07. Goodbye Jakarta!

8 2 0
                                    

• 07

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

07. Goodbye Jakarta! •

"Besok kalo sakit langsung telpon Renjana, minta dianterin ke rumah sakit atau klinik. Harus selalu nyetok makanan, mie instan boleh tapi jangan keseringan, lebih baik roti tawar atau telur. Jangan lupa beli vitamin, pake Becom-Zet aja. Bangunnya jangan siang-siang, udah nggak ada Mama yang bakal bangunin kamu."

Aku menghela napas lelah, "Iya, Ma."

Mama dari tadi tidak pernah diam, ia selalu memberikan nasihat-nasihat bahkan ada beberapa yang diulang-ulang. Aku paham, bahwa Mama mungkin sedikit khawatir karena ini pertama kalinya aku jauh dari Mama, tapi kalau dikasih kultum terus kupingku lama-lama kan pengang juga.

"Jangan sampai makan ikan patin. Kamu belum tentu bisa handle alergi kamu sendiri."

Iya, selain suhu berlebih aku juga alergi ikan patin. Kalau ini nggak begitu aneh, kan? Hanya saja efek ikan patin lebih dahsyat. Selang setengah jam setelah aku mengkonsumsi ikan patin, aku akan sesak napas, gatal-gatal di seluruh badan, pusing, dan juga muntah-muntah bahkan parahnya aku bisa sampai pingsan.

Hih, membayangkan saja sudah membuatku bergidik. Aku pernah mengalaminya, dulu sekali saat Papa sama Mama masih baik-baik aja. Aku pastikan aku dan ikan patin itu tak akan pernah bersama—apa ya sebutannya, oh iya, musuh bebuyutan.

"Nggak bakalan makan lah, Ma. Aku nggak mau mati konyol."

Mama memukul pahaku, "Hush, ngomongnya yang bener."

Aku hanya cengengesan kemudian kembali menata pakaian yang akan kubawa. Mama di sampingku membantuku melipat baju dan celanaku.

"Scoopynya jadi dikirim ke Jogja?" Mama berkata sambil membuka koperku.

"Iya, kemarin udah dikirim bareng sama motor Renjana pake cargo."

Mama kali ini menatapku, "Lho kalian nggak boncengan aja?"

Aku menggeleng, "Gedung Renja sama Nara itu jaraknya jauh, Ma. Terus juga kan belum tentu jadwalnya sama, biar nggak ribet juga."

Mama menatapku lama, aku yang ditatap begitu jadi salah tingkah. Kenapa sih? Ada kotoran di wajahku? Atau rambutku yang acak-acakan?

"Kenapa sih, Ma?"

Mama tersenyum tipis, "Nggak nyangka anak Mama udah gede, udah mau belajar mandiri. Kalo kamu ke Jogja, Mama sama siapa dong, Ra?"

Aku mengerjap, "Ma, jangan gitu dong. Nara udah nawaitu mandiri nih, apa nggak jadi aja ke Jogjanya? Nara nemenin Mama?"

Mama sedikit melotot, "Enak aja nggak jadi. Nggak-nggak. Mama udah rugi bayar UKT sama kosan kamu tiga bulan, masa iya kamu nggak jadi."

Netraku membulat, "Seriously, Ma? Cuma karna udah bayar UKT sama kosan?"

"Iyalah, apalagi emangnya?"

Asmara Anucara [Huang Renjun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang