"Bangun!"
Mentari menggeliat lalu membuka matanya perlahan.
"Mas Langit?"
Mentari rasanya seperti bermimpi. Ia bisa melihat Langit saat membuka mata.
"Aku mau berangkat bekerja. Aku juga sudah menyiapkan sarapan untukmu."
"Kerja?"
Langit mengangguk lalu menunjuk ke arah jam yang terletak di dinding kamar.
"Astaga, aku kesiangan, Mas. Maafkan aku."
Seketika Mentari merasa tak enak. Baru hari pertama menjadi istri Langit, ia bangun kesiangan dan tidak membuatkan suaminya sarapan.
"Tidak apa-apa, kamu pasti sangat lelah. Aku berangkat dulu, ya."
Langit mendekat dan mencium kening Mentari.
"Hati-hati di rumah. Jika ada apa-apa, langsung telfon saja."
"Iya, Mas."
Senyum Mentari merekah sempurna. Ia tak mampu menyembunyikan senyum itu, senyum penuh syukur dan rasa gembira karena mendapatkan suami seperti Langit.
"Aku antar sampai ke depan pintu, Mas."
"Tidak usah, kamu tidur saja lagi jika masih mengantuk. Maafkan aku yang telah membangunkan kamu tadi."
"Tidak, Mas tidak perlu meminta maaf."
"Baiklah, aku berangkat."
Langit bergegas untuk pergi karena ia sudah berjanji akan menjemput Bulan pagi ini.
"Iya Mas, hati-hati!"
Mentari tak menghalangi kepergian Langit. Ia juga tidak jadi mengantar Langit sampai depan pintu karena ia sadar diri, jika ia memaksa, suaminya akan terlambat bekerja karena harus membantu dirinya berjalan.
🥀🥀🥀
Langit tersenyum cerah sepanjang perjalanan menuju kantor bersama Bulan bahkan tak henti-hentinya Langit bercerita banyak hal pada Bulan.
"Cerah sekali pengantin baru," goda Bulan meski dalam hatinya terasa sakit dan juga timbul rasa tak suka pada Mentari yang entah sejak kapan, rasa itu tiba-tiba muncul.
Padahal, Bulan tak pernah merasa punya masalah dengan Mentari. Ia merasa biasa saja dan menganggap Mentari bukanlah saingan yang harus ia takutkan di kantor karena faktanya, Mentari hanyalah wanita biasa yang tidak dikenal banyak orang. Dia juga bukan wanita modis apalagi cantik seperti Miranda, saingan utama Bulan.
"Apa sih!"
Senyum Langit langsung sirna seketika saat Bulan mengingatkan dirinya bahwa kini ia sudah tak sendiri lagi.
"Ciee malu-malu."
Bulan sendiri berusaha bersikap sewajarnya. Ia tak ingin Langit tak nyaman jika dia mengetahui perasaannya yang sebenarnya.
Bulan tak mau, Langit menjauh darinya sehingga ia harus berpura-pura biasa supaya terus bisa bersama Langit.
"Sudah, tidak lucu. Kita bahas hal lain saja."
"Memangnya mau bahas apa?"
"Weekend ini, kamu mau pergi kemana?"
"Entahlah, aku tidak tahu. Romi sangat sibuk akhir-akhir ini, mungkin aku di rumah saja."
"Bagaimana jika kita pergi nonton?"
"Kamu yakin?"
Bulan merasa ragu dengan ajakan Langit. Mungkin saat Langit belum menikah, ia akan merasa antusias menerima ajakannya namun sekarang semuanya berbeda. Jika ia setuju dengan ajakan Langit, ia tidak mau menjadi obat nyamuk diantara Langit dan Mentari.
"Sangat yakin. Selama ini aku selalu tepati ucapanku."
"Kita pergi bertiga?" tanya Bulan hati-hati, ia tak ingin Langit salah paham.
"Berdua."
Bulan seketika mengalihkan pandangannya ke arah Langit untuk mencari kebohongan dari wajah pria itu tapi wajah pria itu terlihat sungguh-sungguh tanpa adanya kebohongan apalagi keraguan.
"Aku tak sabar untuk pergi bersama."
Bulan tersenyum manis. Ia merasa sangat bahagia karena bisa pergi berdua dengan Langit.
"Kapan pun."
"Kapan pun?"
"Iya, kapan pun kamu ingin pergi atau membutuhkan aku. Aku siap datang untukmu."
"Gombal!"
Bulan tertawa kecil. Ia tak menyangka jika Langit bisa bicara seperti itu. Entah semua ucapan Langit benar atau hanya bercanda, Bulan tak tahu.
Apapun maksud Langit yang sebenarnya, Bulan tak peduli. Ia hanya ingin menikmati waktu bersama Langit saja sebelum Langit benar-benar menjadi milik Mentari.
Beberapa saat, kadang terlintas dibenak Bulan untuk merebut Langit dari Mentari karena ia merasa, dirinya lah yang paling pantas bersanding dengan Langit tapi kemudian pemikiran itu langsung Bulan tepis.
Bulan tak mau disebut orang ketiga. Namanya akan rusak dan peluang menjadi orang kaya, akan menghilang.
Selama ini, Bulan susah payah mendekati Romi. Ia hanya ingin membuka jalan supaya bisa bergabung dalam acara-acara orang kaya.
Bulan memanfaatkan kecantikan dirinya untuk menarik para pria kaya. Jika sudah mendapatkan sasaran yang tepat, ia akan memutuskan Romi dan memilih pria yang lebih segala-galanya dari Romi.
Tentang Langit sendiri, Bulan tak mau ambil pusing. Ia memang mencintai Langit tapi ia lebih mengutamakan ambisinya terlebih dahulu. Jika tak tercapai atau mungkin ia bosan dikemudian hari. Ia akan berlari ke arah Langit dan beristirahat di pelukan pria itu. Pria terhangat yang pernah Bulan kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diantara Langit dan Bulan
RomanceMemiliki tapi tidak memiliki. Begitulah yang dirasakan oleh Mentari sebagai istri sah Langit Permana. Ia memiliki raga Langit tapi tidak memiliki hatinya. Meski Langit memperlakukan dirinya dengan baik tapi Mentari tahu, semua yang dilakukan Langit...