05

74 18 0
                                    


Happy Reading

Jam menunjukan pukul 11 malam, setelah selesai membersihkan beberapa piring kotor, lelaki itu pun bersiap-siap untuk pulang ke rumah.

Setiap hari sepulang sekolah, Yohan menyempatkan waktunya untuk bekerja di kedai ramen milik tetangganya, walaupun gajinya tidak terlalu besar, yang penting ia bisa pakai untuk membeli keperluannya.

Lelaki itu mengambil ranselnya di rak dan tersenyum ramah kepada teman perempuannya yang sedang membersihkan meja makan.

"Aku duluan.." Ucapnya dan membuka pintu keluar.

"Yohan tunggu!" Gadis itu meraih paper bag berwarna coklat di atas meja dan berlari menghampiri Yohan.

Saat menaiki sepedanya, atensi Yohan teralihkan saat yena, teman perempuannya menyodorkan sebuah paper bag berisikan sesuatu ke arahnya.

"Ini apa?" Tanya Yohan bingung.

Yena tersenyum dan menggaruk tengkuknya "Ini ramen buatanku, kau boleh mengambilnya, karena aku tau kau pasti belum makan malam" Ucapnya.

"Yaampun kau tidak perlu repot seperti ini" Ucap Yohan.

"Tidak apa" Yena meraih tangan Yohan dan menaruh paper bag berisikan ramen di tangan lelaki itu.

Yena adalah anak dari pemilik kedai ramen tempat kerja Yohan, sekaligus teman perempuannya.

"Kalau begitu aku permisi dulu" Ucap Yena dan pergi meninggalkan Yohan.

"Yena tunggu!" Panggil Yohan membuat si gadis membalikkan badannya.

"Terima kasih," Yohan tersenyum dan mulai mengayuh sepedanya.

Gadis itu tersenyum, dan terus menatap punggung Yohan yang semakin jauh darinya.

.
.
.

Sesampainya di rumah, Yohan memarkirkan sepedanya dan masuk kedalam rumah.

Langkah Yohan terhenti di ruang tengah saat melihat ibunya dan dua ibu lainnya sedang duduk menonton televisi dengan beberapa botol Soju di atas meja.

"Wahh Eun Hye, anakmu sangat tampan" Suara ibu berbadan besar, dan Yohan pun membungkuk sopan di hadapan mereka.

"Kudengar Yohan salah satu siswa tercerdas ya di sekolah?" Tanya ibu lainnya kepada Yohan.

Lelaki itu tidak menjawabnya, dan hanya tersenyum.

"Untuk apa memiliki otak yang cerdas, kalau dia nanti tidak akan kuliah" Celetuk ibunya sambil meneguk botol Soju.

Yohan terdiam, dan sedih mendengar kalimat ibunya.

"Astaga benarkah!? Sayang sekali..."

Yohan kembali membungkuk sopan di hadapan mereka, dan masuk ke kamarnya. Diletakkan ranselnya di atas meja belajar, dan membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil memandang langit-langit kamarnya.

"Untuk apa memiliki otak yang cerdas, kalau dia nanti tidak akan kuliah"

Kembali mengingat kalimat ibunya, Yohan semakin sedih, walaupun yang dikatakan ibunya ada benarnya.

Lelaki itu ingin sekali masuk di universitas kedokteran, dan menjadi dokter ahli bedah. Diliriknya beberapa catatan tertempel di dinding kamarnya dan beberapa buku yang memenuhi rak bukunya.

Itulah mengapa Yohan selalu giat belajar dan ingin mendapatkan beasiswa masuk jurusan kedokteran.

Yohan menghela nafas panjang, nafas yang terdengar sangat kelelahan, kedua mata indahnya pun tertutup tanda tubuhnya butuh istirahat.












A teenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang