Chapter 7.1 : Perjalanan ke Suna (bagian 3)
Raut Hinata berubah kaku ketika mendapati pria angkuh di hadapannya ini melemparkan sisa kepingan topeng anbunya ke tanah. Demi Kami-sama, di detik itu juga ia nyaris kelepasan untuk menggunakan tanda kutukan pada pria menyebalkan itu.
"Kau keterlaluan, Sasuke-san."
"Hn." Balas Sasuke enteng sambil membetulkan posisi tas misi yang dibawa. Rahang Hinata sudah terkatup rapat dan tampak sedikit bergetar karena menahan luapan emosi. Bisakah satu kali saja pria gila ini tidak bertindak arogan dan sedikit menggunakan perasaan. Semoga saja ia masih memiliki hati.
Sedangkan di lain pihak, Sasuke tampak santai dan tak repot-repot menjelaskan maksud dari tindakannya. Ia jelas sadar akan kejengkelan partner misinya namun tak pernah terbesit secuil niatan pun untuk menjelaskan alasan dibaliknya. Sasuke sudah terbiasa dengan kesalahpahaman dan kebencian dari orang-orang di sekeliling tapi ia tak akan pernah terbiasa dengan tatapan kasihan dari orang lain. Simpati dan Uchiha tidak pernah bisa disandingkan bersama.
Langit mulai gelap saat sepasang ninja itu memutuskan untuk berhenti. Hinata bisa merasakan beberapa bagian ototnya kaku dan mati rasa karena perjalanan seharian yang lumayan menguras tenaga. Dalam hati ia amat bersyukur sempat memasukkan pil makanan ke dalam tas tadi pagi. Kini isi dari botol pil telah berkurang sebagian dan hanya tersisa setengahnya. Melihat Sasuke yang sama sekali tidak memberikan sinyal untuk beristirahat, Hinata hanya bisa menghela napas pasrah dan diam-diam menelan beberapa butir pil sebagai pengganti asupan makanan asli selama perjalanan tadi. Bagaimana ia sanggup bergerak seharian tanpa makan apa pun?
Sebenarnya tadi siang Hinata hampir menyodorkan pil itu kepada Sasuke, namun buru-buru ia tarik kembali sebelum disadari oleh pria itu. Dalam sepersekian detik, Hinata merubah rencana awalnya yang dilandasi dengan dua faktor.
Satu, ia baru ingat sedang berada dalam mode hening -merajuk- kepada si pelaku yang menghancurkan topeng anbu kesayangannya.
Dua, Ia ingin membuat Sasuke merasa lapar dan mengusulkan istirahat. Jika pria itu meminum pilnya, skenario yang paling mungkin terjadi adalah tidak ada jeda sama sekali sampai mereka benar-benar tiba di Suna. Membayangkannya saja sudah berhasil membuat raut putri Hyuuga itu pucat pasi. Lagian kan ini merupakan misi diplomasi yang tidak mendesak, jadi tidak ada alasan untuk tergesa-gesa.
Keduanya berhenti pada area dengan pohon dan semak-semak yang sedikit. Sahut-sahutan antara suara jangkrik dengan serangga lain memenuhi tempat itu diselingi dengan gemercik air yang sedang mengalir. Hinata sedikit mengintip melalui semak-semak dan mendapati sebuah danau kecil terletak tak jauh dari tempat mereka sekarang. Yang artinya mereka tak akan kehabisan air malam ini dan berkesempatan untuk mengisi botol air yang sudah kering sejak beberapa jam yang lalu. Hinata kemudian mengaktifkan Byakugan untuk memperkirakan perimeter.
"Ada sebuah kota kecil yang memakan perjalanan satu hari dari sini. " Baritone Sasuke memecah keheningan yang bertahan sejak insiden tadi. Kedua tangannya sibuk bergerak membersihkan ranting dan daun-daun kering dari tanah dan menciptakan satu lingkaran bersih yang dijadikan tempat duduk mereka malam ini. "Kita bisa istirahat di sana besok."
"Ha'i."
Dari sudut onyxnya, ia mengikuti pergerakan kunoichi berambut indigo yang melepaskan tas dari punggung yang kemudian diletakkan dengan lembut di atas tanah. Rahang gadis itu masih terkatup rapat dan amtheystnya jelas berusaha menghindari terjadinya kontak mata.
Rupanya si putri Hyuuga pendendam juga. Sasuke mendengus kesal. Asal kau tahu, Sasuke juga belum memaafkan Hinata yang memutus titik cakranya malam itu.
Siapa suruh kau membuatnya terpaksa melakukan itu. Sebuah suara kecil entah dari mana muncul di kepalanya.
Siapa suruh mereka menipuku. Sahut suara lain berusaha melakukan pembelaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Uchiha's Bride
FanfictionKombinasi yang aneh. Putih dan Hitam. Lembut dan Brutal. Naif dan Keji. Putri dan Serigala. Mereka seperti...Yin dan Yang.