Terdesak

1.6K 242 71
                                    

Langit merasa kepalanya sangat pening sepanjang perjalanan pulang. Ia bingung mencari alasan yang tepat untuk Mentari. Ia juga merasa bersalah karena mengingkari janjinya tanpa memberikan kabar terlebih dahulu pada Mentari.

Awalnya Langit ingin mengangkat telpon dari Mentari tapi Bulan terus menangis menceritakan kesedihan hatinya yang telah dikhianati oleh kekasihnya dan ditinggalkan begitu saja saat mengetahui dirinya hamil. Membuat Langit tak tega dan berusaha menenangkan Bulan.

Langit sungguh prihatin dengan nasib Bulan. Andaikan saja ia belum menikah dengan Mentari, ia pasti langsung melamar dan menikahi Bulan.

Mengembuskan napas panjang dan mencoba tenang karena kini Langit telah sampai depan rumah. Ia juga berhenti berandai-andai. Sekarang Langit tengah menyiapkan beberapa alasan untuk Mentari. Langit berharap, Mentari mau mendengarkan dirinya.

"Baru pulang, Mas?"

Langit yang baru saja masuk, seketika terkejut dengan pertanyaan dingin Mentari.

"Sayang, kamu belum tidur?"

Langit menghampiri Mentari hendak mencium kening Mentari namun Mentari menghindarinya dan memalingkan wajahnya.

Langit tahu, Mentari pasti marah padanya. "Maafkan aku."

Hanya kata-kata itu yang ada dipikiran Langit. Ia tak tahu harus mengatakan apalagi selain meminta maaf karena ia pun sadar atas kesalahan yang telah ia perbuat.

"Sekarang bisa jelaskan padaku, Mas?"

"Aku lelah, Sayang."

Mentari tersenyum kecut. Ia sangat kecewa dengan Langit padahal semalam ia merasa bahagia dan bermimpi akan hidup bahagia bersama Langit namun kenyataannya ia tak lebih hanya sekedar istri yang tak diharapkan. Langit masih mencintai wanita lain dan itu sungguh membuat hati Mentari terluka.

"Ok."

Langit menatap Mentari yang masih terlihat dingin padanya.

"Ayo ke kamar?"

"Aku ingin di sini."

Langit mengangguk. "Aku ke kamar duluan."

Mentari tak menanggapi ucapan Langit lagi. Hatinya masih sangat perih tapi sepertinya pria itu tidak bisa merasakannya.

Setetes demi tetes air mata Mentari turun membasahi pipinya. Ia merasa terlalu bodoh dengan mudah terlena akan kebahagiaan semu yang ia rasakan. Harusnya ia sadar, sejak awal ia mengetahui jika Langit menyukai wanita lain dan ia harus siap patah hati sewaktu-waktu atau menahan cemburu serta sakit hati.

Meski sudah berusaha kuat dan membentengi hati tapi tetap saja, Mentari hanya wanita biasa. Ia tetap tak sanggup melihat suaminya bermesraan dan lebih mementingkan wanita lain daripada dirinya yang kini telah sah menyandang status istri.

🥀🥀🥀

Malam ini terasa dingin mencekam berbeda dengan malam kemarin. Langit dan Mentari tidur saling memunggungi.

Langit gelisah, ia juga merasa tak nyaman dengan situasi seperti ini meski ia tahu, semua kesalahan murni darinya hingga tercipta hubungan yang hambar.

"Aku bisa jelaskan."

Langit berbicara tanpa membalikkan badannya, begitu juga dengan Mentari.

Tak mendapatkan jawaban apapun, Langit tetap akan berbicara dengan Mentari dan ia berharap, Mentari mau berbicara lagi padanya.

"Aku tadi ada kerjaan tambahan."

Langit memejamkan matanya dan merutuki kebohongan yang baru saja ia katakan.

"Tari?"

Mentari masih saja diam membuat Langit semakin merasa tak karuan.

"Tari, percayalah padaku. Aku tidak bermaksud untuk ingkar janji tapi itu benar-benar membuatku terdesak. Aku minta maaf. Jadi tolong, bicaralah padaku."

Langit membalikkan badannya kini berubah menjadi menghadap Mentari yang masih memunggunginya.

"Tari?"

Langit menyentuh bahu Mentari yang langsung Mentari tepis dengan kasar.

Mentari semakin merasa terluka karena Langit bukan berbicara jujur padanya. Dia memilih untuk membohonginya demi wanita lain.

Mentari yakin, saat satu kebohongan tercipta pasti akan ada kebohongan-kebohongan lain yang menyertainya.

"Aku bersungguh-sungguh meminta maaf padamu. Apa itu tak cukup?"

Langit sedikit tersinggung karena Mentari menepis tangganya secara kasar.

"Minta maaf untuk kesalahan yang mana, Mas?"

Mentari bangun dan menatap tajam pada Langit. Ia tak peduli lagi jika kini Langit tahu, ia baru saja menangis.

"Aku minta maaf karena tidak jadi mengantarkan kamu tadi sehingga membuatmu marah seperti ini padaku."

Langit ikut mengubah posisinya menjadi duduk berhadapan dengan Mentari.

"Yakin, Mas? Karena itu?"

Tatapan Mentari semakin tajam yang membuat Langit salah tingkah. Ia mampu melihat betapa terlukanya Mentari dan ia juga bisa melihat sisa air mata wanita itu, wanita yang kini telah sah menjadi istrinya. Wanita yang harusnya ia prioritaskan.

"Ya."

"Baiklah."

"Maksud kamu?"

"Kita baru saja menikah, Mas. Jika kamu mencintai wanita lain, harusnya kamu menolak saja permintaan orangtuaku saat itu."

"Apa yang kamu bicarakan?"

"Cukup, Mas! Aku tahu kamu kemana dan pergi dengan siapa."

"Tentu saja kamu tahu aku dimana. Aku mendapatkan pekerjaan tambahan."

Meski pikiran Langit sudah mulai gelisah, ia takut Mentari tahu hal yang sebenarnya tapi Langit berusaha untuk bersikap tidak tahu apapun.

"Bekerja, Mas? Yakin bekerja?"

"Iya, ya tentu saja. Memangnya apalagi?!"

Kini mulai terdengar suara Langit sedikit gugup.

"Baiklah kerja."

Mentari meraih ponselnya yang tergeletak dekat bantal lalu membuka beberapa foto yang ia dapat dari grup kantor.

"Kerja seperti ini maksudnya, Mas?"

Mentari memperlihatkan foto Langit yang tengah di peluk erat oleh Bulan.

"Ta, Tari. Sayang, ini salah paham, semua itu tidak seperti yang kamu pikirkan."

Langit bergeser untuk mendekati Mentari.

"Memangnya apa yang aku pikirkan, Mas?"

"Tari, percayalah padaku. Aku dan Bulan tidak ada apa-apa. Itu hanya ...."

"Hanya apa, Mas?"

"Sudah lupakan. Bukankah paling utama, kamu harus percaya pada suamimu?"

"Ya, aku memang berusaha percaya."

"Teruslah percaya padaku. Aku saat ini juga sedang berusaha percayakan hatiku padamu."

Langit meraih Mentari dan memeluknya erat.

"Bimbing aku, Tari."

Mentari hanya diam tak merespon apapun, baik ucapan Langit ataupun pelukan pria itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 09, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Diantara Langit dan BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang