9 - Samudera Datang. Arga Berang.

122 13 0
                                    

"Oma!" Dinda merengek sambil menggoyangkan tangan neneknya saat kami di meja makan untuk makan malam.

"Ada apa, Sayang?" tanya Mama Anggun yang duduk di sebelahnya. Sementara aku duduk di seberangnya.

"Dinda tidur sama Oma ya?" tanyanya dengan gaya lucu.

"Boleh. Kok tumben tidur sama Oma?"

"Mama kalau tidur suka nangis sama jerit-jerit. Dinda takut," ungkapnya. Aku terkejut mendengar pengakuannya.

Mama Anggun melirik padaku merasa tidak enak. Aku hanya bisa mengiyakan menyetujui permintaannya. Belakangan ini beberapa kali terkadang aku suka mimpi buruk tentang perselingkuhan Mas Arga. Semua kenangan buruk itu begitu membekas hingga jiwaku tersiksa. Ada rasa sakit yang masih belum sirna. Meskipun aku sudah berusaha mengikhlaskan takdir ini.

Seperti tadi setelah pulang dari bandara, ternyata aku tertidur dan kembali memimpikan Mas Arga. Tanpa sadar aku tidur sambil menangis dan mengigau, kata mereka. Dinda yang melihatku sampai ketakutan dan memanggil neneknya. Aku jadi malu saat Samudera menatapku iba keheranan..

Kini setelah makan malam aku duduk sendiri di teras rumah yang hening. Hanya suara jangkrik yang terdengar. Tadi saat makan malam, aku tidak melihat kehadiran Samudera. Kata mama, dia makan di dalam kamar karena tidak mau memperlihatkan wajahnya di depanku.

Ah, aku jadi bertanya-tanya seburuk apakah wajahnya sampai dia enggan menunjukkannya padaku? Padahal katanya aku calon istrinya. Aku berhak tahu, kan?

"Reyna!" sapa seseorang.

Aku menoleh dan tiba-tiba ada pria itu di sampingku.

"Boleh aku ikut duduk di sini?"

"Boleh, Mas. Ini kan rumahmu?"

Samudera duduk tak jauh dariku di sebuah kursi kosong lainnya. Sepertinya ia selalu berusaha jaga jarak denganku.

"Bagaimana kabarmu?"

"Aku seperti yang tadi kamu lihat, Mas. Adikmu berhasil membuat hatiku kacau balau."

Dia mengangguk sedikit. Entah bagaimana ekspresi wajahnya. Ikut sedih atau merasa iba melihatku. Hanya bola matanya saja yang dapat aku lihat.

"Aku turut menyesal dengan perbuatannya. Aku benar-benar gak menyangka dia akan tega mengkhianatimu berkali-kali," ungkapnya.

"Semua orang gak ada yang akan menyangka kalau pasangannya akan tega seperti itu, Mas. Semuanya pasti berharap yang indah-indah di setiap pernikahannya."

"Aku tahu, Rey."

Kami saling diam sejenak.

"Tapi ... aku harap kejadian itu tidak akan menutup hatimu untuk orang lain. Aku tidak mau kamu jadi makin terpuruk karenanya," sambungnya.

"Aku sedang mencoba, Mas."

"Dan, satu lagi ... aku di sini hadir, pulang ke Indonesia hanya untukmu," ungkapnya dengan suara begitu lembut.

Dia hadir untukku? Apakah dia bermaksud ingin menebus kesalahan adiknya atau apa?

"Ngomong-ngomong, kenapa Mama dan Mas Arga tidak pernah cerita tentangmu sebelumnya ya?"

Posisi tubuhnya berubah sedikit tegak. Mungkin dia merasa pertanyaanku ini berat.

"Bahkan kamu tidak datang juga saat pernikahan kami, kan? Padahal kamu itu kakaknya," cecarku.

Untuk beberapa saat, pria itu hanya menunduk seperti memikirkan sesuatu. Apa dia sedang mencari alasan yang tepat?

"Sebenarnya aku datang ke pernikahan kalian. Hanya saja aku tidak sanggup untuk menampakkan diri di depan kalian dan banyak orang. Aku khawatir mereka akan merasa aneh dengan pria bertopeng sepertiku," bebernya.

Pria di Balik Topeng [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang