buruk, namun aku harus memberi tahu sesuatu," ujarnya. Aku mengangguk, ia pun melontarkan apa maksudnya. "Pernikahan ayah dan Meredith akan tetap berlangsung, dan kau diminta menjadi bridesmate Meredith. Begitu pula denganku, aku diminta sebagai best man ayah."

Aku terkesiap mendengarnya. "Apa? Tidak salah? Menjadi bridesmate perempuan sialan itu?" Jack mengangguk untuk merespond perkataanku. "Lebih baik aku tidak datang."

"Tolong, T. Demi nama baik keluarga kita," bujuk Jack.

"Apa gunanya memiliki nama baik keluarga jika keluarga kita tidak ada baiknya? Aku tidak suka Meredith! Dia memiliki rupa seperti penari striptis and that's not what I want in a quality of a mother."

"It'll be my last request," ucap Jack. Aku mengangguk pasrah. Aku memang pernah memberikannya 10 permintaan sebagai hadiah ulang tahunnya-tentu pada saat itu memang merupakan ulang tahunku juga. Ia baru menggunakan 4, dan ia menggunakan sisanya untuk membuatku datang ke pernikahan ayah. Shit.

"Umm, sorry for interrupting. Trish, aku mau pamit pulang. Besok aku sudah kembali ke markasku," ujar Liam yang merasa mengganggu pembicaraan antar anak kembar sepertiku dan Jack.

"Don't go, Li. Please?" mohonku. He's the one I need to stay up all night talking with.

"Trish, apa-apaan sih! Kau kan baru mengenalnya, jangan merepotkannya," omel Jack. Hey Jack you know nothing!

"Dia tidak merepotkanku, bro. How about you joining me to my apartment?" bela Liam. Aku tersenyum penuh kemenangan kearah Jack.

"Tidak." Jack mengangkat suaranya sebelum aku sempat.

"Jack, please. It's my decision!" gerutuku.

"I'm not letting you go with a stranger," ujar Jack.

"Jack, ia bukan orang asing bagiku. Aku akan menjadi bridesmate bagi jalang itu. Tenang saja! Tapi aku butuh pergi bersama Liam. Aku perlu mencari udara segar, Jack. It's been too much for me. "

"I still haven't changed my decision," omel Jack.

"Let me go or I won't be her bridesmate?" ancamku. Akhirnya Jack mengizinkanku pergi, dengan catatan aku harus menghubunginya jika aku hendak pulang. Jika. Aku bahkan tidak yakin dengan keputusanku untuk pulang nanti.

"I'll make sure she's safe," ucap Liam.

Liam dan aku pun berjalan beriringan menuju mobilnya. Rupanya, mobilnya terparkir di lobby hotel ayahku. Sebuah Bentley hitam dengan interior super duper lengkap. Ia membukakan pintu untukku. Aku pun berterima kasih, setelah itu ia menutupnya kembali.

"What happened?" tanyanya setelah menyalakan mesin mobil. 

"Pernikahan ayahku akan tetap berlangsung Li. Aku akan tinggal di neraka," ujarku lesu. "Dan aku terpaksa menjadi bridesmate jalang itu," lanjutku lagi.

"Hey, watch your mouth, dear. Aku tau ini semua terjadi terlalu serempak bagimu. Kehilangan kekasih, ibu baru yang tidak kau sukai, ibumu yang masih tetap sibuk, dan kembaran yang tidak kalah mengesalkan. Tetapi itu tidak memberikanmu hak untuk mengata-ngatai seseorang yang belum kau kenal," ucap Liam panjang lebar. Aku mengangguk.

"Aku tau, aku terlalu egois. Aku tidak memberikan ayah kesempatan untuk berubah," ucapku sambil berpikir seberapa jahatnya aku tadi.

"Nah, untung kau menyadarinya," ucap Liam sambil tersenyum. Ia menyetir mobilnya dan berhenti di Starbucks. "Oh iya, aku lupa. Sebenarnya aku tidak pulang. Aku ada rapat sebentar dengan temanku. Kau ikut saja," lanjutnya lagi.

"Okay," ucapku. Aku dan Liam pun memasuki kedai kopi yang memang buka selama 24 jam dalam seharinya. Kedai kopi itu sepi. Hanya ada beberapa pengunjung disana, diantaranya pria berambut keriting yang sedang sibuk dengan macbooknya, sepasang kekasih yang sedang bercakap-cakap, dan seorang bapak-bapak yang sibuk dengan korannya. Bisa kutebak, Liam pasti akan berbicara dengan pria berambut keriting itu.

"T, kau pesan dulu saja. Aku titip Americano. Ini uangnya, sisanya kau pakai saja untuk membeli pesananmu," ujar Liam sambil memberikanku selembar uang 100 dollar.

"Tidak perlu Li. Aku membawa uang kok! Dan aku akan mentraktirmu sebagai ucapan terima kasihku," ucapku. Liam mengangguk dan aku beranjak ke meja pemesanan yang terletak ditengah kedai kopi ini.

"Satu Americano dan satu hot chocolate," ucapku.

"Tall, grande, atau venti?" tanya barista itu dengan ramah.

"Venti. Dua-duanya."

"Trish?" tegur barista itu. Aku langsung menoleh dan memperhatikan wajah barista itu. Sepertinya aku mengenalnya.

"Michael?" tanyaku.

"Hello, Ms. Eastwood," ujarnya sambil tersenyum.

"Setahuku kau adalah agent FBI? If I'm not mistaken," tanyaku. Ia merupakan asisten ibuku dulu. Makanya aku mengenalnya.

"I was. Aku sekarang bergabung dengan private agent community di Australia. I'm on an undercover mission," ucapnya sambil menaruh telunjuknya di bibirnya seakan memberitahu agar aku menyimpannya sebagai rahasia diantara kita berdua. "Here's your order, Trish. 30 bucks," ucapnya lagi. Aku menyerahkan uangku dan pergi menuju Liam yang sedang bercakap-cakap. Sesuai perkiraan, temannya memang pria yang berambut keriting itu.

"Hello," sapaku ramah. Liam dan pria berambut keriting itu menoleh. "Here's your order, Liam."

"Hey. Harry, kenalkan ini Trish Alexandria Eastwood. Gadis yang kuceritakan sedari tadi. Putri satu-satunya Adam Eastwood. Kau tau Adam kan?" ucap Liam seraya memperkenalkanku kepada pria yang ia panggil Harry itu. Aku mengulurkan tanganku untuk menjabatnya.

"Harold Edward Styles. Panggil Harry saja, senang berkenalan denganmu, Ms. Eastwood," ujarnya sambil menjabat tanganku. Aku tersenyum dan mengangguk.

"Panggil Trish saja," ujarku.  Harry memandangiku dari atas sampai bawah. Liam yang menyadari kelakuan sahabatnya pun mempersilahkanku untuk duduk.

"So, Trish, aku sudah bercerita banyak mengenaimu kepada rekanku ini."

"And then?" tanyaku.

"Based on my analysis, you are qualified. I want to take you to London."

"What?"

"Jadi begini, Trish. Nama agensi rahasia kami adalah AISC. Art In Solving Crime. Base agensi kami terletak di London, dan kami sedang berkeliling seluruh dunia untuk mencari agen-agen baru yang lolos kualifikasi kami yang terkenal sangat sulit. Tujuan Liam mendatangi pesta ayahmu memang bukan untuk mencari agen, namun ia menemukan kau. Jadi ia berpikir untuk mengajak kau mengikuti training menjadi agen seperti kami," jelas Harry panjang lebar.

"Kau bisa mengajak Jack jika kau mau, ia juga lolos kualifikasi." Liam terkekeh melihat ekspresi terkejutku.

"Bagaimana proses pelatihannya? Dan akankah orang tuaku tau?"

**

DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang