Bagian 17. Ame

22 8 6
                                    

Acara festival di sekolah berlangsung. Aoi bangun pagi-pagi sekali karena harus menyiapkan segala keperluan di sekolah sebagai ketua OSIS. Tidak seperti biasanya, Aoi berubah menjadi manusia yang super diam di rumah, menjadi manusia yang mendekam diri di kamar, tidak ikut makan bersama, dan menghiraukan segala panggilan. Entah itu dari ibu, atau dari ayahnya.

Aoi berubah menjadi manusia paling menyebalkan di rumah Akihiko.

Di ruang tamu yang senyap, Ame menghela napas.

"Ame." Ayahnya duduk di sebelah Ame.

"Ya, Ayah?" Ame menoleh dan tersenyum.

"Aoi dari kecil ketika marah itu lebih banyak diam. Dia tidak akan berkata apa-apa, dan mendekam diri di kamar. Ayah berharap, kamu mau mengajak dia berbicara. Rasa-rasanya, kamu bisa diandalkan perihal ini. Tolong Ayah, Nak."

Ame terdiam, dia mengkalihkan pandangan ke arah ubin. Kenapa harus Ame? Bukankah seorang kakak harus lebih dapat diandalkan? Rasanya, Ame dapat menilai Aoi sekarang seperti anak kecil. Dari pandangannya yang biasa Ame terima, kali ini terlihat lebih jelas kalau Aoi tidak ingin dirinya ada di sini, di sekitar Aoi.

Ame tahu, Ame juga mengerti kalau kematian ibu Aoi membuat ibunya terlibat, karena mobil yang menjadi dalang tabrakan saat itu adalah mobil keluarga Ame. Namun, tentu saja itu bukanlah hal yang disengaja.

Kenapa harus Ame? Dia banyak mengalah, dia banyak merelakan, dia banyak menerima. Bagaimana dengan perasaannya yang setiap kali merasa sakit ketika Aoi bersikap sangat ketus? Haruskah Ame membuat hatinya menjadi kebal agar terbiasa dengan rasa sakit itu?

Ayah meminta Ame untuk mengobati Aoi, tapi bagaimana caranya ketika luka yang Aoi rasakan didapati karena kehadiran Ame?

"Ame?" Ayahnya memanggil untuk memastikan.

"Iya, Ayah," kata Ame, menyerah.

***

"Jagung?" tanya Keyko, melihat ke arah satu stan makanan berisi jagung bakar. Keyko sedang membawa kardus-kardus untuk dipindahkan ke gudang, tapi dia lewat ke sini, membuat kakinya terhenti untuk merasakan gairah lapar sejenak.

"Tentu." Buji tersenyum. "Tumben kau hari ini sendirian?"

"Yuuchan sakit. Dia tidak masuk hari ini. Oh ya, apa nanti jagung ini bisa kubawa pulang?"

"Kau?"

Keyko memicingkan mata. "Untuk Ayumi."

Buji tertawa. "Akan aku siapkan yang matang." Dia mulai menyimpan jagung-jagung. "Kau tahu, hari ini ada yang aneh dengan si kembar?"

"Si kembar?" Keyko mengernyit.

"Ame dan Aoi."

"Oh." Keyko merasa tidak peduli. "Jangan katakan apa pun soal mereka padaku."

"Kenapa? Kau tidak tertarik dengan kasus ini? Kasus tentang prince charming sekolah ini? Serius?"

Keyko melotot. "Serius," katanya, penuh penekanan, lalu berlalu meninggalkan Famega Buji yang keheranan.

Bukannya tidak ada alasan Keyko berkata demikian pada Buji, ini terjadi karena dia tidak mau lagi mendengar hal-hal menyakitkan tentang mereka dan menyembunyikannya dari Ayumi. Keyko sudah tahu kebenarannya, tentang Ayumi yang jatuh hati pada Aoi, dan dia dicampakkan.

Keyko mengubah banyak penilaiannya tentang Aoi. Dia pikir, laki-laki yang tampang itu sangat dewasa dan dapat menghargai perasaan orang lain. Namun, nyatanya? Tidak begitu.

Keyko tidak mau Ayumi terluka lebih dalam lagi. Keyko tidak mau Ayumi melewatinya sendirian, apalagi sekarang. Di tengah-tengah rasa sedu sedan itu, Keyko tidak mau menambah duri untuk sahabatnya.

Your LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang