Chapter 8 : Gaara dari Padang Pasir
Hinata menjelajahi hiruk-pikuk pasar dengan menenteng satu buah kantongan yang berukuran cukup besar di tangan kanannya. Di dalamnya sudah terisi dengan bahan makanan segar seperti roti, bumbu kari, daging rebus untuk makan malam dan beberapa macam sayuran sebagai sarapan besok pagi.
Selama menyusuri pasar, ia beberapa kali menangkap penduduk setempat yang melempar tatapan aneh saat berpapasan. Awalnya ia kira sebagai pendatang baru, wajahnya cukup asing bagi mereka yang mungkin sudah hapal mati wajah satu sama lain di kota kecil ini. Namun akhirnya ia menarik kesimpulan lain. Mereka tertarik dengan sepasang pupil putihnya, sesuatu yang mungkin tak pernah mereka temui sampai detik ini. Sedikit merasa risih dengan atensi dadakan yang mencolok ini, Hinata berusaha menutupi matanya dengan rambut dan tudung kepala dari jaket yang dikenakan. Untuk berjaga-jaga, ia juga berjalan sambil menundukkan kepala dan sebisa mungkin menurunkan pandangannya ke tanah menghindari kontak mata.
Merasa belanjaannya sudah lebih dari cukup, Hinata kembali ke penginapan yang di sewa untuk malam ini. Sesampainya di depan kamar, jari-jarinya refleks terangkat untuk memberi beberapa kali ketukan lembut pada pintu kayu yang cukup kuno sebelum masuk. Sebuah gestur etika sederahana yang diajarkan klan Hyuuga bahkan sebelum ia sempat diajarkan berbicara. Pemandangan pertama yang ditangkap sepasang amethystnya adalah seorang pemuda yang duduk bersandar di jendela. Kaki kiri pria itu naik ke bingkai jendela dan menjadi topangan tangan kirinya. Sepertinya pandangan pria itu kosong dan terlempar jauh keluar barangkali entah sedang memikirkan apa. Sedangkan surai hitam pekatnya bergoyang tertiup semilir angin sore yang lumayan kencang.
Hinata sedikit menghembuskan napas lega menyadari Sasuke sudah mengenakan atasan. Sebuah kaos hitam berkerah tinggi dengan sebuah simbol klan Uchiha di punggung. Karismatik. Satu kata itu entah muncul dari mana melenggang begitu saja di benak Hinata yang tengah semrawut.
"Sasuke-san...Kau suka kari?" Hinata meletakkan bungkusan coklat dan mengambil dua mangkuk dari dalam lemari.
"Hn."
Sasuke memindahkan perhatian sepasang onyxnya dari luar jendela ke Hinata. Mengikuti setiap gerakan cekatan yang sibuk membagi kari ke dalam dua mangkuk hitam dan menyimpan barang belanjaan lain yang ke dalam lemari dapur tiga pintu yang berukuran cukup besar. Hinata kemudian kembali dari dapur dengan dua pasang sumpit dan menyerahkan salah satunya pada Sasuke yang berjalan ke arahnya.
"Kita tidak sempat makan siang, sarapan pun hanya seadanya. Makan ini dulu ya Sasuke-kun, untuk mengganjal perut, " ujar Hinata seraya membagi salah satu mangkuk yang berisikan kari pada pada pria Uchiha. "Untuk makan malam nanti, Aku akan membuat sup daging rebus." Hinata ikut mendudukan diri di kursi kayu yang berhadapan dengan Sasuke dan mulai menyendok nasi dengan anggun.
Sepasang shinobi tersebut menyantap kari dalam keheningan.
------------------------------------------------------------------
"Sasuke-san," panggil Hinata sembari menyusun mangkuk terakhir yang sudah dikeringkan ke dalam lemari. Mereka sudah selesai makan malam lima belas menit yang lalu.
"Hn." Hinata bergerak lincah di area dapur. Ia tahu pasti barang apa harus diletakkan di mana. Laci mana yang menyimpan sendok dan mana yang menyimpan mangkuk. Sama sekali tak tampak sedikit kecanggungan pun seperti seorang tamu. Sampai Sasuke sedikit curiga jangan-jangan kamar ini properti milik klan Hyuuga.
Gadis itu tengah mengenakan setelan casual andalannya. Jaket ungu yang dipadukan dengan celana panjang berwarna biru tua. Bisa dibilang gaya berpakaian yang jarang ditemui di gadis sepantaran mereka.
Sangat konvensional.
Sangat Hyuuga.
Dan sangat Hinata.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Uchiha's Bride
FanfictionKombinasi yang aneh. Putih dan Hitam. Lembut dan Brutal. Naif dan Keji. Putri dan Serigala. Mereka seperti...Yin dan Yang.