Apa kamu benar baik-baik saja?
Ayumi duduk bersandar di belakang pintu kamarnya yang gelap, menekuk lutut, menatap kosong ke arah lantai kayu yang sedikit berdebu. Rasanya lelah. Pelan-pelan, Ayumi membuka kucir rambutnya, membiarkan tergerai. Dia juga menghapus make up dengan lap basah, mencopot bulu mata, dan menghela napas.
Setelah bertemu Ame tadi, Ayumi berhenti menangis dan mencoba untuk tidak terlihat seperti sudah menangis, walau tentu saja tidak bisa. Ame sudah melihatnya, dan keberadaan Ame membuat Ayumi merasa tenang sekaligus malu. Kenapa pula Ayumi menangis di hadapan Ame?
Tidak banyak yang Ayumi bicarakan pada Ame, gadis ini segera berlalu setelah menggeleng sambil tersenyum. Dia juga meninggalkan suratnya begitu saja, dan sekarang Ayumi tidak peduli.
Suara pintu berketuk terdengar, Miki berada di luar kamar Ayumi.
"Yuuchan, ayo kita bicara sebentar." Suaranya pelan, sedikit berbisik. "Apa kamu tidak jadi mendaftar?"
Ayumi tidak menggubris.
"Yuuchan?"
Tidak lama, suaranya menghilang beserta terdengar suara derap langkah kaki yang menjauh. Miki sudah kembali turun. Namun, tiba-tiba datang lagi suara langkah kaki yang berhenti tepat di depan pintu kamar Ayumi.
"Yuuchan, ini aku." Dan ini suara Keyko. "Tolong buka pintunya, mari bicara denganku." Keyko mengketuk-ketuk pintu.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanyanya lagi.
Ayumi menggeleng pelan. "Tidak," jawab Ayumi serak. "Aku tidak baik-baik saja, Yuko."
Keyko berhenti mengetuk pintu, dia ikut bersandar, berlawanan dengan Ayumi.
Keyko menghela napas. "Ada apa? Kamu tidak ingin bercerita denganku, Yuuchan?"
Ayumi menggeleng. Dia tidak ingin membuat beban Keyko bertambah lebih banyak lagi.
"Tidak adakah? Termasuk kepergianmu ke Indonesia?" Keyko tersenyum. "Kalau memang kamu akan pergi, aku tidak apa-apa. Kita masih bisa bertukar kabar lewat surel, atau melakukan panggilan video. Tidak apa-apa." Keyko tersenyum. "Selama itu hal yang baik, maka semuanya akan ikut baik."
Ayumi bangun dari duduk, dia membuka pintu, membuat Keyko melirik ke belakang dan mendapati Ayumi dengan wajah muram. Lantas Keyko segera bangun, dan memeluk Ayumi sambil mengelus-elus punggungnya.
"Kamu tidak baik-baik saja, Yuuchan."
Ayumi mengangguk, membalas pelukan Keyko.
"Tidak apa-apa. Jika kamu ingin menangis, menangislah. Tidak apa-apa. Aku mengerti ini sangat berat untukmu."
"Aku mengatakannya." Suara Ayumi bergetar.
"Mengatakan apa?"
"Perasaanku."
Keyko melepas pelukan, menatap Ayumi dengan alis mengerut. "Lalu bagaimana?"
Ayumi tersenyum kecut. "Aku payah, makanya ditolak mentah-mentah."
Keyko mengelus pundak Ayumi. "Mari kita bicara."
***
Keyko menghela napas ketika melihat Ayumi tertidur lelap di kasur. Dia demam, entah apa yang sudah Ayumi alami hari-hari belakangan, Keyko tidak dapat menebaknya. Secara, Ayumi tampak ceria, dia bersikap seperti biasanya.
Satu lagi, Keyko juga tidak tahu soal rundung-merundung itu. Tentang Ayumi yang mendapatkan perlakuan buruk dari teman-temannya yang dulu.
Keyko menutup pintu perlahan, lalu berjalan menuruni tangga, ke arah ruang tamu. Miki tengah duduk di sana sambil memijat pelipisnya, wajahnya sangat khawatir.
Melihat Keyko berjalan mendekat, Miki bangun dari duduk dan bertanya, "Bagaimana dengan Ayumi?"
Keyko tersenyum. "Dia tidak baik-baik saja. Miki-san tahu tentang teman-teman yang melakukan perbuatan buruk pada Ayumi dulu?"
Miki kembali duduk, tatapannya sangat sedih. "Iya. Aku tahu, tapi aku tidak banyak bicara. Keluarga kami terbiasa dengan mengatasi masalah sendiri, tidak boleh ikut campur dan sok mengurusi. Kami diajar mandiri, dan karenanya, aku tidak terlalu mengerti apa yang dialami adikku sekarang, ataupun saat dulu. Dia tampak biasa-biasa saja, dia tetap sering tersenyum." Keyko memijat pelipisnya lagi. "Sampai saat di mana Ayumi memutuskan untuk berubah penampilan. Dia tampak lebih ceria. Dia belajar dandan, memakai baju-baju yang tidak seperti biasanya. Dia selalu berpergian, dan kembali pulang dengan senyum riang."
"Yuuchan berubah karena dia tidak ingin teman-teman yang merundung dirinya saat dulu mengenalinya sebagai Ayumi. Dia berubah karena ingin berubah." Keyko menghela napas. "Tapi tanpa sadar, Yuuchan berlebihan. Dia merubah semua yang disukainya dengan hal-hal yang tidak dia sukai demi disukai oleh orang lain, demi diterima oleh orang lain. Dia mencoba untuk tidak menjadi dirinya sendiri."
Miki beralih menutup matanya, dia menangis. "Aku tidak tahu tentang ini."
"Di sekolah, nilainya memang tidak dapat dibilang baik, tapi Yuuchan sangat aktif berkontribusi dalam kegiatan sekolah." Keyko tersenyum. "Aku sungguh terkejut mengetahui Yuuchan akan tinggal di Indonesia karena nilainya yang tidak bagus. Aku juga terkejut mengetahui latar belakangnya selama ini. Dia orang yang baik, tapi keadaan memaksanya untuk menjadi orang lain."
Miki mengangguk. "Terima kasih, Keyko-san, sudah datang kemari. Aku sangat khawatir karena ketika pulang Ayumi tidak mengatakan apa pun. Dia bungkam, dan matanya sembab. Lalu langsung masuk kamar, mendekam diri di sana. Aku sangat takut dia melakukan hal-hal buruk."
"Dia akan baik-baik saja, mungkin perlu waktu. Dan, mungkin Miki-san bisa berbicara pelan-pelan dengannya, dan akrab dengan Yuuchan. Dia sekarang butuh seseorang untuk mendorongnya maju." Keyko bangkit dari duduk. "Aku akan mampir lagi besok."
Miki ikut bangun dari duduk, mengangguk, mengantarkan Keyko keluar dari rumah Morikawa.
"Terima kasih, Keyko-san." Miki membungkuk dalam. "Terima kasih sudah menjadi teman Ayumi."
Keyko mengangguk, lantas melangkah menjauh dari rumah Morikawa.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Letter
JugendliteraturSetelah sekian lama menulis, akhirnya pada musim dingin pertama di kawasan Umeda, Morikawa Ayumi mulai memberanikan diri untuk mengambil langkah sedikit lebih maju: menyimpan surat-surat berisi puisi itu dalam tas seseorang. Perahu tanpa berlabuh ti...