Ketika angin menyapa pagi
Ketika burung berkicau
Ketika setiap embun berganti kehangatan
Aku ingin berada di sampingmu, menikmati itu berdua dengan senyumanAyumi tersenyum, menulis lagi.
Kamu adalah pangeran dalam mimpi
Aku adalah gadis dengan kenyataan
Pantaskah aku berhalusinasi,
menginginkan bahwa kita akan terus bersama tanpa perpisahan?Bodoh rasanya menganggap semua dapat berakhir bahagia
Kamu adalah pangeran dalam mimpi
Itu tidak nyata, aku mengerti
Namun ketika aku hanya sedikit berharap kita dapat bersama meski sedikit bahagia,Sakitnya terasa begitu nyata
Kita berbeda, Pangeran, kita berbeda
Aku dengan kenyataan
Kamu dengan halusinasi yang sangat mudah terpatahkan"Yuuchan?" Suara Miki terdengar, membuat Ayumi menghentikan aksi menulis dan menoleh ke belakang. Kepala Miki menyembul dari balik pintu kamarnya. "Kamu tidak sekolah hari ini?"
Ayumi tersenyum, tatapannya sedih. "Aku akan pergi sekolah, aku akan bersiap." Dia bangun dari duduk. "Lagi pula, hari ini terakhir, kan?"
"Yuuchan---"
"Tidak apa-apa, Kak. Aku juga memilih untuk pergi." Ayumi memakai sepatunya. "Aku tidak akan lari lagi tanpa menyelesaikan masalahku."
".... Baiklah." Miki mengangguk, lalu pergi ke bawah.
Sebenarnya, bohong jika Miki bilang dia tidak khawatir. Faktanya, Miki mencoba untuk menghubungi beberapa kerabat yang bekerja di sekolahan Ayumi untuk memantau adiknya itu. Miki takut Ayumi terluka, sedangkan dia tidak dapat berbuat apa-apa.
Ayumi menghela napas. Dia berdiri di depan cermin seukuran tubuh dan melihat pantulannya di sana. Ayumi tampak berbeda dengan hari-hari kemarin. Sekarang Ayumi memakai kacamatanya, dan rambutnya dibiarkan tergerak. Ayumi juga tidak memakai make up terlalu tebal seperti biasanya, dia berubah dengan tampilan yang nyaman tanpa takut perona bibir itu memudar dan membuatnya harus sering melirik cermin.
Lagian, memang inilah Morikawa Ayumi yang sebenarnya. Gadis yang tidak terlalu banyak bicara, kutu buku (bukan buku pelajaran), suka bermain game (terutama otome) tidak berdandan tebal dan memakai fashion yang trendi. Ayumi memakai apa yang menurutnya nyaman. Dan, sekarang dia sudah sangat nyaman dengan penampilan lamanya.
Namun, tentu ada satu hal yang masih dikhawatirkan oleh Ayumi, yaitu tentang Ame. Apa yang laki-laki itu katakan padanya malam hari benar- membuat Ayumi kepikiran, apa selama ini Ame memendam perasaan menyakitkan seperti itu? Bahkan ketika Ayumi terang-terangan terlihat begitu menyukai Aoi di hadapannya?
Ayumi sangat mengerti rasanya menyimpan sayang sendirian, terlebih ketika dia sadar bahwa seseorang yang dicintainya sudah mencintai orang lain--terlebih untuk Ame, 'orang lain' itu adalah kakak tirinya. Setiap hari Ayumi mendekatkan diri pada Aoi, tertawa untuknya, tersenyum lebih banyak kepadanya. Di hadapan Ame, di dekat Ame, apakah Ame merelakan perasaan yang berdenyut saat itu begitu saja?
Apa yang harus Ayumi katakan pada Ame jika mereka berpapasan? Ekspresi apa yang harus Ayumi tampilkan jika Ame melihat ke arahnya? Ayumi takut salah tingkah, Ayumi takut semuanya hanyalah kebohongan. Ayumi takut Ame hanya pura-pura mencintainya demi membuat Ayumi merasa tenang.
Ayumi melirik jam di tangannya, sudah pas pukul 7 pagi. Artinya, Ayumi terlambat, tapi karena hari ini ada festival, tidak ada kata terlambat meski datang pukul 10 pagi.
Gadis itu turun ke bawah, menyapa kakaknya, dan segera berangkat diantar oleh Miki menggunakan mobil.
Mereka sampai di sekolah lima belas menit kemudian.
Lihatlah sekolah pagi ini, begitu ramai oleh pengunjung! Stan-stan yang berada di depan gerbang ramai oleh anak-anak, dan beberapa dipenuhi orang-orang yang sedang berkencan. Ya ampun, sudah seperti pasar sungguhan.
Miki tersenyum. "Aku akan menjemputmu pukul tiga siang."
Ayumi mengangguk, lalu berjalan memasuki sekolah. Dia pikir, penampilannya sekarang akan menarik perhatian, tapi ternyata tidak dan itu membuatnya bersyukur. Ayumi takut jika penampilannya ini akan merubah suasana menjadi buruk.
Gadis itu terus melangkahkan kaki melewati koridor, menuju ruang aula untuk bertemu dengan Keyko.
"Yuko." Suara Ayumi yang pelan terdengar.
Keyko yang sedang mengobrol bersama yang lain itu langsung berhenti. Suara familier Ayumi yang berisik dan nyaring itu terlalu dikenali oleh Keyko. Karenanya, dia langsung berdiri dan membalikan badan, memeluk Ayumi dengan erat.
"Sudah enakan, Yuuchan?" Keyko tersenyum. "Kamu tampil sangat berbeda."
Ayumi mengangguk. "Terima kasih buat jagungnya, Yuko."
Keyko ikut mengangguk. "Bukan masalah. Eh, ayo duduk. Penampilan yang baru akan segera dimulai." Keyko menarik Ayumi itu duduk di bangku kosong, tepat di sebelahnya., "Nikmati saja pertunjukannya, oke Yuuchan? Kamu tidak perlu memikirkan hal yang lain, aku juga baik-baik saja."
"Meski aku pindah besok?"
Keyko mengangguk. "Kamu mau pergi kapan pun, mau pulang kapan pun, aku akan tetap menunggu."
"Terima kasih, Yuko ..." Suara Ayumi memelan. Dia melirik Keyko yang masih diam dengan tersenyum. Matanya menatap lurus, agak berkaca-kaca.
Ayumi tersenyum sedikit lebar.
Pertunjukan berlangsung dengan lancar tanpa kendala, di akhir cerita Putri Tidur juga sangat menyentuh.
Ayumi bangun dari duduk diikuti Keyko, keduanya akan membeli makanan di salah satu stan yang akan mereka kunjungi. Salah satunya stan roti panggang.
"Aku satu ya. Kamu mau, Yuko?"
"Dua." Keyko nyengir.
"Eh, aku mau juga, boleh?" Suara Ame membuat Ayumi terkejut. "Wah, rotinya gosong." Ame mengambil roti yang sedang dipanggang. "Jadi roti cokelat, deh."
"Ame!" Ayumi merengek, merebut mencubit pelan lengan Ame. "Simpan kembali!"
Ame tersenyum. "Oke-oke, Tuan Putri. Sebelum itu, tolong buatkan saya roti bakar yang putih tapi jangan dibuat gosong, oke?"
"Duh, Ame-kun. Ini tuh bukan kegosongan, tapi sebuah karya mengubah roti putih menjadi roti cokelat." Ayumi mengangguk dua kali.
Ame tergelak. "Baiklah. Oh ya, apa sekarang kamu sudah jauh lebih baik?"
Ayumi mengangguk. "Besok."
"Besok?" Ame membalikan roti yang dipanggang. "Kenapa besok?"
"Besok aku pulang."
Ame berhenti, senyumnya surut.
"Aku pulang ke Indonesia besok. Jadi hari ini, hari terkahir di Jepang," kata Ayumi, menunduk.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Letter
Ficção AdolescenteSetelah sekian lama menulis, akhirnya pada musim dingin pertama di kawasan Umeda, Morikawa Ayumi mulai memberanikan diri untuk mengambil langkah sedikit lebih maju: menyimpan surat-surat berisi puisi itu dalam tas seseorang. Perahu tanpa berlabuh ti...