Chapter 5 : Perjalanan ke Suna
Hinata menyisir pelan surai panjangnya yang sudah ia keringkan dengan sempurna dan mengikatnya tinggi-tinggi . Hari ini ia akan memulai misi ranking S pertamanya seusai perang yang mana jika dihitung-hitung sudah hampir berjalan setengah tahun. Jadi tak bisa dipungkiri kalau perasaan gugup dan antusias saling berebut tempat di pikirannya. Di misi penting ini, Hinata ingin tampil lebih berwibawa dan berkarakter khas seorang shinobi. Dan ponytail selalu berhasil melipatgandakan rasa percaya diri yang ia miliki.
Kedua tangannya sibuk menata rambut, sedangkan benaknya sibuk mendaftar kembali semua perlengkapan dan senjata yang akan dibawanya dalam misi. Salep sudah. Perban sudah. Kunai sudah. Bento dan air juga sudah. Yakin tak ada lagi yang tertinggal, ia menyampirkan tali tas ke bahu seraya sedikit membetulkan protektor dengan lambang Konoha yang ia lingkarkan di leher dan sebagai penutup memberikan sedikit sentakan terakhir pada rambutnya untuk mengencangkan ikatan.
Tiba-tiba ingatannya melayang ke sang partner misi. Memorinya kembali memunculkan kilas balik kejadian semalam di mana Uchiha Sasuke hampir menggunakan Sharingan padanya. Sasuke datang dengan maksud untuk mengkonfrontasi Hinata. Uchiha itu murka dengan kebohongan Kakashi yang membuatnya percaya bahwa ia sudah sepenuhnya bebas dari belenggu kutukan.
Saat Sasuke memerangkap dan menyudutkannya ke dinding, terus terang dari lubuk hati terdalamnya, ia panik dan kelabakan seperti seorang anak kecil. Ia tak sanggup melirik ke arah Sasuke. Lebih tak sanggup lagi bila harus beradupandang dengan sepasang onyx yang sudah banyak menyaksikan kejadian kelam sejak kecil itu. Tatapannya Sasuke terlalu mengintimidasi. Kalau saja bukan karena latihan yang ia dapatkan sebagai anbu, sudah dipastikan ia akan pingsan di tempat detik itu juga.
Di sisi lain, insting shinobinya mengatakan dalam hitungan detik Sasuke pasti akan menghabisinya dengan Sharingan yang sudah aktif, alhasil tanpa banyak pikir Hinata langsung beradu nasib dengan menutup titik cakra vital Sasuke. Kali ini anggap saja Dewi Fortuna sedang murah hati. Sasuke yang terlalu sibuk dengan cemoohnya tak sempat menghalangi datangnya serangan mendadak itu. Jika tidak, entah apa yang akan terjadi, ia pasti akan lebih murka lagi. Membayangkannya saja sudah sukses membuat lutut Hinata bergetar ngilu.
Diam-diam Hinata mengkalkulasi apakah setelah mengetahui kutukan baru ini Sasuke akan semakin menyulitkannya. Semua orang bahkan bayi yang baru lahir juga tahu kalau Uchiha Sasuke bukanlah seorang berhati suci yang pemaaf. Ia pria beringas yang penuh dendam. Kamisama, ia harap ini semua tidak akan menghambat misi.
Sekelebat kejadian semalam terus-menerus mengadakan tayang ulang di kepalanya. Wajahnya tiba-tiba memanas saat ingatannya memutar salah satu kejadian. Bagaimana ia membetulkan posisi badan Sasuke yang tak karuan setelah kehilangan kesadaran. Masa otot yang tidak bisa dibilang sedikit dan postur yang tinggi, sudah jelas kalau badan pria itu seberat batu dan sekokoh karang. Menggeser badan raksasa Sasuke dengan badan mungil Hinata tidak terdengar realistis. Dengan bermodalkan berbagai macam cara dan gaya, Hinata dengan penuh perjuangan dan wajah yang sudah digerogoti peluh akhirnya berhasil memindahkan badan Sasuke ke kasur. Namun sialnya saat ia hendak bangkit, kakinya menginjak sesuatu dan membuatnya tergelincir jatuh menimpa Sasuke. Dengan wajah sang nuke-nin menempel pada Hinata.
Atau yang lebih tepatnya, dada Hinata.
Jika saat ini Tuhan memberikannya satu kesempatan untuk meminta apapun maka Hinata ingin meminta untuk segera mengutuknya menjadi kelinci, atau sekalian saja dilahirkan kembali. Selama hidupnya ia tidak pernah sedekat ini dengan lawan jenis selain keluarga dan sahabat terdekat, terlebih lagi dengan posisi yang ergg..., yasudahlah. Hinata hanya bisa menggeleng cepat dan menghela napas kuat guna mengenyahkan ingatan-mimpi buruknya itu.
Mungkin dia sudah bangun sekarang.
Hinata melangkahkan kaki menuju ke arah kamar dengan pintu kayu yang berlabel Hyuuga Hinata dan mengetuk dua kali. Ia sedikit terkekeh dengan keganjilan ini, di mana ia harus mengetuk pintu untuk memasuki kamarnya sendiri.
Begitu menapakkan kaki ke kamar, amethyst Hinata langsung tertuju pada Kasur dan mendapati sepasang obsidian yang menatapnya balik. Merasa lega karena tatapan pria itu sudah tidak sebengis semalam.
"Selamat pagi, Sasuke-san."
"Jangan harap kau bisa hidup tenang lagi." Suara Sasuke terasa dingin dan serak.
Dia baru bangun, batin Hinata.
Dengan tenang, Hinata berjalan dan mendudukkan diri di samping kasur. Hinata membiarkan Sasuke tidur di kamarnya, sedangkan ia sendiri pergi mengungsi ke kamar sepupunya. Neji yang mengetahui kehadirian Sasuke langsung mengamuk dan hampir saja ingin menyerang Sasuke jika tidak ditahan Hinata. Terlebih lagi saat mengetahui fakta mantan nuke-nin tersebut tidak masuk ke Mansion Hyuuga dari pintu utama.
"Sasuke-san, Aku akan mengembalikan aliran cakramu. Tapi sebelumnya kau harus berjanji untuk menjalankan misi sesuai rencana dan kooperatif." Sasuke mendengus mendengar penawaran Hinata.
"Ya, Sasuke-san?"
"Tidak."
Seakan tidak mendengar jawaban Sasuke, Hinata memposisikan telapak tangannya yang telah diselimuti cakra tepat di dada bidang Sasuke dan mulai mencari titik cakra yang terputus. Urat-urat bermunculan di sekeliling byakugan yang aktif.
"Aku tetap akan menyembuhkanmu. Aku paham alasanmu marah, Sasuke-san... tapi sekarang kita punya misi."
Onyx menatap dalam amethyst. Pria Uchiha itu bangun dengan aroma lavender yang memaksa masuk ke radar penciuman yang kemudian disadarinya berasal dari selimut yang menutupi tubuhnya dari dagu sampai ke kaki. Siapapun yang memberikan selimut yang well...nyaman ini pasti berniat meracuninya dengan aroma yang menenangkan.
Sasuke mengumpati dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia menurunkan pertahanannya dan dibuat tak sadarkan diri oleh gadis lemah di depannya ini. Hal yang belum bisa dilakukan Itachi dan Orochimaru. Emosi jelas menguasai dirinya semalam. Rasa pengkhianatan yang ditinggalkan kakak kesayangannya itu muncul kembali, tapi kali ini disebabkan oleh Hatake Kakashi.
"Aku tidak akan menggunakan tanda kutukan ini padamu, tapi tolong jangan membuatku tidak punya pilihan."
Suara lembut dari Hinata menarik Sasuke dari lamunannya. "Aku tak percaya anbu."
"Percayalah, Aku selalu menepati janji yang sudah kubuat."
Untuk sesaat, tidak ada jawaban. Mata Sasuke tertutup rapat saat jemari Hinata berpindah ke keningnya dan mengembalikan aliran cakra yang sempat terhenti. Sekarang ia bisa merasakan kekuatannya telah kembali, sepenuhnya.
"Tidak ada Anbu yang bisa menepati janji."
"Tapi Aku bisa."
"Hn."
Emosi Sasuke kelihatannya sudah jauh lebih tenang sekarang. Hinata yakin dengan tidur yang nyenyak dan percakapan yang mendukung, pria ini pasti bisa berpikir dengan jernih.
"Aku akan menunggumu di gerbang Konoha, Sasuke-san. Kurasa kau butuh bersiap-siap dan mengganti pakaian." Hinata mengnonaktifkan byakugannya. "Kau ak-" Hinata tidak sempat menyelesaikan kalimatnya saat tangan Sasuke menarik surai indigonya dan mendorongnya jatuh tersentak ke kasur dengan mengunci pergelangan tangan Hinata. Sasuke menyeringai saat merasakan sensasi kunai dingin yang menyapu lehernya. Ia akui gadis ini memang seorang anbu.
"Kali ini kau bisa selamat, Hyuuga. Itachi mengorbankan hidupnya untuk desa bodoh ini. Aku tak ini membuat pengorbanannya sia-sia." Sasuke terkekeh sinis merasakan perlawanan Hinata, di bawah tubuhnya. "Lagipula kita akan menghabiskan beberapa hari bersama." ucapnya serang bangkit lalu dengan satu gerakan gesit melompati jendela dan hilang dari pandangan.
--------------------------------------TBC----------------------------------------------------------
Iya-iya aku masih hidup kok heheheh. *peace*.
Makasih banyak loh buat yang udah like, comment, apalagi ngasih koreksi. Semoga kontribusi remeh ini bisa membantu menghibur komunitas sasuhina ya.
selamat membaca deh.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Uchiha's Bride
FanfictionKombinasi yang aneh. Putih dan Hitam. Lembut dan Brutal. Naif dan Keji. Putri dan Serigala. Mereka seperti...Yin dan Yang.