"Berangkat sekarang?" Hinata semakin tak nyaman dengan tatapan menilai yang ditujukan padanya.
"Hn."
Mereka berdua memilih berjalan menyusuri jalan Konoha. Tak ada yang memulai pembicaraan. Banyak warga desa yang melempar lirikan penasaran saat mereka lewat. Wajar saja, mantan nuke-nin ini masih menjadi topik hangat. Sebagian warga masih melihatnya sebagai seorang pengkhianat, dan sebagian lagi jelas menunjukkan wajah ketakutan.
Selama sepersekian detik, Onyx Sasuke tanpa sadar tertuju pada anbu yang berjalan dengan tenang di sampingnya. Sebelumnya tidak ada pengawas yang setenang ini. Oke, ada satu. Si pawang serangga Aburame. Pawangnya memang tidak berisik, tapi suara serangganya berhasil membuat jidat Sasuke berkedut.
Ino selalu merengek sedangkan Sakura terlalu menuntut dan kasar. Diam-diam ia lebih nyaman dengan Hyuuga yang satu ini.
Perubahan yang baik, pikirnya.
Hinata berhenti tepat di depan pintu kantor Hokage dan mengetuk pintu. "Kakashi-sensei...".
Kakashi duduk di kursi kebesarannya dengan kedua kaki yang sengaja ia naikkan ke meja. Tangan kanan memegang buku keramat dan tangan kirinya di belakang kepala. "Yo."
Sasuke memutar matanya malas melihat pemandangan mantan gurunya ini. Kantor Hokagenya ini lebih mirip kamar lelaki bujang daripada disebut kantor. Berkas-berkas berserakan di lantai sedangkan mejanya justru ditempati buku-buku seukuran kantong yang berjejer rapi. Semua orang tahu buku itu tidak ada hubungannya dengan tugas Hokage.
"Apa maumu?" Hinata terkesiap, untung saja ia masih memakai topeng. Ia menatap tak percaya dengan sikap kurang ajar Sasuke pada seseorang yang pernah menjadi sensei.
Kakashi menunjukkan eye-smile terbaiknya. "Sasuke... Inikah caramu menyapa sensei?"
"Apa maumu?"
Sebelum Kakashi sempat menjawab, Hinata memohon untuk undur diri. Ia tak sanggup berada di atsmosphere menegangkan ego para pria. "Baiklah. Akan kupanggil kalau sudah selesai Hina-chan.. Ini masih jam tugasmu kan?"
Sebelum pintu tertutup, ia dapat mendengar dengusan Sasuke.
Sementara Hinata memutuskan untuk kembali ke markas anbu. Di sana ada Neji yang akan bertugas dengan beberapa pasukan anbu yang lain. Setelah perang, sangat jarang ada misi level S dan A. Karena adanya perjanjian perdamaian, tidak ada banyak kekacauan yang terjadi. Yang ada hanya misi level rendah yang cukup ditangani oleh para chunin.
Sebagai seorang kunoichi, jujur ia merindukan sensasi puas saat menyelesaikan misi berbahaya. Sebagai seorang Hinata, ia merasa bersyukur akhirnya semuanya bisa kembali damai. Banyak orang yang telah meregang nyawa demi mengakhiri perang. Termasuk ayahnya, ayah Ino dan Shikamaru. Untungnya Neji bisa diselamatkan. Hinata benar-benar tidak tahu apa yang akan terjadi bila kehilangan salah satu support system terbesar dalam hidupnya.
Hinata memasuki ruangan yang memiliki tanda anbu. Tanda yang sama seperti di bahunya.
"Hinata-chan!" Tenten melambainya padanya dari belakang Shino. "Kau pulang cepat. Apa yang terjadi pada Sasuke?"
"Ia sedang dipanggil Hokage-sama". jawabnya sambil melepaskan topeng dan menaruhnya di samping.
"Dia melawan?" tanya Tenten penasaran. Dapat dirasakan semua perhatian tertuju padanya. Pasti ada taruhan lagi. Terdapat beberapa ninja yang bukan anbu. Setelah Kakashi menjabat sebagai Hokage, tidak ada aturan ketat yang membatasi interaksi para anbu dengan ninja dari divisi lain.
Hinata menggeleng.
Kiba meringis dan Tenten tertawa bahagia sambil menjulurkan tangan. "Aku menang Kiba. Bayar bayar."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Uchiha's Bride
FanficKombinasi yang aneh. Putih dan Hitam. Lembut dan Brutal. Naif dan Keji. Putri dan Serigala. Mereka seperti...Yin dan Yang.