12 - Pernikahan Kedua

109 9 0
                                    

Hari ulang tahun Dinda jatuh pada hari Sabtu. Acara itu akan dimulai saat sore hari. Sedangkan pernikahanku dengan Samudera diadakan pagi harinya. Hanya dalam waktu sangat singkat, kedua acara penting itu akan diselenggarakan bersama.

Yang terlihat paling repot adalah Mama Anggun dan Samudera walaupun mereka menggunakan jasa EO. Sementara aku dilarang membantu mengurusi ini dan itu.

Sekarang aku sedang di kamar menunggu akad nikah dimulai. Dengan riasan pengantin yang tidak terlalu mencolok, tapi tetap anggun serta baju pengantin berupa kebaya putih berbahan brokat mewah dan kain batik sutra.

Wina pun sudah datang bersama suami dan anaknya. Kini ia tengah menemaniku di kamar. Kami sempat mengobrol sebentar membahas tentang Samudera. Ia tidak percaya jika calon suami keduaku memiliki wajah yang rusak dan pakai topeng segala seperti pesta Halloween ala barat. Walaupun begitu, aku akui selama mengenalnya ia tampak baik dan lembut meski baru kenal dua minggu. Ah, semoga saja terus demikian.

Bukan cuma Wina, beberapa orang luar yang datang mengurusi acara pernikahan ini pun keheranan dan bertanya-tanya tentang Samudera. Karena itulah ia tidak keluar kamar sampai acara akad nikah akan dilangsungkan.

Jantungku berdebar-debar saat penghulu sudah datang. Samudera dan beberapa saksi sudah siap mengadakan akad nikah. Perasaanku harap-harap cemas mendengarkan dia membaca kalimat ijab kabul. Aku tidak ikut duduk di sampingnya. Aku disuruh tetap menunggu di kamar Samudera di lantai bawah.

Setelah ijab kabul itu berjalan lancar, barulah diperbolehkan keluar kamar menemui suami keduaku. Semua orang di sana memandangiku dengan takjub. Begitu pula dengannya. Andai tidak ada topeng itu, mungkin ia sedang tersenyum padaku. Mataku menyisiri ruangan luas itu dan tanpa sengaja melihat sosok Mas Arga di luar memakai kemeja putih dan celana jeans biru. Ia ada di belakang tamu- tamu undangan yang datang.

Ia menatapku sinis. Pancaran matanya tampak marah dengan bibir cemberut. Apakah dia tidak diundang oleh Mama Anggun? Apakah dia marah karena aku malah menikah dengan kakaknya?

"Reyna, ayo sekarang cium tangan suamimu!" seru wanita yang kini menjadi mertuaku lagi.

Aku terkesiap. Tak sadar jika sedang diperhatikan orang lain dan acara akad nikah ini belum sepenuhnya berakhir. Sementara Samudera tertegun menatapku sejak tadi. Selesai mencium punggung tangannya, lelaki itu membelai kepalaku penuh kelembutan. Padahal biasanya pengantin pria akan mencium kepala pengantin wanitanya, tapi berhubung dia memakai topeng dan tidak bisa melepaskannya, jadinya terasa ada yang kurang.

Akad nikah pun selesai. Tamu undangan dan keluarga terdekat yang datang sedang menikmati hidangan prasmanan yang cukup mewah walaupun tidak banyak dihadiri oleh banyak orang.

Sementara aku mengobrol ringan dengan beberapa teman, lagi-lagi mataku menangkap sosok Mas Arga di halaman rumah. Ia hanya berdiri memandangiku. Ia masih tampak kesal. Anehnya, ia tidak berani masuk rumah.

"Aku permisi dulu ya," kataku pada temanku yang lain.

Dengan tergesa-gesa kususul Mas Arga di luar. Ia pergi menjauhiku ke arah pepohonan karena halaman depan rumah ini memang banyak pohon rindang dan besar-besar. Aku mengejar secepatnya, tapi dia menghilang di antara pepohonan itu.

Tiba-tiba seseorang menarik bahuku begitu keras dari belakang.

"Mas Arga!" seruku kaget melihatnya sudah ada di belakang.

Ia berdiri di depanku, lagi-lagi dengan tatapan tidak bersahabat.

"Sudah kubilang jangan menikah dengannya? Kenapa kamu ngeyel?" hardiknya.

"Apa salahnya? Kamu gak bisa melarangku, Mas."

"Dia itu rivalku. Aku gak sudi kamu menjadi miliknya, Rey. Kamu akan celaka menikah dengannya," katanya dengan nada kesal.

Pria di Balik Topeng [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang