07

16 1 0
                                    

Ivan maupun Eliana sudah terlelap. Sementara dua orang lainnya masih terjaga, Diona menebak bahwa sebenarnya ini belum lah tengah malam. Tetapi karena mereka di hutan, keadaan menjadi terasa seperti sudah tengah malam. Sejak pembicaraan mereka sore tadi, baik Pandu maupun Diona tidak ada yang berniat membuka suara lagi.

Diona paham, bahwa Pandu saat ini pasti sangat terluka harga dirinya. Ya, siapapun yang berada diposisi Pandu pasti akan merasa sangat malu. Tetapi, Diona juga malu setengah mati. Mengakui bahwa dia memakainya, Diona rasa ingin berteriak keras. Namun ia urungkan, karena tidak mungkin dilakukan sekarang. Yang ada hanya akan menambah rasa malu.

Diona diam-diam memperhatikan Pandu yang sejak beberapa saat yang lalu sibuk memainkan handphone. Dari sikapnya, Diona menebak bahwa lelaki itu sedang berusaha mencari sinyal. Berharap adanya bantuan dari handphone nya.

"Halo? Gue sama kelompok gue terjebak. Udah ya, susah sinyal. Cari gue, cepat."

Diona melebarkan mata, ia terpaku pada Pandu yang baru saja bicara dengan seseorang dipanggilan. Sampai akhirnya tatapan mereka bertemu. Sempat terdiam beberapa saat, namun Diona pun memilih buka suara lebih dulu.

"Dapet juga sinyalnya."

Pandu mengangguk, "Tapi udah ilang lagi sekarang."

Diona tersenyum tipis.

"Tadi siang lo bilang terlambat, berarti lo gak berangkat bareng sama kita-kita pake bus?"

Jeda beberapa saat.

"Hm, gue diantar."

Diona menganggukan kepala sembari ber-oh ria.

"Lo.. jurusan Ips berapa?"

"Satu."

Hening lagi. Diona tidak tahu harus mengatakan apa lagi? Perempuan itu merasa bahwa Pandu ini sangat dingin dan kaku. Ia berniat untuk menyingkirkan kecanggungan diantara mereka, tetapi nyatanya malah semakin terasa canggung. Diona merasa seperti tercekik dengan keadaan saat ini, ditambah dengan suasana malam yang sunyi. Hanya ada suara jangkrik, suara nafas Ivan dan Eliana yang terlelap.

"Lo.. gapapa?"

Diona sedikit mengangkat kepala, karena sebelumnya ia berbicara dengan kepala menunduk. Gadis itu menatap Pandu yang baru saja bertanya padanya.

"Apa?"

"Itu.. tangan lo dari tadi."

Mendengar perkataan Pandu, sontak tangan kanan Diona berhenti bergerak. Ya, sedari tadi memang tangan kiri perempuan itu sibuk bergerak mengusap sekitaran perutnya.

Diona terdiam dan sedikit menggigit bibir bawah bagian dalamnya.

Dengan ragu ia bersuara, "Gue.. kalo lagi halangan suka sakit. Kalo diginiin sedikit enakan, gatau kenapa."

"Lo harus banyak minum." Ucap Pandu dengan menyodorkan sebotol air mineral berukuran cukup besar.

Diona menatap air mineral tersebut, kemudian tersenyum.

"Makasih."













tbc

through by the campTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang