Handy menjilati ujung jarinya yang belepotan dengan adonan kue. Ia membiarkan Frida berprasangka macam-macam terhadapnya dan menjauhkan diri darinya, selama seharian.
Frida masih berada di kediaman Handy tanpa diketahui oleh anggota klan yang lainnya. Hanya Rommel yang mengetahui hubungan mereka dan tetap bersikeras menyatakan kalau Handy dan Frida masih bersaudara dari satu garis keturunan sesepuh yang sama, dan tidak boleh berhubungan. Tetapi Handy mengabaikannya karena ia memang tidak bersaudara dengan Frida.
Handy sudah bersiul kecil, menghiasi kue buatannya sendiri di dapur. Beberapa koki yang menawarkan bantuan malah disuruhnya pulang, setelah selesai menyiapkan masakan untuk nanti malam. Karena pesta malam ini, hanya untuk orang-orang terdekatnya.
Handy sudah selesai menghias kue ulang tahun khusus untuk Frida dan langsung menyimpannya ke dalam lemari. Ia juga menyiapkan pisau pemotong kue yang sudah dihias dengan cantik. Setelah semuanya dirasa sudah siap, Handy pun bergegas menyiapkan dirinya karena waktu sudah menjelang ke sore hari.
Handy melangkah naik ke atas, ke lantai dua. Lalu mengetuk perlahan ke pintu kamar utama di mana Frida sedang beristirahat. "Frida..." Ia memanggil dengan pelan. Takut-takut Rommel mendengarnya karena langkah-langkah kaki terdengar sedang mondar-mandir di bawah. "Frida... buka..." Handy memelankan suaranya lebih lagi.
Frida pun membuka pintunya dan melihat Handy sudah tersenyum padanya. "Frida... hari ini... kamu,-"
"Mau apa?" Frida memotong kalimat Handy dengan pandangan nyinyir.
Handy terdiam. Ia menghela nafasnya dan tidak ingin merusak suasana dengan emosinya. "Awas..." Handy mendorong Frida sedikit, lalu menyelipkan tubuhnya untuk masuk melewati ambang pintu. "Tutup pintunya lagi!", lanjut Handy dengan nada jengkel yang ditahan-tahannya.
Frida mendengus lalu menutup pintunya kembali. "Masih banyak kamar lain, 'kan? Apa 'gak malu, kalo Rommel liat kita satu kamar?"
Handy yang sudah merebah ke atas ranjang dan langsung mengangkat kepalanya dengan mata yang memicing pada Frida. "Kamu malu 'gak, sama diri kamu sendiri?"
Frida memalingkan wajahnya. "Saya mau pulang sekarang..." Frida sudah menyeret kopornya ke pintu.
"Tunggu!" Handy langsung bangkit berdiri dan menghampiri Frida. Frida ingin membuka pintu tetapi tangan Handy sudah menepis tangannya menjauh dari handle pintu dan bahkan mendorongnya. Lalu Handy bersandar ke pintu. "Kamu 'gak boleh kemana-mana. Apalagi hari ini..." Handy tersenyum nakal.
Frida membalas senyuman nakal itu dengan seringaian. "Lucu. Saya yang punya kaki, kok... kamu yang atur? Gak ada di kitab klan, 'kan? Peraturan semacam itu?"
Handy menggeleng santai. "Gak ada... tapi sebelum Rommel dilantik, penguasanya masih aku..."
"Almarhum Rico. Bukan kamu."
"Rico udah... almarhum, nyonyaaaa..." Handy mengekeh.
Frida memaku rahangnya lalu menggerak-gerakkannya, seakan-akan ia sedang menggerus-gerus sesuatu di dalam mulutnya. "Puas, ya...", desis Frida. Tangannya sudah terangkat, ingin melayangkan tamparannya ke wajah Handy. Tetapi Handy langsung menangkapnya dan menarik tubuh Frida untuk merapat ke tubuhnya. "Ada kejutan buat kamu..." Handy sedang memikirkan pesta kejutan untuk merayakan ulang tahun Frida nanti malam. Tetapi Frida memikirkan sesuatu yang lain. Ia memikirkan Jared. "Kamu mau apa'in sepupu saya?!!!", selorohnya, marah.
Handy pun mengerut-ngerutkan dahinya. "Ngomong apa, sih?" Handy melenguh panjang. "Aku 'gak tau, di mana sepupu kamu itu. Aku yakin... dia 'ngumpet."
Frida melepaskan dirinya dari dekapan Handy. "Kamu jangan bohong lagi, Handy!!!", bentak Frida. "Apa... Jared... masih... hidup?" Frida sudah mengerenyitkan keningnya. Handy hanya tersenyum sambil mengangkat bahunya. Frida masih menyambung, "Kenapa kamu tahan Rommel di sini? Kamu punya rencana apa lagi?!!!"